Samuel adalah seorang mantan atlet bela diri profesional, selain itu ia juga bekerja paruh waktu sebagai kurir makanan, namun semuanya berubah saat kiamat zombie yang belum di ketahui muncul dari mana asalnya membawa bencana bagi kota kota di dunia.
Akankah Samuel bertahan dari kiamat itu dan menemukan petunjuk asal usul dari mana datangnya zombie zombie tersebut?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelarian sementara ! Bertahanlah temanku !
Kamari, Darius, dan yang lainnya mengangguk mantap. Tatapan mereka tajam, siap menjalankan perintah Samuel.
Tanpa membuang waktu, Edward mengambil anak panah dari punggungnya, memposisikan busurnya dengan sigap, dan membidik telur-telur aneh yang mengisi sarang di depan mereka.
"Aku ingin segera pulang... menikmati makanan kalengku!" gumam Edward, matanya fokus menatap telur-telur itu, penuh dengan hasrat untuk menghancurkan mereka.
Kamari dan Darius bersiap-siap untuk berlari, namun tiba-tiba Triad menyela, suaranya penuh ejekan. “Tak perlu repot-repot! Kalian memang bodoh. Biar kuberikan satu suguhan dengan bom molotov ini,” katanya sambil menyalakan sumbu bom di tangannya, senyum sinis menghiasi wajahnya.
Namun, sebelum sempat ia melemparkan bom, sosok bayangan melesat dari kegelapan! Makhluk mutasi itu muncul begitu cepat, menusukkan cakar tajamnya langsung ke perut Triad.
Semua terperangah. Kecepatan makhluk itu luar biasa, seperti bayangan yang berkelebat, sulit dipercaya. Wajah-wajah mereka tegang, mata terbelalak menyaksikan tubuh Triad ditusuk dalam-dalam hingga darah merah pekat mengucur dari perutnya.
“Si… sialan… Kau berhasil mengejutkanku, makhluk busuk!” desis Triad, wajahnya menahan sakit, darah terus mengalir deras membasahi seragamnya.
Kamari, tanpa ragu, menerjang ke depan dengan pedang terhunus. "Lepaskan dia!" teriaknya penuh amarah, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh ke arah makhluk itu.
Tetapi makhluk itu lebih cepat. Dalam sekejap, ia menarik tulang runcingnya kembali ke tubuhnya, menggantinya dengan akar tajam yang keluar dari telapak tangannya, menghantam Kamari hingga terhempas ke belakang, kamari pun meringis kesakitan. Baju zirah yang dipakainya retak dan penyok, melukai tubuhnya.
Makhluk itu menyerupai iblis, tanpa belas kasihan, dan dengan cepatnya ia kembali berlari ke arah Kamari yang masih terkapar di tanah, tak memberinya sedikitpun kesempatan untuk bernapas.
"Dia datang!" teriak Bob, berdiri tak jauh dari sana, memperingatkan teman-temannya dengan suara yang dipenuhi ketakutan.
Samuel, tanpa berpikir panjang, mengeraskan otot kakinya dan melesat menuju Kamari. Tangan kirinya mencengkeram erat heavysword, ayunannya kuat, menyasar tepat ke bahu makhluk itu yang kini berada dalam jangkauannya.
Suara logam beradu membelah udara, percikan api berhamburan saat pedang Samuel menghantam kulit keras makhluk itu, meretakkannya hingga cairan hijau pekat menyembur keluar. Raungan menyakitkan dari makhluk itu menggetarkan sekeliling.
Senyum penuh harapan muncul di wajah mereka yang menyaksikan, seakan mereka baru saja menemukan secercah cahaya di dalam kegelapan pekat stasiun bawah tanah.
"Berhasil! Serangannya berhasil menembus armor makhluk itu!" seru Edward dengan sorot mata penuh kekaguman pada kekuatan Samuel.
Makhluk itu terhuyung, tertunduk lemas di depan Samuel, tampak tak berdaya. Samuel menarik napas dalam-dalam, seolah beban besar baru saja diangkat dari pundaknya. “Baiklah… Sekarang waktunya kita hancurkan telur-telur itu!” teriaknya, suara lantangnya memecah kesunyian yang mencekam.
Namun, sebelum mereka sempat bergerak, Bob yang berdiri di kejauhan memperhatikan sesuatu yang tak beres pada makhluk itu. "Tunggu! Aku merasakan sesuatu yang aneh…!" serunya, peringatan terlontar dari mulutnya.
Di saat yang bersamaan, tubuh makhluk itu mulai retak, perlahan namun pasti. Ada sesuatu yang lebih mengerikan di dalamnya, sesuatu yang hendak meledak keluar dari sisa armor keras yang mengelupas.
