Tiga ribu tahun setelah Raja Iblis "Dark" dikalahkan dan sihir kegelapan menghilang, seorang anak terlahir dengan elemen kegelapan yang memicu ketakutan dunia. Dihindari dan dikejar, anak ini melarikan diri dan menemukan sebuah pedang legendaris yang memunculkan kekuatan kegelapan dalam dirinya. Dipenuhi dendam, ia mencabut pedang itu dan mendeklarasikan dirinya sebagai Kuroten, pemimpin pasukan iblis Colmillos Eternos. Dengan kekuatan baru, ia siap menuntut balas terhadap dunia yang menolaknya, membuka kembali era kegelapan yang telah lama terlupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusei-kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sisi Gelap Yusei
Semua orang menyimpan sisi gelap, tidak peduli seberapa baik atau lembut mereka terlihat dari luar. Kegelapan adalah bagian yang tersembunyi, terkunci di dalam, dan hanya muncul saat situasi mendesak memaksanya keluar. Bahkan seseorang sebaik Yusei, dengan senyum hangat dan sikap rendah hati, tidak terkecuali.
Malam itu, langit dihiasi bintang-bintang yang berpendar redup, memberi kesan tenang yang bertentangan dengan pikiran Yusei. Jam menunjukkan pukul sembilan malam, dan perutnya mulai berontak, menuntut makan setelah seharian hanya disibukkan dengan tugas akademi. Di kamar asramanya yang sederhana di Akademi Altais, ia baru saja menyelesaikan tugas jurnal tentang sihir tingkat lanjut. Ia menyandarkan tubuh sejenak, menarik napas panjang, meredakan sedikit kelelahan yang menumpuk.
Sambil mengenakan jaket tipis, Yusei memutuskan untuk pergi ke minimarket di ujung jalan untuk membeli sesuatu yang bisa ia makan cepat. Ia meninggalkan Suijin no Tsurugi, pedang airnya yang berharga, di kamar karena tidak berpikir akan membutuhkan senjata hanya untuk membeli makanan. Setelah menutup pintu, ia melangkah keluar, menelusuri koridor panjang akademi yang hening, berjalan sendirian di bawah cahaya remang lampu lorong.
Dari asrama akademi menuju minimarket, Yusei melewati jalan setapak yang cukup sepi, melintasi taman kecil, dan menembus jalur di pinggir hutan yang cukup gelap. Hutan kecil ini menjadi jalur alternatif bagi siswa untuk memotong jarak, meskipun sebagian besar siswa menghindarinya karena suasananya yang terasa sedikit menakutkan.
Setibanya di minimarket, Yusei masuk ke dalam, menghampiri rak makanan ringan yang langsung menarik perhatiannya. Beberapa saat kemudian, ia mengambil beberapa bungkus roti, minuman botol, dan beberapa cemilan lainnya. Saat ia menuju kasir, seorang petugas wanita muda berdiri di sana, tersenyum ramah.
Petugas Minimarket: "Selamat malam! Wah, sudah larut malam, masih sempat-sempatnya beli camilan, ya?"
Yusei: tersenyum singkat "Malam juga. Tugasnya baru selesai, jadi agak telat makannya."
Petugas Minimarket: "Oh, tugas dari akademi Altais, ya? Memang kelihatan lelah sekali, semoga cukup istirahat."
Yusei: "Terima kasih. Kadang-kadang tugasnya bisa melelahkan, tapi ya, harus diselesaikan."
Petugas kasir memindai barang-barang Yusei sambil sesekali melirik ke arah siswa yang terlihat tenang namun sedikit terbebani oleh kelelahan. Yusei menyodorkan uang, dan setelah pembayaran selesai, ia pun pamit.
Petugas Minimarket: "Hati-hati di jalan, ya. Semoga malamnya menyenangkan!"
Yusei: "Terima kasih. Malam ini tenang sekali, mungkin memang malam yang baik."
