Tomo adalah seorang anak yang penuh dengan imajinasi liar dan semangat tinggi. Setiap hari baginya adalah petualangan yang seru, dari sekadar menjalankan tugas sederhana seperti membeli susu hingga bersaing dalam lomba makan yang konyol bersama teman-temannya di sekolah. Tomo sering kali terjebak dalam situasi yang penuh komedi, namun dari setiap kekacauan yang ia alami, selalu ada pelajaran kehidupan yang berharga. Di sekolah, Tomo bersama teman-temannya seperti Sari, Arif, dan Lina, terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengundang tawa. Mulai dari pelajaran matematika yang membosankan hingga pelajaran seni yang penuh warna, mereka selalu berhasil membuat suasana kelas menjadi hidup dengan kekonyolan dan kreativitas yang absurd. Meski sering kali terlihat ceroboh dan kekanak-kanakan, Tomo dan teman-temannya selalu menunjukkan bagaimana persahabatan dan kebahagiaan kecil bisa membuat hidup lebih berwarna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kompetisi Lari Cepat
Awal Pagi yang Cerah
Pagi itu, sekolah SD Harapan Jaya sedang riuh dengan persiapan untuk acara olahraga tahunan. Matahari baru saja terbit, memancarkan sinar hangat yang membuat lapangan sekolah tampak berkilau. Bendera-bendera kecil berwarna-warni menghiasi pinggiran lapangan, dan siswa-siswi berseragam olahraga putih biru mulai berdatangan satu per satu. Di tengah-tengah hiruk-pikuk tersebut, Tomo berdiri dengan penuh semangat, matanya berbinar menatap trek lari yang membentang di depannya.
"Hari ini adalah hari besar," gumam Tomo kepada dirinya sendiri sambil mengencangkan tali sepatunya. "Hari ini aku akan menunjukkan kepada dunia siapa Raja Lari sebenarnya."
Di sampingnya, Arif, yang mengenakan seragam olahraga yang sama, hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Tomo, ini cuma lomba lari antar kelas. Kita bukan di Olimpiade, kamu tahu?"
Tomo menoleh dengan wajah serius, seolah-olah Arif baru saja mengatakan sesuatu yang sangat menghina. "Arif, kamu salah besar! Setiap lomba lari itu seperti olimpiade. Ini soal kebanggaan, kecepatan, dan... ketenaran."
Sari, yang baru tiba dan bergabung dengan mereka, tertawa sambil melipat tangan di depan dada. "Tomo, kamu ini memang nggak ada duanya. Lomba lari antar kelas aja kamu anggap seolah-olah bakal diliput TV nasional."
"Eh, kamu nggak pernah tahu, Sar," jawab Tomo sambil menyeringai. "Mungkin kalau aku menang dengan cara yang epik, bakatku bakal ditemukan oleh pelatih nasional. Lalu, sebelum kamu tahu, aku jadi pelari profesional!"
Sari menghela napas, jelas tak terkesan, tetapi dengan senyum geli yang menandakan dia menikmati lelucon Tomo. "Iya, iya, pelari profesional yang terkenal karena terjatuh di garis start."
Arif tertawa terbahak-bahak mendengar itu, sementara Tomo mengernyitkan dahi, berpura-pura tersinggung. "Hei, aku nggak bakal jatuh. Aku ini lincah kayak cheetah."
Sari mengangkat alis. "Cheetah yang makan permen sebelum lomba, mungkin?"
Tomo mengabaikan komentar Sari dan mulai melakukan pemanasan dengan gaya yang berlebihan. Dia menirukan gerakan pelari profesional, mengayunkan lengannya dengan dramatis dan meregangkan kakinya seperti atlet sungguhan.
"Ini nih," kata Tomo sambil melompat-lompat di tempat, "pemanasan yang baik adalah kunci kemenangan. Kalian harus belajar dari yang terbaik."
Arif masih tertawa kecil sambil berjongkok untuk mengikat tali sepatunya. "Tomo, kalau kamu menang, aku janji akan traktir kamu es krim."
Tomo berhenti melompat dan memandang Arif dengan serius. "Serius, Rif? Kamu traktir aku es krim kalau aku menang?"
Arif mengangguk, masih dengan senyum di wajahnya. "Yap, tapi kamu harus benar-benar menang. Bukan cuma gaya-gayaan."
Sari menyikut Tomo pelan. "Dengar tuh, Tomo. Sekarang kamu punya motivasi tambahan. Es krim gratis."
Tomo tersenyum lebar, matanya berbinar penuh semangat. "Oke, tantangan diterima! Aku bakal menangin lomba ini, dan kita semua bakal makan es krim di akhir!"
