Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Membuat Hati Terluka
Jantung Ajeng berdegup tidak karuan, gadis itu juga berulang kali meremat kedua tangannya sendiri. Dia melihat mama Mona yang mulai mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
Seseorang yang dia yakini 100% adalah Oma Putri.
Deg! wajah cemas itu nampak terlihat jelas, hingga Sean menyadarinya.
"Mbak Ajeng, jangan takut," ucap Sean, dia turun dari sofa dan mendekati mbak Ajeng yang duduk di karpet.
"Mbak Ajeng bukan takut dimarah Sen, mbak Ajeng takut buat Oma Putri kecewa."
Mendengar itu Sean lantas memeluk mbak Ajeng nya erat.
"Tidak peduli apa kata Oma, tapi mulai sekarang mbak Ajeng adalah pengasuhku selamanya. Jadi saat aku memutuskan untuk ikut Mama, mbak Ajeng juga akan tetap ikut denganku," terang bocah itu, masih dengan memeluk sang pengasuh erat-erat.
Ajeng tersenyum.
Dia pun membalas pelukan itu.
Dalam hatinya selalu bertanya-tanya, bagaimana bisa anak seusia Sean punya pemikiran yang begitu dewasa.
Bukannya senang, Ajeng kadang merasa sedih. Mungkin saja Sean jadi dewasa lebih cepat karena keadaan.
"Tapi nanti, kita tetap harus meminta maaf pada Oma, pada semua orang di rumah, termasuk om Deri, ya?" tanya Ajeng, dia melerai pelukan mereka dan saling tatap.
Sean mengangguk, dia juga tersenyum kecil sebagai tanda patuhnya pada sang pengasuh.
Sementara itu, Mona di ujung sana panggilannya pun mulai terhubung pada Oma Putri ...
"Halo Oma," ucap Mona, sapaan pertama dia setelah cukup lama tak ada komunikasi diantara keduanya.
"Ini aku Mona," timpal Mona lagi.
"Untuk apa kamu menelepon?" balas Oma Putri, pikirannya sedang kacau karena Sean dan Ajeng tiba-tiba menghilang. Belum lagi Reza sedang pergi ke luar kota dan kini ditambah lagi dengan Monalisa yang menelpon.
Rasanya kepala Oma Putri sudah mau pecah.
"Sean ada bersama ku," kata Mona.
Seketika membuat Oma Putri terduduk di sofa ruang tengah itu, nafasnya terengaah, naik turun dengan kasar.
"Bagaimana bisa Sean ada di sana? apa kamu yang mengambilnya di sekolah?!"
"Iya," bohong Mona.
"Kurrang ajjar! berani-beraninya kamu mengambil cucuku Mona!" pekik Oma Putri, suara teriakannya itu bahkan sampai mampu didengar oleh kakek Agung yang sedang berada di teras rumah, dia sedang memerintahkan semua pekerja pria di rumah ini untuk mencari sang cucu.
Dan mendengar suara teriakan istrinya, kakek Agung pun berlari masuk.
Melihat Oma Putri yang sedang memaki di dalam sambungan telepon itu ...
"Jangan pernah berpikir untuk bisa mengambil Sean dari kami! aku akan menjemputnya sekarang!"
"Sean ingin tinggal bersamaku Oma, dia sendiri yang memintanya," terang Mona pula, sedikitpun dia tidak merasa gentar dengan ancaman Oma Putri.
"Sekarang Sean sudah besar Oma, aku mohon, jangan buat dia melihat secara langsung pertengkaran kita, aku mohon setidaknya beberapa saat biarkan Sean tinggal bersamaku," mohon Mona.
Oma Putri tergugu, diingatkan tentang sang cucu seketika membuatnya lemah. Sean memang tak boleh melihat pertengkaran ini.
"Aku akan tetap menjemput Sean, aku sendiri yang akan bertanya pada Sean apa maunya dia." Oma Putri pun Langsung memutus sambungan telepon itu. Lalu menatap kakek Agung di hadapannya dengan tatapan nanar.
"Kenapa Oma?" tanya kakek Agung.
"Sean bersama Mona, minta Ryan untuk pulang Kek, kita harus segera menjemput Sean."
"Baiklah, tenangkan diri mu." kakek Agung, mengelus lengan sang istri dengan lembut.
Tiap kali membahas tentang wanita itu selalu berhasil membuat hati mereka terluka.