Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Dosen Idola Di Kampus
Bab 8. Dosen Idola Di Kampus
"Sekarang banyak orang yang pandai menyembunyikan muka asli mereka. Terlihat baik, padahal jahat. Apalagi kamu ini orangnya naif dan polos. Sasaran empuk bagi orang-orang munafik dan suka menjual drama kehidupannya," ucap Argani yang mantap istrinya dengan serius.
Andhira sampai menganga mendengar ucapan suaminya. Dia tidak mengira kalau dirinya dinilai seperti itu. Memang banyak temannya yang mengatakan kalau dirinya terlalu baik kepada orang lain dan tidak tegaan. Namun, dia bisa berubah buas ketika marah.
"Aku selalu melihat orang lain dari sudut pandang yang positif. Aku selalu melihat kalau semua orang itu baik, selagi orang itu tidak pernah berbuat jahat kepadaku," balas Andhira.
"Sudah aku duga. Dulu Andhika bisa dengan santainya berselingkuh dengan Selena, apa karena dia tidak berbuat jahat sama kamu?" tanya Argani tersenyum mengejek.
"Mas Dhika sejak awal sudah mengatakan kalau dia sudah mempunyai kekasih dan aku sudah menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Maka dari awal aku sudah memposisikan diriku sebagai orang yang bersalah. Meski aku berusaha melakukan tugas istri dengan baik, tetap saja tidak dihargai olehnya," jawab Andhira.
"Mas Dhika juga tidak pernah melakukan KDRT sama aku. Dia cuma cuek dan tidak begitu berinteraksi dengan aku. Jadinya kita sama-sama diam dan tidak mengusik kehidupan kita masing-masing," lanjut wanita berambut panjang.
"Yah, tidak bisa dipungkiri kalau awal-awal pernikahan aku dan Mas Dhika, aku sering menangis karena berpikir ini bukan sebuah pernikahan. Seharusnya aku dan Mas Dhika tidak menjalani biduk rumah tangga dengan saling diam dan cuek, tetapi berusaha menerima satu sama lain," tambah Andhira mengingat masa-masa sedih di awal menapaki kehidupan rumah tangga.
"Sebenarnya tidak beda jauh dengan kehidupan rumah tangga yang sedang aku jalani saat ini. Mas Gani juga sama seperti Mas Dhika, dingin dan cuek. Bedanya, Mas Dhika punya kekasih, sedangkan Mas Gani, tidak punya," tutur ibu dari Arya yang menohok perasaan sang suami.
Argani merasa tidak terima dengan ucapan Andhira yang menyamakan dirinya dengan mendiang sang adik. Dia melihat kalau Andhika itu anak pemberontak dan suka berbuat seenaknya sendiri. Terkadang dia harus turun tangan untuk mengatasi masalah yang sudah dibuat olehnya.
Memang benar dia tidak berselingkuh, karena dia punya alasan kenapa tidak berusaha untuk dekat dengan Andhira atau menjalankan tugasnya sebagai seorang suami. Kondisi tubuh laki-laki itu tidak bisa memberikan nafkah batin untuk sang istri. Dia takut jika rahasianya terbongkar, Andhira akan memandang dirinya hina, seperti yang dilakukan oleh mantan istrinya.
"Bukannya sejak awal kita sepakat untuk tidak saling terlibat urusan masing-masing. Toh, pernikahan ini akan berlangsung sampai kamu menemukan laki-laki yang dirasa cocok untuk dirimu dan ayah bagi Arya," ujar Argani.
Andhira menghela napas. Di berharap dirinya tidak akan menikah lagi untuk yang ketiga kalinya. Siapa yang suka kawin cerai dalam hidupnya. Dia yakin kebanyakan orang ingin menikah sekali seumur hidupnya, terutama para wanita. Mereka berharap bisa berjodoh di dunia sampai akhirat dengan pasangannya, nanti.
Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah menghabiskan makanannya. Andhira memeriksa popok putranya takut sudah penuh. Bayi itu tidur begitu lelap, dia memandangi wajah Arya dengan penuh kasih sayang.
"Mas Dhika, kenapa kamu pergi dengan begitu cepat? Padahal kita baru saja dekat sebagai pasangan suami-istri," ucap Andhira bergumam.
Di sela kesedihannya kehilangan suami, wanita itu senang karena hubungan mereka sedang dalam keadaan baik. Walau baru satu bulan, tetapi memberikan banyak kenangan indah.
Sedih, sakit, parah hati, dan kehilangan, itu yang dirasakan oleh Andhira ketika mengetahui Andhika meninggal. Di saat-saat terakhir hidupnya, laki-laki itu masih sempat memikirkan dirinya dan calon buah hati mereka.