Persiapan Lomba
Lapangan sekolah kini mulai dipenuhi oleh siswa-siswi yang siap mengikuti berbagai lomba. Guru-guru sudah bersiap di tepi lapangan, mengawasi para siswa dengan peluit di tangan. Beberapa guru yang bertugas sebagai juri sudah berdiri di dekat garis start, siap memimpin lomba lari yang akan segera dimulai.
"Semua peserta lomba lari, harap berkumpul di trek sekarang!" suara Pak Budi, guru olahraga mereka, terdengar lantang dari megafon. "Lomba akan dimulai dalam lima menit!"
Tomo, Arif, dan Sari bergegas menuju garis start, bergabung dengan siswa-siswa lain dari berbagai kelas. Trek lari yang melingkari lapangan sudah diberi tanda dengan garis-garis putih yang sedikit pudar, tapi masih cukup jelas untuk menunjukkan lintasan. Di pinggir lapangan, beberapa siswa yang tidak berpartisipasi duduk di tribun, bersorak-sorai memberi semangat kepada teman-teman mereka.
"Ini dia, guys," kata Tomo dengan napas sedikit terengah-engah akibat terlalu banyak pemanasan. "Saatnya untuk jadi legenda."
Sari memandangnya sambil tertawa kecil. "Legenda kelas lima SD, maksudmu?"
Tomo menatap trek dengan tatapan penuh tekad, mengabaikan ejekan Sari. "Nggak, Sar. Legenda... sekolah!"
Arif menyikut Tomo sambil menunjuk ke arah siswa-siswa lain yang sudah bersiap-siap di garis start. "Tuh, mereka udah pada siap. Kamu siap nggak?"
Tomo mengangguk yakin, kemudian dia menatap Arif dengan ekspresi serius. "Rif, kalau aku kalah, kamu harus janji nggak bakal bilang ke siapa-siapa bahwa aku pernah kalah."
Arif tertawa lagi. "Tenang, Tomo. Aku nggak akan bilang ke siapa-siapa… asalkan kamu benar-benar kalah dengan epik."
"Deal," jawab Tomo dengan tegas.
Di dekat garis start, Pak Budi berdiri dengan megafon di tangan, mengawasi semua peserta lomba. "Oke, anak-anak. Lomba lari akan segera dimulai. Ingat, lomba ini bukan hanya soal menang, tapi juga soal kerja keras dan bermain sportif."
"Kerja keras dan sportif?!" Tomo bergumam pada dirinya sendiri. "Tentu, Pak Budi, tapi aku juga mau menang!"
Sari dan Arif tertawa mendengar komentar Tomo yang terlalu serius. Pak Budi mulai mengatur para peserta untuk berdiri di belakang garis start. Tomo, yang mendapatkan jalur ketiga, menunduk dan mulai mengambil posisi dengan gaya seorang pelari profesional. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap garis putih di depannya dengan penuh konsentrasi.
Sari, yang berdiri di sebelah Tomo, menatapnya dengan cemas. "Tomo, jangan terlalu serius. Kamu bakal kehabisan tenaga di awal."
Tomo melirik Sari dengan senyum penuh percaya diri. "Tenang, Sar. Aku punya strategi. Aku bakal ngejar di akhir. Teknik 'Tomo Sprint'!"
Sari mengernyit bingung. "Tomo Sprint?"
Tomo mengangguk dengan penuh keyakinan. "Yup! Di awal aku bakal santai, tapi di akhir aku bakal ngegas kayak roket."
Sari tidak bisa menahan tawa. "Oke, kita lihat aja nanti, Tomo."
Pak Budi sudah bersiap untuk memulai lomba. Para peserta lainnya tampak serius menunggu aba-aba, sementara Tomo tetap tersenyum lebar, yakin dengan strateginya.
"Siap-siap…" seru Pak Budi sambil mengangkat peluitnya ke bibir.
Tomo mengambil napas panjang, bersiap untuk melesat.
"3… 2… 1…"
*Tweet!*
Lari Gila Tomo Dimulai
Begitu peluit berbunyi, semua peserta langsung melesat dari garis start, kecuali… Tomo. Sementara yang lain sudah berlari dengan kecepatan penuh, Tomo malah mulai dengan lari-lari kecil, seolah-olah sedang jogging di taman.
Sari yang berlari di samping Tomo menoleh dengan wajah bingung. "Tomo, kamu ngapain?! Mereka semua udah jauh di depan!"
Tomo hanya tersenyum tenang. "Ini bagian dari strategiku, Sar. Biarkan mereka duluan. Aku nggak mau buang energi di awal."
