Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Mual lagi?
Leon tak tahan untuk tak mencecar Marlon. Meskipun sekarang ia sedang fokus ke jalan, tapi akan sangat rugi bila tak segera mencari informasi.
"Siapa dia, hah? Kau sudah berani dengan perempuan sekarang?"
Tapi yang di ajak ngomong masih terpekur memandangi selembar cek yang sekarang telah kembali kedalam genggamannya.
Leon menoleh. Menatap Marlon yang membisu. "Aku berbicara denganmu sialan!"
Marlon menghela napas. Leon sangat cerewet sekali. " Dia perempuan yang aku katakan padamu kemarin."
Leon akhirnya ingat. Jadi dia yang menolong anak buah mereka?
"Baru kali ini aku bertemu dengan perempuan aneh!" sambung Marlon.
"Aneh?" kedua alis Leon sampai bertaut.
Marlon mengangguk. "Jika biasanya perempuan lain pasti bakal senang jika di beri uang, tapi dia malah melakukan sebaliknya!"
Leon mengangguk. "Spesies langka!"
Marlon masih terlihat berpikir sembari menatap cek itu tiada henti. Sementara Leon yang gara-gara membicarakan wanita, jadi kepikiran dengan budak yang di beli Reiner tempo hari.
Dan setibanya di mansion, Leon memisahkan diri dari Marlon dan segera menuju ke tempat dimana budak itu berada.
Mulan sedang merajut sesuatu ketika Leon membuka pintu. Pandangan mereka tak sengaja saling bertemu.
"Tuan!" Mulan langsung meletakkan rajut yang semula ia pegang. Membuat lamunan Leon buyar.
Leon dengan wajah dinginnya menutup pintu lalu masuk sembari bersedekap. "Sedang apa kau?"
Mulan tertunduk takut. "Saya bosan di sini. Saya melihat ada jarum dan benang di lemari, jadi...saya membuat sesuatu. Maaf tidak minta izin dulu pada anda."
Leon masih menatap datar Mulan. Gara-gara kekesalan Reiner, ia jadi lupa untuk menanyakan soal apa yang harus di kerjakan Mulan. Harus di apakan budak ini? Tapi, dengan rambut pendeknya, Mulan jadi terlihat lebih berbeda.
"Ikut aku!"
Mulan membelalak. "Kemana?"
***
Entah karena apa, Reiner sore ini tiba-tiba meminta Rachel untuk pergi bersamanya.
"Kemana tuan?" Rachel penasaran.
Dan Reiner tak suka jika ada banyak pertanyaan. "Apa aku menyuruhmu untuk bertanya? Aku menyuruhmu untuk ganti baju!"
Rachel sebenarnya kesal dengan kediktatoran Reiner yang tak berubah. Alhasil ia cepat-cepat berganti pakaian lalu keluar menemui Reiner. Rachel tampak malas dan rautnya merengut sewaktu menghadap Reiner. Tapi Reiner terlihat puas saat melihat penampilan Rachel.
"Kau memang di lahirkan untuk orang seperti ku!" gumam Reiner yang merasa senang.
Rachel mengurutkan keningnya. Selalu saja aneh. Di luar, Marlon yang mengetahui Reiner akan pergi menawarkan diri untuk mengantar, tapi Reiner menolak.
"Aku akan pergi bersamanya!"
Marlon membungkuk hormat menghargai setiap keputusan Reiner. Setibanya di depan, mereka tak sengaja berpapasan dengan Leon dan seorang perempuan. Rachel menautkan alisnya demi menatap siapa perempuan itu.
"Tuan!" Leon membungkuk memberi hormat.
Mulan yang melihat Leon membungkuk reflek melakukan hal yang sama. Ia mengikuti gerakan Leon sebab ia ingat jika pria bertato itu lah yang kemarin membelinya. Reiner semula tak notice dengan Mulan, namun Leon tiba-tiba berkata.
"Maaf, saya mengajak budak yang anda beli keluar tanpa memberitahu anda!"
Alis Reiner terangkat sebelah. Benarkah itu budak yang ia beli? Tampilan wanita itu sungguh berbeda dari tempo hari. Ia bahkan mengira jika itu adalah wanita yang sengaja di bawa Leon untuk bersenang-senang.
"Tuan, saya perlu arahan soal Mulan!" sambung Leon saat merasa jika Reiner tak mempermasalahkan tindakannya.
Kening Reiner mengerut. "Mulan?"
Mulan mengangkat wajahnya lalu berkata, "Saya tuan!"
Reiner menatap Leon dan perempuan itu secara bergantian. Ia segera tahu bila anak buahnya itu agaknya memiliki ketertarikan lain.
"Bukankah sudah ku katakan, terserah mau kau apakan?" ucap Reiner.
Rachel menatap Mulan yang tertunduk dengan wajah takut. Siapa dia? Tadi Leon mengatakan budak yang di beli? Astaga, jadi mereka membeli wanita? Gila, ini sangat keterlaluan!
