Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Sikap yang Aneh
Renata dan juga Vino menoleh. Mereka melihat Gavin berdiri tak jauh dari mereka. Sontak Renata membelalakan matanya. Gavin memergokinya keluar dari apartemen Vino di waktu yang sudah selarut ini.
Renata berusaha untuk tetap tenang. Padahal tangannya sudah terasa sangat dingin. Ia paksa senyumnya terkembang kepada Gavin yang kini berjalan ke arahnya dengan sebuah koper yang ia tarik di tangannya.
Otaknya berpikir cepat. "Ayah..." sapa Renata dengan suara gemetar yang tak bisa ia sembunyikan.
"Bunda, ngapain malam-malam gini di sini?" Gavin bingung. Pikirannya sudah mulai berkelana. "Kenapa keluar dari apartemen Vino?"
Tatapan Gavin tertuju pada Renata dan Vino bergantian.
"Bunda abis ngasih makanan buat Vino. Bunda udah pernah bilang 'kan kalau Bunda suka kasih makanan ke Vino kalau Bunda masak kebanyakan. Sayang kalau dibuang." Kali ini suara Renata sudah lebih terkendali.
"Oh gitu..." ujar Gavin tidak sepenuhnya lega.
"Tadi Bunda denger Vino baru pulang. Kebetulan Bunda belum tidur, jadi Bunda anterin aja. Kebetulan Vino juga belum makan."
Gavin menatap Vino, "lu dari mana emang Vin?"
Wajah Vino begitu tak ramah. Ia menatap Gavin dingin. "Dari Jakarta. Ada urusan keluarga," jawabnya dengan ketus.
Gavin sendiri merasa aneh, kenapa tetangganya ini tiba-tiba bersikap tak ramah padanya. Biasanya Vino akan menyapanya dengan cukup ramah. Muncul rasa curiga di dalam benaknya namun segera Gavin tepis. Ia masih sangat percaya istrinya ini tidak akan melakukan hal yang mengkhianati kepercayaannya. Gavin sangat mengenal seperti apa Renata.
"Ya udah kalau gitu. Yuk Bun," ajak Gavin seraya merangkul pinggang Renata.
"Kalau lu dari mana, Mas?" tanya Vino membuat mereka berhenti melangkah.
"Gue abis dari luar kota, ada perjalanan dinas," sahut Gavin.
"Oh, perjalanan dinas," ulang Vino dengan nada sinis. "Sering banget perasaan. Sibuk banget berarti lu ya."
"Iya, lumayanlah. Masuk dulu, ya," pamit Gavin. Ia antara heran dan tak suka dengan nada Vino bertanya padanya. Kemudian mereka pun memasuki apartemen.
Di dalam apartemen Gavin duduk di sofa ruang tengah seraya melonggarkan dasinya. Ia memperhatikan Renata yang tengah membuatkannya teh. Itulah yang selalu Renata lakukan saat Gavin baru pulang kerja.
Kejadian barusan sedikit mengganggunya. "Bun, ini udah malam banget. Harusnya Bunda gak usah kasih makanan sama Vino di jam segini."
Renata menghela nafasnya meredakan gugupnya. Dibawanya nampan dengan secangkir teh di atasnya dan berjalan menghampiri Gavin. "Abisnya sayang kalau dibesokin makanannya, Yah. Keburu basi."
"Tapi jadi gak enak aja. Masa Bunda keluar dari apartemen Vino malem-malem gini? Orang-orang bisa mikir macem-macem."
"Iya, Yah. Nanti Bunda gak akan gitu lagi," sahut Renata patuh.
"Ya udah sini. Ayah kangen sama Bunda." Gavin mengulurkan tangannya pada Renata. Renata pun menyambutnya dengan ragu dan duduk diantara paha sang suami. Gavin memeluk sang istri dari belakang.
Saat Gavin akan mencium lehernya, tiba-tiba saja Renata berdiri menjauh. "Ayah mending mandi dulu. Bunda siapin air hangatnya."
Renata berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar mereka, meninggalkan Gavin yang kebingungan karena tiba-tiba Renata pergi begitu saja. Renata teringat Vino yang baru saja menyentuhnya. Renata tidak bisa membiarkan Gavin menyentuhnya sekarang. Ada jejak Vino di inti tubuhnya, juga jejak saliva Vino di sekujur tubuhnya. Renata harus segera membersihkannya sebelum Gavin mengetahuinya.