Ia tersenyum kecil sebelum melangkah keluar dari minimarket. Hawa dingin malam segera menyergap tubuhnya begitu ia berada di luar. Sambil membawa kantong belanjaan, Yusei mulai berjalan kembali menuju asrama, kali ini mengambil jalur yang sama melalui hutan kecil.
Di tengah perjalanan, suara angin yang berdesir pelan mengiringi langkahnya. Tapi, tiba-tiba, Yusei merasa ada yang aneh. Aura gelap terasa samar-samar di sekitarnya, sesuatu yang berbeda dari biasanya. Nalurinya segera meningkat, dan ia menghentikan langkah, mengamati sekitar dengan waspada.
Di balik pepohonan, ia menangkap bayangan hitam yang bergerak. Sosok tinggi bertudung berdiri tak jauh darinya, matanya berkilat tajam dalam kegelapan. Yusei memutuskan untuk berpura-pura tidak menyadari kehadiran sosok itu dan melanjutkan langkahnya. Namun, ketika ia hanya berjarak beberapa meter dari sosok tersebut, bayangan itu tiba-tiba melangkah maju, menghalangi jalannya.
Pria Tudung: "Malam yang tenang, bukan? Sayangnya, kau tak akan menikmati ketenangan ini lebih lama."
Yusei: dengan nada tenang "Siapa kau? Dan kenapa menghadang jalanku?"
Pria Tudung: "Aku hanya seorang yang menjalankan misi. Namaku tak penting bagimu, tapi ingatlah, aku bagian dari Tenebris Arcanum. Malam ini, aku akan memastikan tidak ada saksi yang akan mengganggu rencanaku."
Yusei memahami bahwa ini bukan hanya ancaman biasa. Organisasi Tenebris Arcanum sudah dikenal di kalangan akademi sebagai kelompok yang berbahaya, dan kini ia sadar telah bertemu langsung dengan salah satu anggotanya.
Yusei: "Jadi, kau menganggapku penghalang? Kau tak tahu siapa yang sedang kau hadapi."
Pria itu tersenyum tipis, lalu mengangkat tangannya yang bersinar merah membara, mengeluarkan kekuatan elemen api. Yusei segera merasakan panas di sekitarnya dan bersiap dengan sihir airnya. Tanpa basa-basi lagi, pria itu melepaskan bola api besar yang meluncur ke arah Yusei. Dengan cekatan, Yusei membentuk perisai air untuk menahan panas yang melesat cepat.
Serangan pertama gagal mengenai sasarannya, tapi pria itu tampak tidak terkejut. Ia meluncurkan rentetan bola api yang lebih besar, memaksa Yusei untuk terus bertahan dan menghindar dengan kelincahan yang luar biasa.
Yusei: "Kau cukup terampil dalam sihir api, tapi itu tak akan cukup untuk menghentikanku."
Pria Tudung: tertawa kecil "Jangan terlalu percaya diri, bocah. Ini baru permulaan."
Yusei mulai menyerang balik. Dengan menggerakkan tangannya, ia menciptakan ombak air yang meluncur deras, menghantam ke arah pria tersebut. Pria itu menangkis dengan menciptakan tembok api yang tinggi, membuat ombak air menguap sebelum bisa menyentuhnya. Kedua kekuatan mereka saling bertabrakan, menghasilkan semburan uap tebal yang memenuhi udara di sekitar mereka.
Pria itu segera melesat maju, kali ini menggunakan bilah api yang terbentuk di tangannya. Ia menyerang dengan gesit, mengayunkan bilah api yang berpendar panas di udara. Yusei dengan cepat membentuk cambuk air dan menangkis serangan itu, percikan air dan api bertemu, menciptakan suara desis yang memekakkan telinga.
Pertarungan semakin sengit. Yusei dan pria itu saling menyerang, menciptakan gelombang kejut dari pertempuran mereka yang mengguncang tanah di sekitar hutan. Yusei menyerang dengan tombak air yang ia lemparkan, namun pria itu menghindarinya dengan kecepatan yang tak terduga, balas menyerang dengan semburan api yang menjulang tinggi. Yusei melompat mundur, merasakan panas yang menyengat kulitnya.