Andhika juga sempat mengucapkan permintaan maaf kepadanya. Satu kalimat yang diucapkan oleh sang suami untuk pertama dan terakhir kalinya, "Terima kasih sudah menjadi istriku."
Jika di awal-awal pernikahan mereka, Andhika selalu ketus jika bicara. Namun, belakangan sebelum kematiannya, laki-laki itu selalu bertutur kata dengan baik dan lembut. Perhatian kepadanya dan calon anak mereka. Kamar bayi, dia juga yang menyiapkan. Lalu, ikut pergi ke dokter kandungan untuk melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangannya.
Sungguh satu bulan itu Andhira bisa merasakan kebahagiaan mempunyai seorang suami. Rasanya dia seperti mimpi saja saat sikap Andhika benar-benar berubah 180 derajat memperlakukan dirinya.
***
Pagi-pagi Andhira sudah selesai memandikan Arya, lalu mengajaknya berjemur sambil menyuapi. Dia memang setiap hari melakukan itu.
Sementara Mbok Karti memasak untuk sarapan dan Bi Surti membereskan rumah. Mang Karyo membersihkan halaman dan menyiram pohon.
Argani punya kebiasaan lari pagi, lalu dilanjutkan dengan gym di ruangan khusus. Laki-laki itu selalu menerapkan pola hidup sehat.
"Mbok, ASI untuk Arya, aku stok agak banyak. Perut dia sedang bermasalah, jadi jangan dulu dikasih susu formula banyak-banyak," kata Andhira.
"Baik, Bu," balas wanita paruh baya itu.
"Aku berangkat dulu ke kampus, Mbok. Kalau ada apa-apa sama Arya, cepat hubungi aku," ucap Andhira.
"Baik, Bu."
Ketika Andhira hendak menaiki motornya, Argani keluar rumah. Lalu, dia mencium tangan suaminya.
Awalnya Argani merasa risih dengan tindakan Andhira ini. Namun, lama kelamaan sudah biasa. Terkadang dia sengaja menunggu sang istri untuk menghampiri dirinya dan berinisiatif terlebih dahulu untuk mencium tangannya.
"Aku berangkat kuliah, Mas," kata Andhira.
"Hm." Sering seperti ini reaksi Argani. Atau kalau sedang bagus mood-nya akan balas, "Ya".
Perjalanan dari rumah ke kampus sekitar 30 menit. Andhira memarkirkan motornya di area khusus parkir kendaraan beroda dua.
"Dhira!"
Andhira menoleh dan melihat ada Yura, temannya. Lalu, keduanya berjalan menuju fakultas ekonomi.
"Ada Pak Dimas," bisik Yura ketika melihat dosen mereka baru turun dari mobilnya.
Andhira melihat ke arah yang ditunjuk oleh Yura. Dosen yang paling diidolakan oleh pada mahasiswa di kampus terkenal ini. Selain memiliki wajah tampan dan tubuh yang macho, laki-laki itu juga merupakan anak dari seorang konglomerat di negeri ini.
Dimas menoleh dan melihat ke arah Andhira. Dia tahu kalau perempuan itu adalah salah satu mahasiswanya. Wajah Andhira yang cantik dan tubuhnya bak model internasional, sejak pertama kali bertemu sudah mencuri perhatiannya.
"Selamat pagi, Pak!" ucap Andhira dan Yura bersamaan.
"Selamat pagi," balas Dimas sambil tersenyum sehingga menambah ketampanannya.
"E, Andhira ...." Dimas memanggil. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak jadi karena ada beberapa mahasiswa memanggil dirinya.
"Iya, Pak," balas Andhira.
"Tolong beri tahu teman-teman kamu agar tidak lupa dengan tugasnya," ucap Dimas dengan gugup.
"Baik, Pak," balas Andhira.
Beberapa mahasiswa memandang sinis kepada Andhira. Mereka merasa iri kepada wanita yang dipanggil namanya oleh dosen itu.
"Mahasiswa baru sudah mulai ganjen sama dosen," celetuk salah seorang wanita yang sedang berkumpul di dekat lorong.
Andhira mencoba mengabaikan mereka. Karena tidak ingin mencari masalah dengan mahasiswa lain.
"Mereka itu iri sama kamu," bisik Yura dan Andhira hanya ber-oh saja.
"Kayaknya Pak Dimas suka sama kamu, deh! Ketika mengajar juga suka curi-curi pandang sama kamu," lanjut Yura.
"Hah! Benarkah?" Andhira tidak menyadari itu.
***