Aira menikah dengan pria pujaannya. Sayang, Devano tidak mencintainya. Akankah waktu bisa merubah sikap Devan pada Aira?
Jaka adalah asisten pribadi Devan, wajahnya juga tak kalah tampan dengan atasannya. hanya saja Jak memiliki ekspresi datar dan dingin juga misterius.
Ken Bima adalah sepupu Devan, wajahnya juga tampan dengan iris mata coklat terang. dibalik senyumnya ia adalah pria berhati dingin dan keji. kekejamannya sangat ditakuti.
Tiana adalah sahabat Aira. seorang dokter muda dan cantik. gadis itu jago bela diri.
Reena adik Devan. Ia adalah gadis yang sangat cerdas juga pemberani. dan ia jatuh cinta pada seseorang yang dikenalnya semasa SMA.
bagaimana jika Jak, Ken, Tiana dan Reena terlibat cinta yang merumitkan mereka.
Devan baru mengetahui identitas Aira istrinya.
menyesalkah Devan setelah mengetahui siapa istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IJINKAN AKU MENCINTAIMU 13
Cerita ini memiliki efek baper dan sedikit menjengkelkan.
*****
Ketika Devan dan Aira tengah mengatur napas mereka. Terdengar suara deheman dari pintu. Mereka berdua menoleh.
Rendra tersenyum kikuk. Mengusap tengkuknya canggung. Sungguh kini ia tengah berjuang menetralkan degupan jantungnya yang menggila. Wajah tampannya sedikit pias saat ditatap oleh Devan, dingin.
"Selamat siang. Maaf mengganggu tapi, sekarang adalah pemeriksaan terakhir," ujar Rendra sambil tersenyum, terpaksa.
Devan memalingkan wajahnya saat tangan Rendra nampak menyentuh kulit dada istrinya. Rahangnya mengeras hingga bunyi gemelutuk, karena gigi beradu.
Suasana makin mencekam saat Rendra menyibak sedikit pakaian Aira di bagian perut.
Rendra yakin. Sangat yakin dan seyakin-yakinnya jika pria yang berdiri tak jauh darinya menahan geram. Terlebih Rendra, mengatup satu tangan di atas perut Aira dan satunya mengetuk di atas tangannya tadi.
Rendra menelan Saliva dan mengusap keringat dingin yang menetes di kening. Sedangkan perawat yang bersamanya tampak berdiri kaku.
Aira apa lagi. Ia begitu sangat ketakutan pada suasana yang tercipta di ruangan tempat ia dirawat. Baru kali ini aura membunuh tercipta saat dokter memeriksanya.
"Hmmm ... bagaimana keadaannya Dok. Apa istri saya bisa pulang sekarang?" Tanya Devan datar.
Suasana sedikit rileks, walau masih terasa dingin. Rendra tersenyum kaku.
"Ya, pasien boleh pulang. Dalam foto ronsen yang Saya terima. Tidak ada tulang patah, retak maupun bergeser dari tempatnya. Bahkan otot-ototnya sangat baik. Hanya memar di punggung saja yang masih harus diberi pengobatan rutin," jelas Rendra dengan suara sedikit bergetar.
Devan mengangguk. Ia menatap Aira lembut. Gadis itu tercenung juga terheran. Untuk pertama kalinya sang suami menatapnya demikian.
"Baik. Setelah Anda membereskan administrasi. Anda bisa pulang membawa pasien," ujar perawat tiba-tiba menyela.
"Maksudmu, Saya tidak mampu membayar administrasi begitu?!" Tanya Devan tajam.
Perawat menelan saliva. Ia salah bicara. "Ma-maaf Tuan. Mak- maksud Say ...."
"Ck ... Saya paham," potong Devan cepat.
"Baik. Kalau begitu kami permisi semoga lekas sembuh, Nona," ujar Rendra sambil menundukkan kepalanya hormat dan tersenyum ramah pada Aira.
"Terima kasih, Dok," ujar Aira membalas senyuman sang dokter tak kalah ramah.
Deg!
Rendra tertegun melihat senyum manis Aira. Tapi sesegera mungkin ia mengenyahkan pikirannya, sebelum pria yang berstatus suami itu menyadari perasaan Rendra. Kemudian ia dan perawat pun pergi meninggalkan sepasang suami istri itu.
"Halo ... Jaka. Bisa kau bayar admistrasi rumah sakit. Sudah kukirim tagihannya," ujar Devan memberi perintah melalui ponselnya dan langsung memutuskan sambungan teleponnya.
Hanya selang satu menit. Sebuah nada notifikasi masuk ke ponsel Devan. Pria itu langsung menyentuh layar, tampak melihat isi pesan. Mengetik sesuatu, kemudian ia menaruh benda pipih itu ke kantung celananya.
"Semua sudah beres. Kita pulang," ujar Devan. "Ganti bajumu. Ini, Aku sudah siapkan."
Devan memberi satu paper bag warna coklat berlogo sebuah butik ternama. Aira menerimanya. Ketika membuka isinya. Gadis itu sedikit terkejut. Sebuah mini dress berlengan siku, warna biru laut dengan bentuk A-line bergelombang. Ada aksen bunga matahari menghias bagian bawah roknya.
Aira berdiri perlahan. "Mau kemana Kamu?"
Gadis itu menoleh ke asal suara. "Mau ke kamar mandi. Ganti baju," jawabnya polos.
Mata Aira yang mengerjap bingung, membuat Devan gemas.
"Sini, Aku bantu," ujarnya langsung memapah tubuh istrinya.
"Tid ... baik lah," baru saja Aira ingin menolak bantuan dari suaminya. Tapi pria itu langsung menggenggam tangan kiri Aira dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan Devan merengkuh pinggang ramping Aira. Jantung Aira serasa copot.
Sampainya di depan kamar mandi, gadis itu bertanya dengan suara lirih dan sedikit bergetar. "Mama sama Papa nggak datang, Tu ...."
"Sekarang kamu panggil aku dengan sebutan Mas," titah Devan, datar dan dingin.
"Hah?''
Bersambung.
Acie-cie ... Mas Devan nih yeee 😂😂😂.
alurnya bagus,cm terlalu banyak flashbacknya