Celia Carlisha Rory, seorang model sukses yang lelah dengan gemerlap dunia mode, memutuskan untuk mencari ketenangan di Bali. Di sana, ia bertemu dengan Adhitama Elvan Syahreza, seorang DJ dengan sikap dingin dan misterius yang baru saja pindah ke Bali. Pertemuan mereka di bandara menjadi awal dari serangkaian kebetulan yang terus mempertemukan mereka.
Celia yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, berusaha mendekati Elvan yang cenderung pendiam dan tertutup. Di sisi lain, Elvan, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh pesona Celia, justru merasa tertarik pada kesederhanaan dan kehangatan gadis itu.
Dengan latar keindahan alam Bali, cerita ini menggambarkan perjalanan dua hati yang berbeda menemukan titik temu di tengah ketenangan pulau dewata. Di balik perbedaan mereka, tumbuh benih-benih perasaan yang perlahan mengubah hidup keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan yang membawa kembali
Beberapa bulan berlalu, dan kesibukan kembali menyita hidup Celia. Ia berhasil menyelesaikan beberapa proyek besar, bahkan tampil dalam kampanye internasional untuk merek-merek terkenal. Kariernya terus menanjak, namun ada rasa kosong yang tidak bisa ia abaikan. Setiap malam, ia menatap foto pantai Bali yang terpajang di apartemennya, mengenang hari-hari yang membuat hatinya terasa lebih ringan, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar.
Sore itu, Celia duduk di sofa, menatap layar ponselnya. Ada pesan masuk dari Lily yang memberitahu tentang jadwal berikutnya, tetapi pikirannya terus melayang pada kenangan bersama Nenek Kinan dan Elvan. Senyum hangat Nenek Kinan, percakapan ringan di ruang tamu, dan lagu-lagu Elvan, semua itu kini terasa jauh, meskipun masih melekat erat dalam ingatannya.
Ponselnya tiba-tiba berdering. Lily meneleponnya, Celia segera menjawab panggilannya.
“Celia, kamu nggak akan percaya ini. Salah satu klien besar kita ingin melakukan pemotretan di Bali. Lokasi dan konsepnya pas banget buatmu,” ujar Lily dengan antusias.
Celia terkejut sekaligus tertarik. “Di Bali? Beneran?”
“Iya! Ini kesempatan bagus. Selain bisa bekerja, kamu juga mungkin bisa...” Lily berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan nada menggoda, “mengunjungi seseorang.”
Celia tertawa kecil. “Lily, fokus pada pekerjaan.”
“Tapi kamu akan terima tawarannya, kan?” desak Lily.
Setelah beberapa saat berpikir, Celia mengangguk meski Lily tidak bisa melihatnya. “Baiklah. Kirim detailnya. Aku akan ke sana.”
Di Bali, suasana di rumah Nenek Kinan masih sama seperti biasanya, tenang dan penuh kedamaian. Nenek Kinan sedang duduk di taman, memandangi bunga-bunga yang baru bermekaran. Elvan keluar dari rumah, membawa secangkir teh untuk neneknya.
“Nek, ini tehnya,” ujar Elvan sambil meletakkan cangkir di meja kecil di samping kursi Nenek.
“Terima kasih, Nak,” jawab Nenek Kinan dengan senyum hangat. Namun, ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Elvan merasa penasaran.
“Nenek kenapa?” tanyanya akhirnya.
Nenek Kinan menghela napas. “Aku hanya berpikir, sudah lama sekali kita tidak mendengar kabar dari Celia.”
Elvan terdiam mendengar nama itu. Rasa rindu yang selama ini ia pendam kembali menyeruak. Namun, ia berusaha menyembunyikannya di balik sikap dinginnya.
“Mungkin dia sibuk, Nek,” balasnya singkat.
Nenek Kinan memandangi cucunya dengan tatapan penuh kasih. “Nak, Nenek tahu kamu merindukannya. Jangan bohong pada dirimu sendiri.”
Elvan hanya menggeleng kecil dan mengalihkan pandangannya. Tapi dalam hatinya, ia tahu Nenek benar.
Beberapa hari kemudian, Celia tiba di Bali dengan tim pemotretan. Lokasi yang dipilih adalah sebuah vila mewah yang terletak di pinggir pantai. Meski sibuk mempersiapkan diri untuk pemotretan, pikirannya terus berkelana ke tempat yang ia anggap sebagai rumah kedua.
Setelah pemotretan selesai lebih awal dari jadwal, Celia memutuskan untuk menyewa mobil dan pergi ke rumah Nenek Kinan. Perjalanan ke sana membangkitkan kenangan manis yang pernah ia alami.
