Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Ke rumah mertua
Tatiana dan Ariana pulang pukul 2 siang ke rumahnya. Ariana langsung tidur karena kelelahan, sementara Tatiana ke belakang untuk mengangkat jemuran yang sudah kering. Ia pun langsung membawa pakaian-pakaian itu ke ruang setrika. Memilah mana yang harus disetrika dan mana yang harus dilipat saja.
Mereka tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Semua Tatiana kerjakan sendiri. Semenjak menikah, Tatiana memilih mengabdikan dirinya di rumah itu sebagai ibu rumah tangga. Rumah itu bukanlah rumah baru. Rumah itu merupakan rumah Samudera dan mendiang Triana dulu. Samudera tidak memiliki keinginan untuk pindah ataupun mencari hunian yang baru. Bahkan semua perabotannya masih sama. Tatiana tidak berani mengubah pengaturannya sama sekali. Bahkan foto mendiang Triana pun masih tergantung di tempatnya.
Miris. Namun Tatiana mencoba menahan rasa. Ia pikir, hal ini wajar. Terlebih ada Ariana yang merupakan anak kandung Triana. Mungkin Samudera melakukan itu agar putri semata wayangnya tidak melupakan ibu kandungnya. Senaif itu jalan pikiran seorang Tatiana.
Pernah sekali Tatiana memindahkan vas bunga keramik pajangan di rumah itu ke sisi lain dalam rumah. Tujuannya hanya untuk mengubah suasana rumah agar lebih fresh. Bukankah sesekali rumah mesti ditata ulang agar menciptakan keharmonisan dan menghindari kejenuhan atau sifat monoton.
Namun ternyata hal itu memicu amarah Samudera. Samudera marah dan memaki Tatiana. Ia mengatakan kalau Tatiana tidak berhak mengubah pengaturan rumah itu karena rumah itu bukanlah miliknya. Rumah itu dipersembahkan Samudera untuk Triana, bukan Tatiana.
Tentu saja Tatiana menangis kecewa. Hanya karena ia mengubah tata letak vas bunga keramik pajangan saja, Samudera sampai mengeluarkan kata-kata tajam nan menyayat hati. Membuat hati Tatiana sakit teriris perih. Hanya derai air mata yang mampu menggambarkan kesedihannya, tapi Tatiana wanita yang kuat. Meskipun terluka, ia berusaha tegar bahkan masih sempat meminta maaf.
...***...
Pukul 4.43 sore, Samudera telah pulang ke rumah. Ia pulang sedikit lebih awal dari biasanya. Saat Tatiana sedang menemani Ariana menggambar, Samudera pun menghampiri dan duduk di sebelah Tatiana.
"Mama siang tadi menelfon. Mama mengundang kita makan malam di rumahnya malam ini," ujar Samudera. Tanpa banyak bicara, Tatiana hanya mengangguk. Ia pun kembali berinteraksi dengan Ariana tanpa memedulikan Samudera yang memperhatikannya dari samping.
Entah apa tujuan mama mengundang mereka makan malam. Semoga mama tidak kembali mengulik kenapa mereka belum juga memberinya cucu baru. Pernah mama meminta Tatiana memeriksakan diri, khawatir kondisi rahimnya bermasalah. Oleh sebab itulah, ia tak kunjung hamil hingga sekarang. Padahal bagaimana mau hamil, kalau Samudera selalu mewanti-wantinya agar tidak kebobolan.
Bahkan setelah dua tahun pun, Samudera tak kunjung ingin memiliki anak darinya. Sepertinya benar, Samudera hanya menginginkan anak dari mendiang istrinya saja. Dan dirinya bukanlah perempuan yang pantas untuk mengandung serta melahirkan zuriat dari seorang Samudera.
...***...
Selepas menemani Ariana menggambar, Tatiana pun membantu Ariana mandi. Setelahnya, ia pun gegas bersiap. Perasaan Tatiana campur aduk. Ia mematut dirinya sendiri di depan cermin. Tak ada yang kurang dari dirinya. Lalu ia menoleh ke arah dinding dimana foto Samudera dan Triana tergantung. Itu merupakan foto prewedding keduanya. Di dalam foto itu, Samudera tersenyum lebar. Sungguh, selama 2 tahun bersama, tak pernah sekalipun Tatiana melihat senyum itu. Mata Tatiana berembun. Bersamaan dengan pintu yang terbuka. Dengan cepat Tatiana menyeka air matanya. Namun ternyata Samudera telah melihatnya terlebih dahulu.
"Kau kenapa?" tanya Samudera heran.
"Tidak. Aku tidak kenapa-napa."
Dahi Samudera mengernyit, "kau sakit? Kalau iya, biar kita tunda saja makan malam ini. Aku bisa menghubungi mama."
Tatiana menggeleng, "tidak perlu. Aku tidak sakit. Belum tentu juga aku akan makan malam di sana lagi setelah ini," jawab Tatiana pelan dan terdengar getir.
"Apa maksudmu?" dahi Samudera makin berlipat-lipat, merasa bingung sekaligus heran. Mengapa akhir-akhir ini sikap Tatiana berubah. Bahkan ia tidak seceria biasanya. Lebih banyak diam dan melamun. Samudera sadar, tapi bibirnya terlalu Kelu untuk mempertanyakannya.