"Semuanya... mundur!" seru Samuel, wajahnya berubah tegang, menginstruksikan timnya untuk menjaga jarak.
Darius dan Kamari segera menjauh. Samuel menoleh pada Triad yang tersandar tak berdaya di dinding stasiun, wajahnya pucat pasi. Tanpa ragu, Samuel melesat menghampirinya. "Triad… ayo, naik ke punggungku!” ucap Samuel, nadanya penuh ketegasan.
Triad tertawa getir di tengah rasa sakit yang menghimpit. “Kau bercanda? Tubuh kecil sepertimu takkan sanggup membawaku,” ujarnya, suara tertahan antara perih dan kelelahan, darah terus mengalir dari perutnya.
Namun Samuel tak memedulikannya. Ia mengangkat Triad yang tinggi besar di punggungnya dan berlari menjauh. Di saat yang sama, dari tubuh makhluk itu, sesuatu mulai keluar—tangan-tangan kurus menjulur, menandakan ia telah bangkit kembali dengan wujud yang lebih mengerikan.
Makhluk itu kini tampak menyerupai serangga, dengan kaki panjang yang dapat melompat jauh. Kepalanya lonjong, dipenuhi delapan mata seperti tarantula, dan taring-taring tajam yang menakutkan, siap memangsa apa pun yang ada di hadapannya.
“Perasaan apa ini…?” batin Samuel, tubuhnya merinding melihat makhluk yang kini semakin mengerikan di hadapan mereka.
Kamari dan Darius, meski sudah menjauh, merasakan kengerian yang sama. Wajah mereka pucat, bulu kuduk meremang saat melihat sosok iblis itu yang kini memiliki kekuatan lebih besar.
"Lari secepat mungkin! Jangan sampai kalian menurunkan kecepatan!" Teriak Samuel, memimpin timnya, menatap penuh tekad pada Kamari dan Darius.
Di saat yang sama, makhluk itu melengking dengan suara melengking yang memekakkan telinga, membuat mereka terhuyung. Serentak, telur-telur di sarang mulai menetas, dan dari dalamnya muncul gerombolan zombie mutasi yang gesit dan lincah, siap mengejar mereka tanpa ampun.
Makhluk itu mengeluarkan suara rendah yang dalam, seperti memberi perintah, memandu anak buahnya mengejar mereka semua.
Samuel mempercepat langkahnya, mendekati Kamari dan Darius. “Kamari! Darius! Aku akan berlari lebih dulu ke lorong sempit di sebelah kanan stasiun. Jaga Triad dan jangan lengah!” serunya, menatap penuh kepercayaan pada kedua rekannya.
Dia melesat mendahului mereka, membawa Triad ke lorong sempit yang terlihat tak jauh dari sana. Di belakang mereka, Darius dengan cepat memberikan instruksi kepada tim pembawa senjata. "Hei! Lemparkan bom molotov ke belakang, hambat mereka!" teriaknya, suaranya lantang memecah keheningan.
Tim pembawa barang segera mengangguk, mengambil bom molotov dari dalam tas mereka dan melemparkannya satu per satu. Kobaran api menyala-nyala di belakang mereka, menghalangi zombie-zombie mutasi yang mengerumuni mereka, menciptakan penghalang yang membuat mereka kehilangan arah.
Di lorong sempit, Samuel menyandarkan Triad ke dinding, melihat wajahnya yang semakin pucat, hatinya tersentuh oleh simpati. "Bertahanlah, Triad… Sebentar lagi tim logistik akan sampai. Tahan, oke?" ucapnya, tatapannya lembut namun penuh kekhawatiran.
Triad memandangnya, berusaha tersenyum lemah meskipun tubuhnya melemah seiring darah yang terus mengalir. “Baik… Kapten…” gumamnya, suaranya berat dan hampir tak terdengar.
Samuel segera berlari kembali ke tempat di mana ia meninggalkan timnya. Saat ia tiba, timnya sudah bersiap, mengikuti arahan untuk mencapai lorong sempit tempat mereka akan berlindung.
"Berhati-hatilah, Samuel!" seru Darius saat ia berlari menjauh, memberikan peringatan terakhir sebelum mereka berpisah.
Samuel hanya tersenyum tipis, penuh ketenangan, seolah berkata bahwa dirinya takkan apa-apa.
Di depan matanya, puluhan zombie dengan kecepatan tinggi menerobos kobaran api yang tak mampu menghalangi mereka lama-lama. Samuel memegang erat heavysword-nya, berdiri tegap dan bersiap.
“Baiklah… Kita mulai pertarungan yang sebenarnya,” ucapnya, tatapannya tajam menatap musuh yang mendekat, tubuhnya bersiap untuk pertempuran hidup dan mati.