Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Rahasia Keluarga
Mendapati Ayahnya yang pulang kerja dengan wajah lelahnya, Ayuna menyambutnya dengan hangat. Meskipun memiliki orang tua yang keras kepala, ia tetap menghormatinya.
"Iya, Papa pulang lebih awal. Hari ini kita ada acara di luar. Oma sama Opa meminta Papa untuk segera pulang," jawab Mahendra dengan berjalan masuk menuju lantai dua kamarnya.
Ayuna mengerutkan keningnya dengan bersandaran penyangga tangga.
"Keluar? Keluar ke mana? Tapi Oma sama Opa nggak ngomong apa-apa tuh. Apa lagi ada acara di luar?"
Ayuna bertanya-tanya, tidak mendapat kabar apapun mengenai acara yang diadakan oleh Oma dan juga Opanya. Selalu saja rahasia. Entah apa yang ada dipikiran kakek dan neneknya, semua dipaksa untuk nurut dan tunduk padanya.
"Semoga saja mereka nggak berbuat yang aneh-aneh. Aku sangat berharap di usia mereka yang sudah renta, mereka bisa bersikap lebih bijak dan nggak merugikan orang lain," gunam Ayuna.
Ayuna teringat, kalau ia akan menyampaikan sesuatu yang penting pada Papanya. Diapun langsung bergegas pergi untuk menemui Papanya yang kini sudah masuk ke dalam kamarnya.
"Papa! Permisi, apakah aku boleh masuk Pa?" tanya Ayuna sembari membuka pintu kamarnya.
"Ya, masuklah."
Mahendra menjawab dari dalam, ditemani oleh istrinya.
Mendapatkan izin masuk, Ayuna pun langsung membuka pintunya.
Di dalam, dia mendapati Papa dan Mamanya yang tengah mengobrol di sofa.
"Ada apa Yuna? Sepertinya ada hal yang penting," tanya Mahendra.
"Iya Pa, ada hal yang sangat penting yang akan Yuna sampaikan," jawab Ayuna.
"Hal penting apa? Apa ini mengenai pekerjaanmu? Apa kamu tengah mengalami kesulitan?" tanya Mahendra.
"Ini bukan masalah pekerjaan Pa. Pekerjaanku baik-baik saja," jawabnya lagi.
"Ayo? Duduklah," tutur Mahendra.
Ayuna pun mengangguk dan mengambil posisi tempat duduk di sebelah Papanya.
"Kalau bukan mengenai pekerjaan, lantas mengenai apa?"
Pikiran Mahendra mulai resah, karena sikap orang tuanya yang keras, bisa saja mereka telah berulah pada istri dan juga anaknya.
"Yuna? Katakan sejujurnya pada Papa. Apa yang terjadi? Apa kamu habis ribut dengan oma?"
Pikiran Mahendra langsung mengarah pada orang tuanya. Karena yang ia ketahui, orang tuanya sering memarahi anak dan istrinya itu.
"Iya Pa. Tadi aku habis dimarahi sama oma lagi. Bukan hanya aku sih, tapi Mama juga. Oma itu sudah bener-bener sangat keterlaluan Pa. Dia bahkan tidak pernah menghargai Mama, dan juga Yuna. Oma itu jahat Pa, Yuna nggak mau tinggal di sini. Lebih baik kita beli rumah sendiri Pa, apa Papa nggak kasihan sama Mama?"
Ayuna mengutarakan isi hatinya, kalau dirinya benar-benar sudah tidak kuat tinggal di Mansion keluarganya.
Mahendra menghela nafasnya, menatap Ayuna dengan lekat.
"Nak, dengerin Papa. Oma sama Opa kamu itu sudah tua. Di mana-mana yang namanya orang tua itu selalu bawel. Nggak cuma Oma sama Opa doang yang bawel, di luar sana, masih banyak orang tua yang seperti mereka," tutur Mahendra.
Mahendra tidak ingin keluarganya berantakan hanya karena sama-sama memiliki sifat yang egois, dan mau mencari kebenarannya sendiri-sendiri.
Memang sangat menyakitkan, ketika mendapati anak dan istrinya selalu mendapatkan cacian dari omanya. Tapi mengingat mereka sudah sangat tua, Mahendra selalu mengarahkan pada keluarganya untuk mengalah, dan menuruti apa yang sudah menjadi keputusan orang tuanya.
"Jadi Papa lebih membela mereka dari pada kita Pa? Papa nggak pernah tahu saat Mama dibentak-bentak. Sebagai seorang anak, aku nggak terima Pa. Melihat orang yang sudah melahirkanku dicaci-maki, dihina, direndahkan dan tidak pernah dianggap sebagai menatu, itu sangat menyakitkan Pa," ungkap Ayuna kecewa mendengar jawaban dari Papanya.
"Apa seperti itu Pa, penilaian orang kaya, terhadap orang miskin seperti Mama. Lantas kenapa Papa menikahi Mama kalau Papa sendiri tidak bisa melindunginya."
