NovelToon NovelToon
Cinta Dalam Setumpuk Skripsi

Cinta Dalam Setumpuk Skripsi

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Idola sekolah
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: orionesia

Aldo, seorang mahasiswa pendiam yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, tiba-tiba terjebak dalam taruhan gila bersama teman-temannya: dalam waktu sebulan, ia harus berhasil mendekati Alia, gadis paling populer di kampus.
Namun, segalanya berubah ketika Alia tanpa sengaja mendengar tentang taruhan itu. Merasa tertantang, Alia mendekati Aldo dan menawarkan kesempatan untuk membuktikan keseriusannya. Melalui proyek sosial kampus yang mereka kerjakan bersama, hubungan mereka perlahan tumbuh, meski ada tekanan dari skripsi yang semakin mendekati tenggat waktu.
Ketika hubungan mereka mulai mendalam, rahasia tentang taruhan terbongkar, membuat Alia merasa dikhianati. Hati Aldo hancur, dan di tengah kesibukan skripsi, ia harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan Alia. Dengan perjuangan, permintaan maaf, dan tindakan besar di hari presentasi skripsi Alia, Aldo berusaha membuktikan bahwa perasaannya jauh lebih besar daripada sekadar taruhan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak di Balik Kegelapan

Setelah beberapa saat hanya terdengar suara napas yang terengah-engah, Alia mencoba menenangkan dirinya. Puing-puing bangunan yang runtuh perlahan tertutup debu di belakang mereka, dan udara malam terasa semakin dingin, menciptakan suasana mencekam yang tak pernah Alia bayangkan akan dialaminya. Rio bersandar di bahunya, masih berusaha untuk berdiri tegak meski luka di tubuhnya belum sembuh. Rendra dan Aldo berjongkok di dekat mereka, mencoba mengatur napas sambil memandang ke arah gedung yang hancur. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka, seolah tak satupun dari mereka percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

“Apa... sekarang sudah selesai?” Alia bertanya pelan, meski dia tahu jawabannya tidak semudah itu.

Rendra menggelengkan kepala, matanya masih terpaku pada kegelapan di depan mereka. “Belum. Orang itu masih di luar sana. Dan gue nggak yakin dia akan berhenti begitu saja.”

Aldo berdiri, mengibaskan debu dari pakaiannya, lalu mendekat ke Alia dan Rio. “Kita harus segera bawa Rio ke rumah sakit. Gue nggak mau dia kenapa-kenapa gara-gara ini.”

Alia mengangguk setuju, meski di dalam hatinya ada perasaan takut yang masih menggantung. Sosok pria misterius itu—bagaimana mungkin dia bisa begitu kejam? Apakah benar ini semua hanya permainan bagi dia, atau ada sesuatu yang lebih dalam di balik semua tindakannya?

“Gue akan bawa mobil ke sini,” kata Rendra sambil mengambil ponselnya. “Tunggu sebentar.”

Saat Rendra berjalan menjauh, Alia merasakan kehadiran lain di dekatnya. Instingnya mengatakan bahwa mereka belum sepenuhnya aman, meski pria itu sudah tidak terlihat. Jantungnya berdebar kencang, dan ia memegang erat tangan Rio, seolah takut pria itu akan kembali dan mengambil sesuatu yang lebih berharga dari mereka.

“Kamu baik-baik aja?” Alia berbisik pada Rio.

Rio mengangguk pelan, meski wajahnya masih terlihat pucat. “Aku... aku akan baik-baik saja. Terima kasih, Alia... kamu nggak ninggalin aku.”

“Jangan ngomong begitu,” balas Alia, air matanya hampir jatuh. “Aku nggak akan pernah ninggalin kamu.”

Aldo menatap mereka dengan pandangan penuh kekhawatiran, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Situasi ini terlalu berat untuk dibahas sekarang. Yang penting, mereka semua selamat—untuk saat ini.

Rendra kembali beberapa menit kemudian dengan mobil, dan dengan hati-hati mereka membantu Rio masuk ke kursi belakang. Alia duduk di sampingnya, sementara Aldo duduk di depan bersama Rendra. Mereka semua terdiam saat mobil melaju meninggalkan gedung tua yang kini hanyalah reruntuhan. Namun, di dalam hati mereka, tak ada yang bisa benar-benar merasa lega.

Ketika mereka tiba di rumah sakit, Rio segera dibawa ke ruang gawat darurat. Alia duduk di ruang tunggu, matanya menatap kosong ke lantai. Perasaan cemas yang tadi menyesakkannya belum hilang. Pria itu, siapa dia sebenarnya? Kenapa dia begitu terobsesi untuk menyakiti mereka? Dan yang paling membuat Alia takut, apakah ini semua benar-benar sudah berakhir?

Aldo mendekati Alia, lalu duduk di sebelahnya. “Lo harus tenang. Rio akan baik-baik saja.”

“Tapi Aldo, gue nggak ngerti,” ucap Alia pelan. “Kenapa orang itu ngeburu kita? Kenapa dia nargetin Rio?”

Aldo terdiam sejenak, mencoba memikirkan jawaban yang masuk akal. “Gue juga nggak tahu, Alia. Tapi ada sesuatu yang gue yakin... orang itu punya agenda tersembunyi. Dia bukan cuma mau main-main sama kita.”