Gavin tertegun. Sikap Renata lagi-lagi dirasa aneh olehnya. Namun sekali lagi ia tepis rasa curiganya. Ia sendiri merasa harus membersihkan diri, karena ada jejak Marsha di tubuhnya. Ia tak sempat mandi karena ingin segera pulang untuk menghindari Marsha.
Saat Gavin sedang mandi, Renata ke kamar mandi luar kamar dan membersihkan diri juga. Ia lakukan secepatnya sebelum Gavin selesai mandi. Kemudian ia cepat membaringkan diri tempat tidur untuk menghindari Gavin.
Tak lama Gavin keluar dari kamar mandi. Renata pun menutup matanya berpura-pura tertidur.
"Bun," panggil Gavin sambil memakai kaos. "Kok udah tidur?"
Renata bergeming. Entahlah ia ingin menghindari sang suami. Padahal biasanya Renata selalu siap sedia saat Gavin pulang dari dinas. Tapi kali ini Renata begitu enggan melakukannya dengan Gavin.
Gavin membaringkan tubuh di samping Renata. Ia mel umat bibir Renata tak sabar sehingga mau tak mau Renata membuka matanya.
"Ayah..." Renata mendorong Gavin menjauh.
"Kenapa, Bun?" Gavin keheranan.
Renata ingin menolaknya. Ia benar-benar sedang tidak mood. Namun tiba-tiba Renata ingat dengan kata-kata Mona. Renata jangan sampai menunjukkan perubahan sikap kepada Gavin jika ia ingin tetap menyembunyikan hubungannya dengan Vino agar tetap aman.
"Gak apa-apa, Yah. Bunda kaget aja soalnya Bunda udah ngantuk."
"Sekali ya? Ayah kangen banget sama Bunda," mohon Gavin.
Renata tak punya pilihan. Ia pun mengangguk tipis dan segera Gavin melanjutkan apa yang dilakukannya. Sedangkan Renata, merasakan sentuhan Gavin tak lagi seperti sebelumnya. Sentuhan Gavin semakin terasa 'hambar'.
Dan lagi, setelah ia mendapatkan pelepasan, Gavin menyudahinya dalam keadaan Renata sendiri masih dalam pencarian rasa nikmat itu. Gavin pun tertidur dan Renata hanya bisa menghela nafasnya.
Hari-hari pun terus berlalu. Dan sudah menjadi rutinitas, Gavin akan pergi bekerja di pagi hari dan kembali pada malam hari. Sore harinya saat Nathan pergi les, Renata akan bersama Vino di apartemennya. Begitu setiap harinya.
Hingga satu bulan pun berlalu. Marsha mulai menagih janji Gavin yang akan menikahinya.
"Ini udah satu bulan, Mas," Marsha mengingatkan. "Aku tanya lagi, kapan Mas mau nikahin aku?"
"Sha, selama ini kita baik-baik aja 'kan? Aku selalu duluin ketemu kamu dulu saat aku pulang kerja. Apa gak bisa kita kayak gini aja?"
"Jadi maksud Mas, Mas gak mau nikahin aku?! Mas mau ingkar janji?!" Marsha meradang. "Aku ini lagi hamil! Kok bisa sih Mas mikir gak bertangung jawab kayak gitu?!"
"Aku bukan gak akan nikahin kamu. Aku cuma gak bisa lepasin Renata! Aku gak bisa kehilangan dia. Aku bersedia nikahin kamu, tapi tanpa aku cerai sama Renata. Hanya itu pilihannya."
"Kenapa kamu jadi berubah pikiran?!" Saking marahnya Marsha tak lagi mengatakan 'Mas' pada Gavin. "Kamu kira aku sudi jadi istri kedua? Aku gak mau! Aku gak mau berbagi kamu sama cewek lain! Aku pengen kamu seutuhnya hanya buat aku! Ngerti gak sih?!"
"Dari awal aku udah bilang gak bisa, Marsha! Aku cinta sama Renata. Aku gak bisa kehilangan dia! Aku selalu buat kamu ngerti selama ini, tapi kamu yang selalu maksain keadaan!" Gavin balik membentak Marsha.
Wajah Marsha memerah karena marah. "Kalau kamu tetep kayak gini, jangan salahin aku kalau aku berbuat sesuatu lebih jauh."
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