Yusei: "Kau cukup tangguh, tapi aku belum menunjukkan semuanya."
Pria itu tersenyum licik. "Menarik. Kalau begitu, perlihatkan padaku kekuatanmu."
Merasa sudah cukup terpojok, Yusei memutuskan untuk mengeluarkan kartu asnya. Dalam heningnya hutan yang diterangi hanya oleh sisa percikan sihir, Yusei memejamkan mata, mengumpulkan seluruh konsentrasinya dan membangkitkan familiar yang selama ini terpendam. Dengan seruan yang tegas, di depan pria anggota Tenebris Arcanum itu, muncul sosok naga berwarna biru laut, dengan mata merah menyala yang mencerminkan hasrat dan ketakutan sekaligus. Familiar ini adalah naga milik Yusei, makhluk yang menyimpan kekuatan tak tertandingi dari elemen air, tapi juga sisi tergelap dari jiwa Yusei.
Pria itu terkejut, matanya melebar melihat naga tersebut. "Kau… bisa memanggil familiar?"
Yusei: "Ini adalah rahasia yang hanya sedikit orang tahu. Kau seharusnya bangga menjadi saksi."
Naga biru itu mengeluarkan raungan yang menggetarkan tanah, dan dengan gerakan cepat, meluncur ke arah pria itu. Sang pria mencoba menahan serangan dengan menciptakan lingkaran api yang mengelilinginya, tapi naga tersebut menerjangnya dengan kekuatan luar biasa, menghancurkan pertahanan api pria itu dalam sekejap.
Pria itu mundur, luka mulai muncul di tubuhnya akibat cakar tajam naga. Namun, meski dalam keadaan terluka, pria itu memaksa untuk bertarung lebih keras. Ia melompat ke udara, melepaskan serangan terakhir berupa ledakan api besar yang ia lemparkan langsung ke arah Yusei dan naganya. Yusei merespon dengan mengerahkan energi terakhirnya, menciptakan dinding air yang besar untuk melindungi dirinya dan naganya dari panas yang mematikan.
Setelah ledakan itu, naga Yusei dengan sekali sapuan cakar berhasil menghantam pria tersebut hingga terlempar keras ke tanah, tak berdaya. Pria itu berjuang untuk berdiri, namun tubuhnya sudah terlalu lemah untuk melawan. Tanpa ragu, naga Yusei melahapnya, mengakhiri pertarungan dalam keheningan yang mencekam.
Yusei menarik napas panjang, merasa lega tapi sekaligus terguncang dengan apa yang baru saja terjadi. Ia menenangkan naganya, membiarkan familiar itu kembali ke dunia asalnya. Setelah naga itu menghilang, Yusei berdiri di sana dengan napas yang memburu, merasakan aliran energi gelap yang memenuhi hatinya, membuat jiwanya terasa dingin dan kosong. Itu adalah kemenangan yang tidak membanggakan. Menggunakan familiar itu telah mengoyak sisi lembut dalam dirinya, meninggalkan rasa takut akan dirinya sendiri.
Malam itu menjadi rahasia yang tak pernah diceritakannya pada siapapun. Ia kembali ke asrama dengan tenang, berpura-pura seolah-olah tidak ada yang terjadi. Yusei menjalani hari-harinya tanpa pernah menggunakan kekuatan tersebut lagi, mengurung sisi gelapnya kembali ke tempat yang tak terlihat. Tidak ada seorangpun yang tahu, bahkan teman-temannya, tentang kegelapan yang ia simpan di balik wajah tenang dan sikap hangatnya.
Yusei mungkin tetap dikenal sebagai sosok yang baik dan ramah, tapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa ada sesuatu yang kelam yang selalu menemaninya. Sesuatu yang siap muncul kapanpun saat kegelapan memanggilnya kembali.