"Tidak ada apa-apa. Ayo." Tatiana pun segera beranjak. Kemudian ia mencangklong tasnya yang sudah ia siapkan di atas kasur. Ia memasukkan ponsel ke dalamnya.
Tanpa memedulikan Samudera yang menatapnya bingung, Tatiana berjalan lebih dulu keluar dari dalam kamarnya. Ia langsung menghampiri Ariana yang sudah cantik dengan dress tutu miliknya.
"Ayo, Sayang, kita ke rumah Oma."
"Ayo, Bunda," seru Ariana girang. "Ayah, kenapa malah berdiri di sana? Ayo, buruan ke rumah Oma," pekik Ariana saat melihat Samudera yang mematung di depan kamarnya.
Samudera pun tidak mengangguk. Meskipun rasa penasarannya sudah meningkat, tapi ia memilih bungkam.
...***...
Perjalanan dari kediaman Samudera ke kediaman orang tuanya hanya memakan waktu 30 menit di waktu lengang. Setibanya di sana, Ariana langsung turun begitu saja kemudian berlarian ke dalam rumah yang cukup mewah tersebut.
Ibu Samudera langsung merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Ariana.
"Wah, cucu Oma tambah cantik aja, nih," seru ibu Samudera saat melihat kedatangan cucunya.
Ariana terkekeh geli saat sang nenek menciumi seluruh wajahnya.
"Oma, geli," pekiknya kegelian.
"Udah Ma, Ana udah kegelian kayak gitu, masih belum puas aja," ucap ayah Samudera.
"Papa, apa kabar, Pa?" sapa Tatiana yang langsung mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Tatiana kemudian mencium punggung tangan sang ayah mertua dengan takdzim. Ayah mertuanya membalas dengan mengusap puncak kepala Tatiana dengan sayang.
"Kabar papa baik kok, Nak. Kalau kamu bagaimana? Kok kamu kayak kurusan ya?"
"Wah, iya! Kamu habis sakit ya, Sayang?" cetus ibu Samudera yang langsung menghampiri sang menantu setelah mendengar ucapan sang suami kalau menantunya tampak kurusan.
"Eh, ti-tidak kok, Pa, Ma. Tiana nggak sakit kok. Mungkin karena efek diet. Ya, Tiana diet, Pa, Ma, jadi keliatan kurusan. Wah, ternyata diet Tiana berhasil dong," dusta Tatiana. Tak lupa ia terkekeh untuk menutupi kebohongannya itu. Namun kedua orang tua Samudera itu bukanlah orang yang baru dewasa. Mereka sudah hafal asam garam kehidupan. Jadi mereka bisa melihat kalau ada yang Tatiana tutupi dari mereka. Namun mereka tidak ingin menuntut bila Tatiana sendiri tidak mau bercerita. Mereka hanya berharap, bila kedua suami istri itu memang memiliki masalah, semoga saja mereka dapat menyelesaikan permasalahannya.
"Oalah, Nak, ngapain sih kamu pakai diet-diet segala. Tubuh kamu itu udah bagus dan pas banget. Cantik juga. Buktinya, sampai sekarang anak Tante Widya, si Affan tuh, sampai sekarang sering nanyain kamu terus tiap ketemu mama. Tante Widya sampai ngomel-ngomel, katanya masa' naksir istri sepupu sendiri. Saking keselnya, tante Widya sampai berniat menjodohkan Affan sama anak temennya," tukas ibu Samudera membuat Tatiana tersenyum tipis. Sedangkan Samudera tetap setia dengan wajah datarnya di belakang sana.
Acara makan malam keluarga pun berjalan dengan lancar. Mereka makan sambil berbincang seputar kegiatan masing-masing. Setelah selesai, Tiana segera urun tangan membantu bibik membersihkan meja makan.
"Biar bibik aja, Neng."
"Nggak papa, Bik. Tiana mau bantu. Nggak tau kapan lagi bisa makan malam di sini dan bantu-bantu kayak gini."
"Neng kok ngomong gitu sih? Kan Neng menantu di rumah ini jadi Heng Tiana bisa ke sini sesuka hati, Neng."
Tatiana tersenyum manis. Tapi entah, bibik merasa ada yang berbeda dalam senyum itu. Terlihat getir dan menyedihkan.
Di depan
"Sam, kamu kok sibuk terus? Coba kamu sempetin waktu ajak Tiana berlibur. Udah 2 tahun lho, kamu belum sekalipun mengajak Tiana libur bahkan dulu selepas nikah, kamu pun langsung sibuk dan pergi seminar ninggalin dia. Padahal sebagai pengantin baru, seharusnya kalian honeymoon, tapi yang ada malah kamu tinggal. 2 Minggu lagi," cetus mana mertua Tiana. Tiana yang baru saja hendak mendekat pun menghentikan langkahnya.
"Mama mu benar, Sam. Jangan sampai sikap dingin dan tak acuh mu ini membuatnya jengah terus pergi. Jangan melakukan sesuatu yang akhirnya akan kamu sesali di kemudian hari," timpal sang ayah.
"Tuh, papa mu aja setuju ide mama. Siapa tahu kan, sepulang bulan madu, kami dapat kabar baik. Sudah 2 tahun lho, siapa tahu, setelah ini Tiana hamil."
Samudera menghela nafas panjang, "nanti aku pikirkan lagi," jawabnya membuat Tatiana yang berdiri di balik tirai tersenyum miris.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
menyiksa diri sendiri.