"Ayuna cukup!"
Bukan Mahendra yang membentak Ayuna, namun Lidya lah yang tidak ingin Ayuna mendapatkan masalah dari Papanya.
"Mama mohon sama kamu, jangan katakan apapun pada Papamu. Papa kamu sayang sama Mama. Papa kamu nggak pernah ninggalin Mama. Tolong Ayuna, jangan bikin ulah nak, Mama nggak papa. Mama di sini baik-baik saja. Apa yang dikatakan oleh Papa kamu itu benar, kamu nggak boleh egois. Oma sama Opa sudah tua, mereka nggak sadar dengan apa yang diucapkannya. Tolong mengertilah Ayuna?"
Lidya menangis dengan menutup kedua matanya.
Sedangkan Ayuna masih terbengong oleh jawaban dari Mamanya.
"Ma, selemah inikah dirimu. Bahkan Mama tidak memiliki kekuatan untuk bicara sama Papa. Ma! Aku melakukan semua ini demi Mama. Mama jauh dari orang tua Mama sendiri. Bahkan tidak seorang pun memberikan izin Mama untuk menemui keluarga Mama. Mama di sini nggak dihargai oleh mereka, Mama dianggap sebagai budak mereka, bukan memantu mereka. Aku hanya ingin, membawa Mama pergi dari sini saja. Aku bisa kok, membiayai hidup Mama, aku mampu kok," celetuk Ayuna.
"Enggak sayang? Mama hanya akan pergi, jika Papamu yang minta. Mama nggak Papa Nak, selama Mama masih diberikan kesehatan, Mama akan lakukan apapun yang mereka minta. Mama memang orang miskin, tapi bukan berarti Mama senang tinggal di rumah mewah seperti ini dengan gratis. Mama nggak papa walaupun harus menjadi pembantu mereka. Asal melihat anak-anak Mama bahagia, Mama sudah sangat senang," tutur Lidya.
Ayuna melemah, raut wajahnya nampak kecewa mendengar penjelasan dari Mamanya.
Padahal dia sudah berusaha untuk membuat Papanya mengambil keputusan, tapi karena Mamanya tidak ingin adanya perselisihan, diapun hanya bisa pasrah.
"Yuna! Mama sama Papa itu tidak ingin melihat kamu dan kakak kamu menderita hidup di luar sana. Makanya kami lebih baik mengalah. Bukan karena kami tidak mampu untuk membawa kalian pergi, tapi, nyawa kalian yang akan menjadi taruhannya. Kurasa kamu juga sudah mengerti bagaimana sikap opa kamu, apa kamu tidak ingat, opa kamu juga sudah pernah melenyapkan Om Bagas."
Deg
Ayuna tidak pernah mengingat hal itu. Mungkin masih terlalu kecil dia belum mengerti tentang kematian dari Bagas, kakak kandung dari Mahendra.
"Papa, maksud Papa apa? Om Bagas meninggal itu yang membunuhnya opa begitu?"
Banyak pertanyaan yang bersarang di otak kecilnya.
Kini dia harus lebih waspada dan hati-hati pada Oma dan juga Opanya, yang ternyata seorang pembunuh.
"Pa! Papa bisa jelasin tentang kematian om Bagas?" tanya Ayuna.
"Papa masih belum bisa jelasin apa-apa nak, Papa masih belum ada bukti apapun mengenai kematian Mas Bagas," jawab Mahendra.
"Intinya, kamu harus berhati-hati saja, jangan gegabah. Jangan salah mengambil tindakan," tuturnya lagi.
Ayuna menatap aneh pada Papanya, seperti ada yang tengah disembunyikan oleh Papanya. Tapi karena Papanya tidak mau bercerita, dirinya tidak bisa berkata apa-apa.
"Pa! Masa Papa nggak bisa mengingat kejadian waktu itu. Ayuna nggak begitu mengingatnya Pa. Ayuna masih sangat kecil," celetuk Ayuna, dia sangat berharap mendapat bocoran cerita mengenai pembunuhan yang terjadi di keluarganya.
"Ayuna! Papa titip Mama kamu. Papa nggak setiap saat ada di rumah. Kamu sering pulang untuk jenguk Mama ya? Jangan buat ulah," tutur Bagas.
"Kenapa Papa hanya diam dan tidak pernah membantah mereka? Kenapa Papa nggak pernah membela Mama saat melihat Mama dimaki-maki, alasan Papa cukup kuat nak, Papa ingin melindungi Mama dan juga kalian. Papa nggak ingin terjadi hal buruk pada kalian," tutur Mahendra lagi.
"Percayalah, Papa sangat menyayangi kalian."
Ayuna makin penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Papanya. Dia tidak boleh lengah. Dia juga harus mencari tahu, apa yang terjadi pada keluarganya itu.
"Tidak! Aku tidak boleh diem aja. Aku harus cari tahu apa yang dirahasiakan oleh keluarga ini!"
seperti nya Martha ini operasi plastik niru wajah nya istri sah Alexander deh