Marlon yang masih ada di sana karena hendak mengawal sampai pintu gerbang jadi melihat semua itu. Ia bahkan tidak tahu kalau Reiner membeli seorang budak.
Merasa ia telah memberikan petunjuk yang cukup, Reiner meneruskannya langkahnya. Sementara Rachel yang melintasi Mulan, sempat saling menatap dengan perempuan itu.
Di dalam mobil, Rachel jadi terdiam karena hal barusan. Dan hal itu cukup mengganggu Reiner.
"Apa mulutmu sekarang bisu?"
Rachel mendengus gara-gara di katai seperti itu. Nanti kalau bicara di katakan cerewet, sekarang dia diam malah di katai bisu.
"Anda membeli budak? Untuk apa?"
Reiner menarik sebelah bibirnya mendengar pertanyaan yang terlontar. "Apa kau benar-benar tidak tahu aku ini siapa?"
Rachel tahu. Dia tahu bila Reiner merupakan seorang mafia. Dia saja yang selama ini kurang literasi sehingga membuatnya terlambat mengetahui.
"Tentu saja aku tidak tahu. Kau adalah pria gila dan kejam. Itu yang aku tahu!" menjawab dengan suara lirih tapi Reiner sebenarnya mendengarnya.
Reiner terkekeh. Akhir-akhir ini gara-gara sikap Rachel yang menurut membuatnya menjadi lebih lunak. "Aku membelinya agar uangku tidak terlalu menumpuk!"
Rachel semakin kesal dengan jawaban Reiner yang sombong itu. Ia tak mau lagi membahas Mulan meskipun ia sangat penasaran.
Reiner rupanya membawa Rachel ke sebuah pusat perbelanjaan kelas kakap. Tidak tahu kenapa pria itu mengajaknya ke sana.
"Beli yang kau mau, terserah. Aku akan menunggu di sana!" Reiner menunjuk ke sebuah ruang tunggu khusus dengan dinding kaca transparan yang terkesan mewah.
"Beli apa? Baju baru di lemari saja masih banyak!"
"Kau berani membantah?"
Rachel terdiam dengan hati kesal. Baiklah, akan aku habiskan uangmu di tempat ini. Begitu batin Rachel muak.
Reiner tersenyum saat melihat Rachel mulai berjalan. Ia mengusap bibirnya lalu mulai melangkah menuju ruang tunggu sembari membalas beberapa urusan.
Tanpa pikir panjang, Rachel memilih baju yang jika harganya di lihat membuat matanya melebar. Tapi tak apa, biar saja ia terkesan buruk.
"Gila, baju apa harganya segini. Di pasar juga banyak!" menggerutu ketika melihat bandrol harga yang di luar nalar.
"Permisi ada yang bisa di bantu?" sapa seorang pegawai.
Rachel yang terkejut jadi tersenyum canggung. "Aku ..mau pilih-pilih dulu!"
"Baik silahkan!"
Ia melintasi deretan baju pria dewasa. Ia teringat dengan ayahnya. Tangannya tiba-tiba terulur mengambil sepotong kemeja yang sangat bagus. Rachel hampir menitipkan air matanya karena ia bahkan sudah lupa kapan terakhir membeli baju untuk Ayahnya.
Selanjutnya Rachel main mengambil pakaian di sana agar Reiner tak ngomel lagi. Begitu tiba di kasir, ia yang mendengar total belanjaan yang musti di bayar menjadi menelan ludah.
"Pakai ini!" Reiner tiba-tiba datang melemparkan kartu hitam ke kasir lalu kembali melanjutkan teleponnya.
Rachel melongo. Kenapa bisa tepat sekali?
"Nyonya, karena belanjaan anda sangat banyak, kami memberikan hadiah eksklusif. Silahkan pilih!"
"Terserah mbaknya saja deh!" balasnya malas sebab berbelanja ternyata melelahkan.
"Baik kalau begitu. Ini ada kaos couple dengan bahan terbaik."
Rachel tak terlalu memperhatikan apa yang di masukkan ke dalam tas itu sebab ia terfokus dengan Reiner yang terlihat marah-marah di telepon.
"Silahkan nyonya!'
"Terimakasih!"
Beberapa waktu kemudian, Reiner meminta Rachel untuk berhenti. "Kau belum makan sesuatu dari tadi. Pesanlah sesuatu!"
Rachel melongo. Apakah sebenarnya tujuan Reiner mengajaknya kencan? Kencan apa? Sungguh tidak ada kelembutan dan kewajaran.
Belanjaan segunung itu di bawa oleh orang yang di bayar Reiner untuk meletakkannya di mobil. Mereka duduk di sebuah tempat makan. Reiner memesan beberapa menu makanan. Namun saat ada seorang pelayan yang menghidangkan makanan ke meja sebelah, perutnya tiba-tiba kembali bergejolak demi mencium aroma daging yang menguar tajam.
Rachel sontak menutup mulutnya demi rasa mual yang menyerang. Reiner yang melihat hal itu ketika cemas.
"Ada apa?"
"Tuan, bisakah kita makan di tempat lain?"
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir