Dalam perjalanan cinta yang penuh hasrat, kebingungan, dan tantangan ini, Adara harus menentukan apakah dia akan terus bertahan sebagai "sekretaris sang pemuas" atau memperjuangkan harga dirinya dan hubungan yang bermakna. Di sisi lain, Arga harus menghadapi masa lalunya dan memutuskan apakah ia siap untuk membuka hatinya sepenuhnya sebelum semuanya terlambat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafi M M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Perintah Mendadak
Pagi itu, suasana kantor terasa lebih sibuk dari biasanya. Adara baru saja selesai dengan tumpukan laporan yang diminta Arga sehari sebelumnya. Namun sebelum sempat menghela napas, telepon di mejanya berbunyi.
"Adara, ke ruangan saya sekarang juga," suara Arga terdengar tegas di ujung telepon, tanpa basa-basi. Adara tertegun sejenak. Ia terbiasa dengan sikap dingin bosnya, tetapi ada sesuatu dalam nada bicara Arga yang berbeda kali ini – seperti ada sesuatu yang genting.
Dengan cepat, Adara bangkit dari kursinya, merapikan pakaian, dan melangkah menuju ruangan Arga. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, bukan hanya karena perintah mendadak yang selalu membangkitkan adrenalin, tetapi juga karena tatapan Arga yang selalu sulit untuk ditebak.
Saat ia mengetuk pintu dan masuk, Arga sudah berdiri di belakang meja dengan tangan bersedekap, matanya menatap tajam ke arah Adara. Begitu ia mendekat, Arga menyodorkan sebuah berkas.
"Baca ini," katanya singkat. Adara menerima berkas itu dan mulai membacanya dengan cermat. Semakin ia membaca, semakin jelas bahwa ini adalah dokumen penting mengenai proyek besar perusahaan yang belum pernah ia dengar sebelumnya.
"Proyek ini... baru?" tanya Adara ragu.
Arga mengangguk. "Ya. Saya baru saja mendapat persetujuan dari direksi. Kita harus memulainya segera. Tapi karena ini proyek yang sensitif, saya butuh seseorang yang bisa saya percaya untuk membantu saya menangani semua persiapan awalnya."
Adara mengangguk pelan, meski ia sedikit terkejut Arga memilih dirinya. Rasa takut dan ragu sempat muncul dalam benaknya, tapi keinginan untuk membuktikan diri membuatnya membuang semua kekhawatiran itu. Dia ingin menunjukkan pada Arga bahwa dia bisa diandalkan, bahkan dalam situasi penuh tekanan.
"Tugas pertama Anda adalah menemani saya ke pertemuan penting besok pagi. Ini akan jadi pertemuan tertutup dengan beberapa investor asing. Saya butuh Anda untuk mempersiapkan semua dokumen yang mereka perlukan, termasuk ringkasan dan analisis proyeksi keuntungan proyek ini," kata Arga tegas.
Mendengar instruksi itu, Adara hanya bisa menelan ludah. Persiapan untuk presentasi seperti itu biasanya membutuhkan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Namun, dengan nada suara Arga yang penuh keyakinan, Adara merasa tak ada ruang untuk menolak atau ragu.
"Saya akan segera menyiapkannya, Pak Arga," ucap Adara penuh percaya diri, walaupun dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran.
Arga memandangi Adara sejenak sebelum akhirnya duduk kembali di kursi kerjanya. "Bagus. Saya percaya Anda bisa menangani ini dengan baik. Namun, satu hal lagi…," Arga berhenti sejenak, lalu menatapnya serius.
"Jangan bawa pekerjaan ini ke orang lain. Ini rahasia perusahaan, dan hanya Anda yang diberi akses penuh untuk membantu saya dalam hal ini. Jadi, berhati-hatilah dalam setiap langkah yang Anda ambil."
Adara mengangguk, menyadari besarnya kepercayaan yang diberikan Arga padanya. Dia merasa bangga sekaligus tegang, menyadari bahwa perintah ini bukanlah hal yang bisa dianggap remeh.
