"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Penagihan Uang
Setelah mereka berpakaian dan bersiap untuk keluar, Lily tidak bisa menahan diri untuk tidak mengingat kesepakatan mereka yang baru saja dibicarakan. Ia menatap Rian dengan tatapan nakal, berusaha mengingatkan tentang pembayaran yang dijanjikan.
“Eh, Rian,” Lily mulai sambil menggoda, “eh, uang 1 juta 500 yang kita obrolin tadi, udah disiapin belum?”
Rian mengernyitkan dahi, tampak sedikit kaget. “Oh, itu? Iya, iya, aku ingat. Tapi…,” ia berpura-pura berpikir keras, “apa kamu yakin mau angka segitu? Itu kan lumayan besar.”
Lily tertawa, “C’mon, Rian! Kamu tahu aku butuh itu untuk belanja. Dan kita sudah sepakat, kan? Atau jangan-jangan kamu keberatan?”
Rian menggelengkan kepala. “Tentu saja tidak! Aku tidak keberatan, hanya saja…,” ia melanjutkan dengan senyuman, “apakah kamu yakin ini semua hanya untuk belanja?”
Lily mengangkat alisnya, pura-pura bingung. “Ya ampun, Rian! Ini semua untuk penampilan, supaya aku bisa terlihat lebih menarik! Kamu kan mau melihatku selalu menawan.”
“Baiklah, baiklah,” Rian akhirnya menyerah sambil mengeluarkan dompetnya. “Aku akan memberimu uang itu, tapi… ada syaratnya.”
“Syarat? Apa lagi?” Lily bertanya, merasa penasaran.
“Setelah kita selesai dengan transaksi ini, kita harus merayakannya. Mungkin makan malam atau sesuatu yang spesial?” Rian menyarankan.
“Deal! Tapi sekarang kasih dulu uangnya,” Lily menjawab sambil tersenyum lebar, senang dengan tawaran Rian.
Rian mengeluarkan uang tunai dari dompetnya, lalu menyerahkannya kepada Lily. “Ini dia, 1 juta 500. Semoga itu cukup untuk belanja kamu.”
Lily menerima uang tersebut dengan gembira, matanya bersinar. “Makasih, Rian! Kamu memang baik hati,” ucapnya dengan nada genit.
“Ya, ya. Yang penting kamu puas, Lil. Jangan lupa beli barang yang bikin kamu makin cantik!” Rian berusaha mengingatkan, sambil sedikit tersenyum.
“Tenang saja, semua yang aku beli pasti akan membuatku makin hot. Dan itu semua untuk kamu juga,” balas Lily sambil melambai-lambaikan uang di tangannya.
Rian hanya bisa tertawa melihat tingkah Lily. “Oke, sekarang kita harus pergi sebelum ada yang nyari kita.”
Dengan uang di tangan dan semangat yang tinggi, mereka berdua melangkah keluar dari kamar, siap untuk menghadapi petualangan baru. Dalam perjalanan menuju tempat belanja, Lily sudah mulai merencanakan apa saja yang ingin dibeli.
“Kalau aku beli gaun baru, menurutmu warna apa yang cocok?” tanya Lily sambil melirik Rian.
“Warna merah. Itu pasti bikin kamu terlihat lebih menawan dan berani,” jawab Rian percaya diri.
“Wah, kamu tahu selera fashion juga ya? Pasti sering lihat cewek-cewek cantik di mall,” Lily menggoda.
Rian tertawa, “Iya, dan kebetulan kamu salah satu yang paling aku suka.”
“Makin manis aja kamu, Rian,” Lily berkata sambil melirik manja.
Saat mereka tiba di mall, Lily tidak bisa menahan diri untuk segera masuk ke butik-butik yang menarik perhatiannya. Dia berkeliling, melihat berbagai pakaian dan aksesoris yang memikat.
“Lil, kalau kamu sudah merasa puas, kita bisa pergi makan, ya?” Rian mengingatkan.
“Gak masalah! Aku butuh waktu untuk memilih yang terbaik,” jawab Lily, terlihat sangat antusias saat mencobai berbagai gaun.
Setelah beberapa saat mencari, Lily akhirnya menemukan gaun merah yang sempurna. Dia terlihat sangat cantik saat memakainya, dan Rian tidak bisa menahan diri untuk memuji.
“Wow, itu benar-benar cocok untukmu! Kamu terlihat luar biasa!” Rian berkomentar dengan tulus.
Lily tersenyum bangga, “Makasih, Rian! Ini semua karena kamu. Uang yang kamu kasih sangat berarti buatku.”
Setelah Lily membeli beberapa barang, mereka melanjutkan ke tempat makan. Sambil menikmati makanan, mereka berbicara dan tertawa, saling bercerita tentang hal-hal lucu yang mereka alami.
“Jadi, ini yang disebut merayakan transaksi?” tanya Rian sambil menggigit burgernya.
“Betul! Kita harus sering-sering merayakan seperti ini. Hidup terlalu singkat untuk tidak menikmati setiap momen,” jawab Lily dengan semangat.
“Setuju! Dan kamu harus selalu ingat, aku siap untuk jadi ‘pelanggan’ setia kamu,” Rian menggoda, mengedipkan mata.
Lily tertawa lepas, merasa senang dengan suasana hati yang ringan ini. “Selama kamu mau membayar, aku akan selalu siap melayani,” jawabnya, mengangkat gelas minum mereka untuk bersulang.
Malam itu berakhir dengan kebahagiaan dan tawa, menyisakan kenangan yang tak terlupakan bagi mereka berdua. Saat mereka pulang, keduanya tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan masih banyak petualangan seru yang menunggu mereka di depan.
Sementara itu, dalam hati Rian berkata, "Ooo dasar tlembuk!! Tapi kamu memang benar-benar nikmat, Lily. Aku gak tau bisa terlena padamu, lidahmu sungguh sangat enak rasanya." Pikiran itu terus mengalir dalam benaknya, mengingat momen-momen intim mereka sebelumnya. Rian tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum saat mengingat bagaimana Lily mampu membuatnya merasa hidup dan bersemangat.
Setibanya di kosan, mereka berdua duduk di sofa, masih merasakan getaran dari malam yang menyenangkan itu. Lily bersandar ke bahu Rian, membuat Rian merasa semakin nyaman.
“Rian, terima kasih untuk hari ini. Semua ini sangat menyenangkan,” ucap Lily sambil tersenyum lembut.
“Enggak masalah, Lil. Aku senang bisa menghabiskan waktu bersamamu. Ini pasti akan jadi salah satu malam yang tidak akan aku lupakan,” jawab Rian, mengusap lembut rambut Lily.
Senyum di wajah Lily semakin lebar, seolah tahu bahwa keduanya telah terikat dalam kesepakatan yang lebih dari sekadar transaksi. Malam itu menjadi awal dari berbagai keseruan yang akan mereka lalui bersama.
Setelah menikmati makan malam yang menyenangkan, suasana di kosan Lily terasa hangat dan penuh tawa. Rian masih duduk di sofa sambil memandangi Lily yang sibuk menata barang belanjaan barunya. Tiba-tiba, pintu kosan terbuka lebar dan masuklah Dinda dan Tika dengan penuh semangat.
“Hai, apa kabar, teman-teman?” seru Dinda dengan senyum lebar, diikuti Tika yang tampak ceria.
Lily dan Rian terkejut melihat kedatangan mereka. Lily langsung berdiri, berusaha menutupi kebisingan suasana hatinya. “Eh, kalian kapan datang? Nggak ada kabar!” ucapnya sambil berusaha tampak santai.
Tika dan Dinda tertawa, “Kami lagi jalan-jalan, eh kebetulan lewat sini. Mungkin bisa ikutan seru-seruan?” Tika menjawab dengan nada ceria.
Lily tidak mau kalah, ia pun dengan genit menampol bokong Dinda dan Tika, “Kalian berdua, jangan sembarangan masuk! Nanti bisa-bisa ketahuan, loh!”
Dinda dan Tika terkejut dengan perlakuan Lily. “Aduh, Lily! Gila kamu! Kita baru saja masuk, sudah diperlakukan kayak gini!” Dinda berkomentar sambil tertawa.
“Ya, kalian kan sudah tahu bagaimana caranya bersenang-senang. Sekarang kita semua harus ikut merayakan malam ini!” jawab Lily, semakin bersemangat.