Ketika ia tiba, suasana rumah itu tidak banyak berubah. Taman masih dipenuhi bunga-bunga yang terawat dengan baik. Di sudut taman, ia melihat sosok Nenek Kinan sedang menyiram tanaman.
“Nek!” teriak Celia sambil melambaikan tangan.
Nenek Kinan menoleh dan langsung tersenyum lebar. “Nak Celia! Kamu benar-benar kembali!”
Celia berlari kecil dan memeluk Nenek dengan erat. “Aku merindukanmu, Nek.”
“Nenek juga, Nenek sangat merindukanmu,” jawab Nenek dengan suara penuh kebahagiaan.
Saat Celia melepaskan pelukannya, ia melihat Elvan keluar dari rumah, membawa cangkir teh. Ketika pandangan mereka bertemu, Elvan tercengang. Matanya sempat membeku, terkejut dengan kedatangan Celia yang tiba-tiba.
“Kamu?” ujar Elvan dengan nada datar, meskipun matanya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Celia tersenyum lebar, sedikit canggung, namun penuh kehangatan. “Ya, aku. Apa kamu tidak senang melihatku?”
Elvan hanya mendengus kecil. “Aku kira kamu sudah melupakan tempat ini.”
“Tidak mungkin,” balas Celia. “Tempat ini terlalu berharga untuk dilupakan.”
Malam itu, mereka bertiga duduk di ruang tamu, berbagi cerita sambil menikmati teh hangat buatan Nenek Kinan. Celia menceritakan pengalamannya bekerja di Jakarta dan bagaimana ia selalu merindukan suasana di Bali.
“Elvan, kamu masih membuat lagu?” tanya Celia tiba-tiba.
Elvan mengangguk. “Ya, aku bahkan menyelesaikan sebuah lagu baru.”
“Boleh aku dengar?” tanya Celia.
Elvan terdiam sejenak, lalu berdiri. Ia mengambil ponselnya dan memutar lagu yang ia maksud. Melodi itu lembut namun penuh emosi, seolah menceritakan sebuah kisah yang hanya bisa dimengerti oleh keduanya.
Celia mendengarkan dengan seksama, matanya mulai berkaca-kaca. “Lagunya bagus. Siapa yang menginspirasimu untuk membuat lagu ini?”
Elvan menatap Celia dengan tatapan yang sulit diartikan, ada perasaan yang terpendam dalam tatapannya. “Seseorang yang membuatku sadar bahwa aku tidak bisa terus hidup dalam keterasingan.”
Celia terdiam, jantungnya berdegup kencang. Ia tahu bahwa lagu itu diciptakan untuknya, meskipun Elvan tidak mengatakannya secara langsung. Nenek Kinan hanya tersenyum melihat interaksi keduanya.
Nenek Kinan meminta Celia untuk menginap di rumahnya. Celia awalnya menolak, tapi akhirnya ia mengiyakan tawaran nenek.
Setelah Nenek pamit ke kamarnya, Celia berjalan ke balkon dan duduk di balkon, ia memandangi langit yang penuh bintang, merasa damai, seperti menemukan kembali bagian dirinya yang hilang.
Suara langkah kaki terdengar dari belakang. Celia menoleh dan melihat Elvan berdiri di sampingnya.
“Kamu nggak tidur?” tanya Elvan sambil bersandar di pagar balkon.
“Sebentar lagi. Aku masih ingin menikmati malam ini," jawab Celia sambil tersenyum lembut.
Elvan memandangi bintang-bintang sejenak sebelum bertanya, “Kamu akan kembali ke Jakarta setelah pekerjaanmu di sini selesai?”
Celia menatapnya dengan tatapan yang sulit di jelaskan, “Aku tidak tahu. Mungkin, tapi aku merasa ingin tinggal lebih lama di sini.”
“Kenapa?” tanya Elvan pelan, matanya tertuju pada Celia dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.
“Karena di sini aku merasa seperti menemukan bagian dari diriku yang hilang,” jawab Celia jujur.
Elvan terdiam, menatap Celia dengan tatapan lembut. Dalam hatinya, ia tahu kehadiran Celia telah membawa warna baru dalam hidupnya. Sesuatu yang sudah lama ia abaikan, namun kini terasa begitu nyata.
“Celia,” ujar Elvan pelan, suaranya hampir berbisik, “Aku senang kamu kembali.”
Celia tersenyum, hati mereka saling berbicara tanpa perlu banyak kata.
Dalam keheningan malam itu, mereka berdiri berdampingan, menikmati keindahan langit Bali. Tanpa perlu banyak kata, keduanya tahu bahwa ada sesuatu yang istimewa di antara mereka, sesuatu yang perlahan mulai tumbuh menjadi lebih kuat.