Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Engghh kepalaku!" Stevano bangun dan terkesiap karna ada di kamar yang asing, ia memeriksa pakaian nya masih lengkap. Pria itu menghela nafas lega.
"Aiish bau sekali!" Stevano melangkah ke kamar mandi, tidak tahan dengan bau tubuhnya sendiri, ia termenung di bawah guyuran shower menatap tubuhnya sendiri, Stevano memikirkan hal gila yang ia lakukan kemarin.
"Bodoh! bodoh! untuk apa aku mengemis begitu, menjadikan!" kini Stevano menyesalinya. Harusnya ia bisa merelakan Juwita, bukan bertingkah bodoh seperti kemarin, mungkin gadis itu semakin ilfeel padanya sekarang. "Aarrggh! bodoh! bodoh!"
Stevano menyelesaikan mandinya dengan cepat, ia lupa momen penting malam tadi, harusnya ia cepat pulang dan merayakan pesta ulang tahun ayahnya. Pria tua itu pasti merajuk sekarang.
Ceklek.
"Ah!" Teriak Stevano, ia cepat-cepat menutupi tubuh bagian atas karena begitu membuka pintu, pria itu di suruh wajah datar sekretarisnya.
"Kau! apa tidak bisa mengetuk pintu! bagaimana jika aku keluar tidak memakai handuk hah! dasar mesum!" Seru Stevano mirip anak gadis.
"Biasa saja." Yuna menatap tubuh Stevano dari atas sampai bawah.
"Apa!" Stevano merasa tersinggung dengan cara Yuna menatap tubuhnya, seolah tubuhnya tidak ada menarik-nariknya sama sekali. Padahal ia rajin workout dan ngegym juga.
Dasar sekretaris sialan!
"Ah, sudahlah cepat Tuan muda. Kita harus kembali ke Jakarta. Ini pakaian dan sarapannya. Saya tunggu." Yuna melirik jam kecil di pergelangan tangannya. "20 menit dari sekarang."
"Apa! Hei kau! Aku bosnya! kenapa kau jadi mengaturku!" Teriak Stevano emosi.
"Simpan tenaga Tuan untuk bertemu klien nanti. Saya permisi." Yuna melenggang pergi setelahnya.
"Kau! Hei Yuna!"
Brak.
"Dasar wanita sinting."
Stevano langsung masuk kamar mandi jaga-jaga jika sekretaris yang menurut nya menyebalkan itu melihat tubuh indahnya.
***
"Cepat jalan!"
"Baik."
Yuna mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia sedikit melirik Tuan muda dari kaca spion di atasnya. Pria itu kelihatan melamun lagi Stevano pasti sedang memikirkan gadis bernama Juwita lagi.
"Kita ke rumah dulu." ucap Stevano tanpa melihat ke arah Yuna, pandangannya terus menatap jendela samping mobil.
"Baik."
Dua jam kemudian mereka sampai di rumah. Stevano memasuki kediaman milik orang tuanya yang siang itu masih sepi.
"Pa..."
"Ingat pulang juga kau, Nak..." Stevano memeluk Ayahnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. "Semoga papa panjang umur ya, Pa."
"Hhmm sebenarnya papa lebih pengen liat kamu menikah sih." gurau Wira membuat Stevano jengah.
"Suruh Riana menikah saja pa. Kenapa minta padaku?"
"Hei kau anak pertama, harusnya kau dulu yang menikah! tidak malu sudah di langkah Stevany?"
"Belum ada calon pa."
"Ckck, jika kelakuan mu begini tidak ada yang May mendekati mu, Nak..."
"Maksudnya?"
"Ini matamu! jangan selalu menatap tajam begitu, papa sendiri juga takut, Vano."
"Memangnya papa pikir Vano menurun dari siapa?: Wira terkekeh, ia merangkul sang putra menuju meja makan. Ia tahu putranya pasti belum makan.
"Makan Vano, kamu kurus sekali sih, makannya menikah."
"Apaan sih, pa. Gak ada hubungannya. Vano lagi diet."
Wita datang dari arah dapur membawa hasil masakannya. Ia kaget ternyata anak sulungnya sudah pulang. "Vano semalam kamu darimana?" Wita mencubit pinggang anaknya gemas.
"Sakit Ma ..."
"Makanya kalau pulang telat tuh ngomong, jadi orang rumah nggak khawatir."
"Bukannya Yuna udah ngomong yah?"
"Yuna Yuna! dia lebih tua dari kamu Vano. Panggil mbak!" Tegur Wita pada anak sulung nya.
"Dih malas! dia kan bawahanku!"
"Sudah, sudah. Ayo kita makan!" Wira melerai perdebatan anak dan istrinya karena tidak baik berdebat di depan makanan.
Stevano mengambil piring dan mengisi nya, di hotel tadi dia tidak sempat sarapan gara-gara sekretaris menyebalkan itu yang memberi dia waktu 20 menit, sekarang perut nya terasa perih.
"Yang lain pada kemana, ma?"
"Ada, lagi di kamar."
"Ngapain?"
"Ngga tahu, dari pagi ngga keluar-keluar. Adikmu Vani lagi ada urusan di rumah mertuanya. Sedangkan Riana di kamar sejak pagi."
Tidak lama Yuna datang, dan menunduk hormat pada Wita dan Wira. "Tuan kita harus ke kantor."
"Kau tidak lihat aku sedang apa?" Stevano makan dengan brutal.
"Nak."
"Dia ngeselin ma! kenapa sih harus dia yang jadi sekretaris Vano? kaya yang gak ada yang lain aja." Wita menatap permohonan maaf pada Yuna atas sikap anaknya.
"Yah nggak usah kesal begitu."
"Ck cepat!" Stevano hanya makan dua suap kemudian melangkah pergi lebih dulu. Yuna mengangguk lagi pada Wita dan Wira berpamitan.
***
Riana menatap alat-alat make up di depannya yang baru aja di beli, jujur ia sama sekali tidak tahu apa kegunaan semuanya. Ia hanya tahu bedak atau Lipstik selebihnya nol besar, ia tidak tahu.
Riana memutuskan untuk merubah penampilannya seperti Stevano agar Stevano melihatnya. Sejak lama ia menyukai kakak angkatnya itu. "Ini apa lagi?" Riana menatap aneh benda seperti pensil di tangannya. "Ah pusing!" sejak pagi ia melihat tutorial di yout*be namun sejak tadi gadis tomboy itu tidak mengerti.
Ceklek.
"Na curhat dong..." Stevani langsung berbaring di ranjang dan menceritakan masalahnya sampai Riana bingung sendiri karena Stevani tidak memberi ruang untuk menyela sama sekali.
"Duh nyebelin kan! duh racun mematikan apasih? pengen aku kirim ke neraka aja tuh orang."
"Hust, itu mertua kamu Vani!"
"Habisnya nyebelin, aku udah sabar selama ini."
"Ya mau gimana lagi? kamu harus banyak sabar Vani, kalau bisa suruh Devan beli rumah sendiri biar kamu gak dipaksa terus tinggal di sana."
"Huh Devan gak bisa di harapkan. Nyesel sekali nikah muda." Tau kalau begini, ia nyesel nerima lamaran Devan.
"Sabar," Stevani mendesah kasar lalu menatap Riana yang sibuk di meja rias sejak tadi.
"Kamu ngapain sih?"
"Ini Vani aku pengen belajar make up."
"Serius Na? sini aku ajarin."
"Tapi aneh gak sih?"
"Nggak lah." Stevani dengan lincah mendadani saudaranya ia jadi sedikit melupakan masalahnya sejenak. "Vani jangan menor!"
"Udah kamu percaya deh, andai aku belum nikah aku pasti udah jadi Mua terkenal." Stevani berandai-andai.
"Hhmm jangan gitu, emang kamu nyesel punya Sheril dan Axel?"
"Ya enggak sih, ah udah ah jangan bahas itu lagi. Jadi bad mood."
Beberapa menit kemudian.
"Ya ampun Na! kamu cantik banget."
Stevani tak percaya dengan kemampuan tangannya sendiri bisa mendadani Riana sampai membuatnya pangling. "Masa sih! kok kayak aneh gitu." Riana masih tidak percaya diri.
"Gak lah, mulai besok kamu harus tampil kayak gini,ok!" Riana hanya tersenyum tipis, dalam hati ia bertanya-tanya apa Stevano akan menyukainya jika ia tampil cantik?
Ah dia mulai gila lagi, Riana sudah setahun terakhir merasa ada yang aneh dalam dirinya. "Ia menyukai kakak angkatnya, Stevano Dean Anggara.
"Keluar yuk!"
"Kemana?"
"Kemana?"
"Ngapain? bosen."
"Ya lihat-lihat aja lah! yuk mumpung bocil ada yang jagain mama" Sudah lama sekali Stevani tidak menyenangkan dirinya sendiri.
"Ya udah yuk, tapi jangan lama-lama."
"Siap!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...