Sari memutar matanya sambil meningkatkan kecepatannya, meninggalkan Tomo yang masih berlari pelan. Sementara itu, Arif yang berlari lebih cepat dari Tomo hanya bisa tertawa sambil melirik ke belakang.
"Tomo, kamu yakin nggak salah strategi?" seru Arif dari kejauhan.
Tapi Tomo tetap tenang, meski para peserta lain sudah jauh di depannya. "Tenang, tenang... Saatnya belum tiba."
Di pinggir lapangan, para siswa yang menonton mulai berteriak-teriak memberi semangat. Beberapa dari mereka bingung melihat Tomo yang tertinggal jauh di belakang.
"Heh, kenapa Tomo lari lambat banget?" tanya salah satu anak yang menonton dari tribun.
"Apa dia nggak denger peluit?" celetuk anak yang lain sambil tertawa.
Namun, Tomo tetap tenang. Dia tahu waktunya akan tiba.
Setelah melewati setengah lap, Tomo tiba-tiba mempercepat langkahnya. Wajahnya berubah serius, kakinya mulai bergerak lebih cepat. "Oke, inilah saatnya... Tomo Sprint dimulai!"
Tomo mulai meningkatkan kecepatannya, melewati beberapa peserta yang tampak kelelahan. Dia melesat dengan gaya lari yang agak kaku tapi penuh semangat, seperti orang yang baru saja mendapat dorongan adrenalin.
"Hei, lihat! Tomo mulai ngegas!" seru Arif yang mulai kelelahan di depan.
Tomo berlari melewati Arif sambil melambai. "Sampai jumpa di garis finish, Rif!"
Arif tertawa kecil meski napasnya sudah mulai tersengal-sengal. "Astaga, Tomo beneran serius."
Kemenangan yang Epik (atau Tidak?)
Dengan kecepatan yang meningkat drastis, Tomo mendekati peserta lain yang sudah hampir sampai di garis finish. Kakinya bergerak cepat, sementara keringat mulai mengucur di dahinya. Sorak-sorai para siswa yang menonton semakin ramai saat melihat Tomo mendekati garis finish dengan kecepatan tak terduga.
"Tomo! Tomo! Tomo!" beberapa anak di pinggir lapangan mulai bersorak, memberi semangat pada Tomo yang semakin mendekati puncak.
Sari, yang sudah lebih dulu hampir mencapai garis finish, melirik ke belakang dan terkejut melihat Tomo mendekat dengan cepat. "Apa?! Tomo beneran ngejar?!"
Dengan dorongan terakhirnya, Tomo berlari sekuat tenaga. Dia melewati beberapa peserta yang sudah kelelahan dan dengan gaya yang penuh drama, dia melompat ke depan tepat di saat dia mencapai garis finish.
*Boom!*
Namun, alih-alih melintas garis dengan anggun, Tomo malah kehilangan keseimbangan dan terjatuh tepat setelah melintasi garis finish, menciptakan suara keras yang membuat semua orang tertawa.
Sari dan Arif langsung mendekat, membantu Tomo bangun. "Tomo! Kamu nggak apa-apa?" tanya Sari dengan cemas, tapi tak bisa menahan tawa.
Tomo yang masih tergeletak di tanah, tersenyum lemah tapi penuh kemenangan. "Aku... menang... kan?"
Arif tertawa sambil menepuk bahu Tomo. "Kamu nggak menang, tapi kamu pasti juara dalam urusan gaya!"
Para siswa yang menonton bertepuk tangan dan tertawa melihat aksi dramatis Tomo. Meskipun dia tidak menang, Tomo berhasil mencuri perhatian semua orang dengan usahanya yang kocak dan penuh semangat.
Penutup: Es Krim yang Layak
Meski Tomo tidak memenangkan lomba, Arif tetap menepati janjinya. Setelah acara olahraga selesai, mereka bertiga pergi ke kantin untuk menikmati es krim sebagai hadiah hiburan.
"Yah, aku memang nggak menang," kata Tomo sambil menjilat es krimnya, "tapi setidaknya aku bikin semua orang tertawa. Itu kan juga penting."
Sari mengangguk sambil tersenyum. "Kamu memang hebat, Tomo. Meski jatuh, kamu tetap jadi pemenang di mata kita."
Arif tertawa kecil. "Iya, pemenang dengan cara yang paling konyol."
Dan begitulah, hari itu berakhir dengan tawa dan es krim manis, meninggalkan kenangan lucu tentang bagaimana Tomo menghadapi lomba lari seperti seorang atlet olimpiade, meski dengan cara yang sangat... Tomo.