Alia menghela napas dalam, lalu memeluk lututnya. “Gue takut, Aldo. Kalau ini belum berakhir, gimana kalau dia balik lagi?”

“Kita nggak akan biarin itu terjadi,” kata Rendra, yang tiba-tiba datang dan berdiri di depan mereka. “Gue nggak peduli siapa dia, kita harus cari tahu apa yang sebenarnya dia mau. Kalau kita terus diam, dia akan terus ngejar kita.”

“Terus gimana caranya?” tanya Aldo skeptis. “Dia selalu muncul dan hilang begitu aja. Kita bahkan nggak tahu di mana dia tinggal, siapa dia sebenarnya.”

Rendra mengangguk. “Benar, tapi gue punya firasat kalau kita udah dekat sama jawabannya. Kita harus balik ke tempat tadi, lihat kalau ada petunjuk atau jejak yang kita lewatkan.”

Alia mendongak, terkejut mendengar rencana itu. “Lo mau balik ke sana? Bukannya itu berbahaya?”

Rendra menatapnya dengan serius. “Semua ini udah berbahaya sejak awal. Kalau kita nggak bertindak, kita akan selalu jadi target.”

Mereka semua terdiam, mempertimbangkan rencana tersebut. Kembali ke tempat itu bukanlah ide yang mudah diterima, tapi Rendra benar—jika mereka tidak mengambil inisiatif, mereka hanya akan terus menjadi korban.

“Gue ikut,” kata Alia akhirnya. “Kita harus nyelesain ini.”

Aldo mengangguk, meski wajahnya masih menyiratkan keraguan. “Baiklah. Tapi kita harus hati-hati.”

Setelah Rio dipastikan dalam kondisi stabil, mereka bertiga memutuskan untuk kembali ke gedung tua itu. Malam semakin larut, dan udara semakin dingin, menambah suasana tegang yang mereka rasakan. Saat mereka tiba di depan reruntuhan gedung itu, perasaan tidak nyaman menyelimuti mereka. Semuanya terasa lebih sunyi, seolah tempat itu menyimpan rahasia gelap yang belum terungkap.

Dengan hati-hati, mereka memasuki area gedung yang sudah hancur. Debu dan puing-puing berserakan di mana-mana. Alia mencoba mengingat di mana pria itu terakhir kali berdiri, berharap menemukan sesuatu yang bisa memberi mereka petunjuk. Tapi setelah beberapa menit mencari, mereka tidak menemukan apa pun yang mencurigakan.

“Kayaknya kita terlambat,” kata Aldo dengan nada frustasi. “Dia udah ngilangin semua jejak.”

“Belum tentu,” jawab Rendra. “Kadang orang seperti dia suka ninggalin sesuatu secara sengaja, untuk nunjukin kekuatan atau bikin kita terus ketakutan.”

Alia berjalan perlahan, pandangannya tertuju pada lantai yang dipenuhi reruntuhan. Saat itu, kakinya menyentuh sesuatu yang keras. Dia berjongkok dan menyibak puing-puing yang menutupi benda tersebut. Saat benda itu akhirnya terlihat jelas, Alia terkejut.

Sebuah kartu kecil tergeletak di bawah puing, dengan huruf-huruf tebal tertulis di atasnya: “Belum berakhir.”

Detik itu juga, perasaan takut yang mendalam merayapi tubuh Alia. Dia segera menunjukkan kartu itu kepada Rendra dan Aldo, yang langsung terdiam melihatnya.

“Dia ninggalin ini buat kita,” kata Aldo dengan nada ketakutan. “Dia masih di luar sana, nunggu waktu yang tepat buat nyerang lagi.”

Rendra mengepalkan tangannya. “Gue udah nggak sabar buat ngelawan orang ini. Kita harus tahu siapa dia.”

Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan pencarian, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari kejauhan. Mereka bertiga segera berhenti dan saling berpandangan, rasa takut kembali menyelimuti.

“Ada orang lain di sini,” bisik Alia dengan ketegangan yang jelas.

Rendra mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka tetap diam. Suara langkah kaki semakin mendekat, semakin cepat, seolah seseorang sedang mengejar mereka. Alia merasa jantungnya berdegup kencang, sementara kegelapan di sekitarnya terasa semakin menekan.

Saat mereka bersiap untuk melarikan diri, sosok itu tiba-tiba muncul dari balik reruntuhan—tapi bukan pria yang mereka duga. Sosok itu adalah seseorang yang tidak pernah mereka bayangkan akan terlibat dalam kekacauan ini.

“Kamu?!” seru Alia dengan mata terbelalak, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Sosok tersebut tersenyum dingin, lalu melangkah maju dengan percaya diri. “Kalian pikir sudah tahu segalanya? Permainan ini baru saja dimulai.”

1
★lucy★.
Gue ga bisa berhenti baca!!
orion: besok ditunggu saja kak update cerita kelanjutannya untuk dibaca 😊
total 1 replies
ADZAL ZIAH
unik banget judulnya ☺ semangat menulis ya kak. dukung juga karya aku
orion: terima kasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!