Setelah keluar dari ruangan Arga, Adara langsung menuju mejanya, membuka laptop, dan mulai menyusun bahan-bahan yang diperlukan untuk presentasi. Dia berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya, mengabaikan waktu makan siang dan bahkan istirahat sebentar. Pikirannya terus-menerus terpaku pada betapa pentingnya tugas ini.
Sore hari, Arga tiba-tiba muncul di sisi meja Adara. "Bagaimana progresnya?"
Adara terlonjak kaget, tetapi segera menenangkan dirinya dan menjawab, "Saya sudah menyiapkan sebagian besar dokumen yang diperlukan, Pak. Tinggal melakukan revisi kecil dan melengkapi beberapa data tambahan."
Arga melihat layar laptopnya, mengamati laporan yang sudah dikerjakan Adara dengan saksama. "Bagus, saya suka bagaimana Anda menyusun datanya. Tetap lanjutkan. Dan, malam ini kita akan menyelesaikan sisa persiapan di ruangan saya."
Perintah itu terasa mendadak, namun Adara mengangguk. Ini bukan kali pertama ia bekerja lembur, tapi ada sesuatu yang berbeda ketika dia harus menghabiskan malam di kantor dengan Arga. Dengan cepat, ia menyiapkan semua berkas yang diperlukan dan membawa laptopnya menuju ruangan Arga.
Di ruangan Arga, suasananya terasa hening. Hanya ada mereka berdua, terisolasi dari hiruk-pikuk kantor yang biasanya ramai. Arga duduk di hadapannya, membuka laptop, dan mulai membahas detail presentasi yang sudah dikerjakan Adara. Mereka terlibat dalam diskusi panjang, meninjau kembali setiap data, dan menambahkan beberapa informasi penting.
Waktu terus berlalu, dan tanpa disadari, sudah hampir tengah malam. Adara mulai merasa lelah, tetapi ia tidak ingin mengecewakan Arga. Sebaliknya, Arga tampak tetap tenang dan fokus, seolah-olah waktu tak berpengaruh padanya.
Saat Adara sedang serius membaca dokumen tambahan yang diminta Arga, tiba-tiba Arga berkata, "Mengapa Anda memilih bekerja di sini, Adara? Di perusahaan yang penuh tekanan seperti ini?"
Pertanyaan itu membuat Adara terhenti sejenak. Dia mengangkat pandangannya dan melihat Arga yang menatapnya dengan ekspresi serius.
"Saya ingin menantang diri saya sendiri, Pak. Saya ingin tumbuh dan berkembang, dan saya percaya di sini adalah tempat yang tepat," jawab Adara jujur.
Arga mengangguk pelan. "Itu jawaban yang bagus. Tapi ketahuilah, tidak banyak orang yang bisa bertahan dengan standar dan tuntutan kerja seperti ini."
Adara tersenyum kecil. "Saya akan mencoba sebaik mungkin, Pak. Jika saya pernah mengecewakan, saya berharap diberi kesempatan untuk memperbaikinya."
Arga hanya tersenyum samar, dan tanpa berkata apa-apa, ia kembali fokus pada pekerjaannya. Bagi Adara, senyuman kecil itu adalah sesuatu yang jarang ia lihat dari Arga, dan tanpa ia sadari, membuatnya merasa senang.
Menjelang dini hari, mereka akhirnya menyelesaikan semua persiapan. Adara menghela napas lega, sementara Arga terlihat puas dengan hasil kerja mereka.
"Saya pikir Anda siap untuk presentasi besok," ujar Arga. "Pastikan Anda istirahat cukup malam ini, Adara. Besok akan jadi hari yang panjang."
Adara mengangguk, dan sebelum pergi, dia mengucapkan terima kasih pada Arga untuk kesempatan ini. Ia merasa diberi kepercayaan besar dan berharap bisa terus membuktikan dirinya layak berada di sini.
Begitu meninggalkan kantor, Adara menyadari bahwa ini mungkin awal dari langkah yang lebih besar dalam kariernya, sekaligus mungkin langkah yang membawanya lebih dekat kepada seseorang yang selama ini menjadi sosok yang misterius namun penuh pengaruh dalam hidupnya.