Rian hanya bisa tersenyum melihat keributan di depan matanya. “Ayo, Dinda, Tika. Kalian mau ikutan seru-seruan apa? Mungkin karaoke lagi?”
“Yuk! Karaoke! Kita bisa lanjutkan seru-seruan malam ini!” Tika berteriak excited.
“Eh, jangan lupa, kita punya segudang cerita seru juga dari karaoke kemarin!” Dinda menambahkan.
“Baiklah, tapi kita harus pakai cara yang berbeda. Aku mau ada tantangan malam ini!” Lily bersikeras, merasa ingin menggoda suasana.
Mereka semua sepakat untuk mengadakan tantangan kecil. Lily mengusulkan agar mereka saling bercerita tentang pengalaman lucu atau memalukan saat karaoke kemarin. Dinda dan Tika langsung setuju dan tampak antusias.
“Siapa yang mau mulai?” tanya Rian, merespons semangat mereka.
“Lily, kamu mulai saja. Kan kamu yang paling jago dalam hal ini,” kata Dinda.
“Baiklah, jadi aku mau cerita tentang Tika yang kentut bau telur busuk saat kita nyanyi!” Lily mulai bercerita sambil tertawa.
“Aduh, jangan mulai lagi!” Tika merasa malu, meskipun dia tidak bisa menahan tawanya.
Dinda dan Rian ikut tertawa terbahak-bahak mendengar cerita tersebut. “Itu benar-benar momen yang tak terlupakan!” kata Rian, sementara Tika hanya bisa tertawa sambil menutup wajahnya.
Setelah cerita lucu dari Lily, Dinda mengambil alih dan bercerita tentang momen ketika dia hampir tersandung saat berjalan ke panggung karaoke. “Aku benar-benar merasa konyol saat itu! Semua orang menatapku,” ucapnya dengan nada dramatis, membuat semua orang tertawa lagi.
Tika kemudian menyusul dan menceritakan tentang bagaimana dia sempat salah menyanyikan lirik lagu favoritnya. “Aku nyanyi dengan percaya diri, eh ternyata salah! Malu banget!”
Semua tertawa mendengar pengalaman satu sama lain. Suasana di kosan menjadi semakin hangat dengan tawa dan canda, seolah-olah mereka sedang merayakan momen-momen lucu yang mengikat persahabatan mereka.
Setelah beberapa lama bercerita dan tertawa, Lily merasakan suasana yang sangat menyenangkan ini. “Kalian semua seru! Kenapa kita tidak buat ini jadi rutinitas? Setiap minggu, kita bisa berkumpul dan berbagi cerita,” usul Lily.
“Setuju! Aku sangat suka dengan ide itu,” jawab Dinda antusias.
Rian yang mendengarkan usulan itu hanya mengangguk setuju. “Kita bisa menjadikannya tradisi! Mungkin sambil karaoke, atau nonton film bareng,” katanya.
“Tapi jangan lupa, kalau mau karaoke lagi, Tika tidak boleh kentut ya!” Lily menambahkan sambil tertawa, menggoda Tika lagi.
Mereka semua tertawa terbahak-bahak, melupakan semua kepenatan hari ini. Dalam hati, Rian bersyukur memiliki teman-teman seperti mereka. Dia merasa momen seperti ini sangat berharga dan menjadi kenangan indah.
Setelah beberapa saat bercanda dan bercerita, suasana di kosan kembali tenang. Lily tersenyum lebar melihat Rian, merasa bahagia karena malam ini tidak hanya tentang mereka berdua, tetapi juga tentang persahabatan yang semakin erat.
“Eh, gimana kalau kita buat tantangan karaoke di sini?” Tika tiba-tiba mengusulkan.
“Bagus! Kita bisa pakai speaker dan mikrofon yang ada,” jawab Dinda.
“Ayo! Sekarang juga!” Lily langsung bergerak menuju perangkat karaoke.
Mereka mulai menyanyikan lagu-lagu kesukaan masing-masing, beraksi di depan teman-teman mereka dengan semangat. Suara tawa dan nyanyian menggema di seluruh kosan, membuat mereka semua lupa akan masalah sehari-hari.