(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagaimana aku bisa membalasnya?
Dari balik sebuah kaca, Via menatap Lyla yang sedang mendapat penangan dari beberapa orang dokter. Tangisnya tertahan, wajah pucat dan terlihat lelah. Walaupun ia terus berusaha meyakinkan diri bahwa segala sesuatu akan tetap kembali kepada sang pencipta, namun segenap hati belum sanggup untuk kehilangan seorang anak yang telah menghiasi harinya selama empat tahun. Lyla adalah segalanya bagi Via.
Pelan-pelan, Wira mendekat. Tangannya terulur mengusap rambut sang istri. Tersadar dari lamunan, Via menoleh, lalu mendongakkan kepala menatap Wira. Air mata yang sejak tadi tertahan mulai terurai.
"Aku tidak mau kehilangan Lyla, Mas ... Lyla adalah segalanya bagiku," lirihnya.
Wira mengusap wajah pucat yang basah oleh air mata, lalu memeluknya sambil mengecup ubun-ubun Via. "Maafkan aku. Semua ini salahku, sehingga Lyla menjadi seperti ini."
Laki-laki itu mengarahkan pandangannya ke dalam sana, dimana putri kecilnya terbaring tidak berdaya dalam keadaan tak sadarkan diri. Ia memejamkan mata, diiringi cairan bening yang terus mengalir, seolah mewakili perasaan sakit di hatinya.
Hingga satu jam kemudian, beberapa dokter keluar dari ruangan itu dan memberi kode agar Via dan Wira ikut ke ruangannya. Sementara Tuan Gunawan, atas permintaan Wira, ia sudah pulang lebih dulu dengan diantar Surya.
*********
"Alyra mengalami trauma. Ini sangat berpengaruh pada kesehatannya. Pendarahan di hidung dapat terjadi saat pasien mengalami stres. Karena itu menjaga emosi seorang pasien penderita kanker itu sangat penting," jelas sang dokter sembari membaca sebuah map yang berisi rekam medis Lyla.
Via menunduk. Tubuhnya terasa meremang mendengar penjelasan dokter. Ia terlihat sangat khawatir. Menyadari itu, Wira meraih tangannya dan menggenggamnya.
"Dokter, adakah yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan traumanya?" tanya Via.
"Ini yang penting. Sebisa mungkin jauhkan Alyra hal-hal yang bisa memicu stres. lakukan hal-hal yang membuatnya senang. Sejauh ini, kondisi Alyra masih stabil, sebelum kejadian tadi. Jadi kalau bisa, jangan sampai hal seperti itu terjadi lagi."
Wira menarik napas dalam. Rasanya begitu sesak mendengar penjelasan dokter. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan selain mematuhi anjuran sang dokter demi kesehatan Lyla. "Tapi apakah ada upaya yang bisa dilakukan untuk menyembuhkannya? Misalnya seperti pencangkokan sum-sum tulang belakang."
"Untuk upaya itu harus dilakukan banyak tes untuk mengetahui kecocokan pendonor dan penerima. Bisa dari orang tua ataupun saudara. Tapi biasanya pendonor yang paling cocok adalah saudara kandung. Selain itu pencangkokan membutuhkan biaya yang tidak sedikit."
"Tidak masalah soal biaya, Dokter. Yang penting kesembuhan anakku."
"Baiklah. Tapi untuk itu kita harus membicarakannya dengan beberapa dokter ahli. Yang bisa kita lakukan sekarang hanya menjaga agar Alyra tidak mengalami stres," tandasnya.
*****
_
_
_
_
_
_
_
_
Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari ketika Wira masih begitu betah memandangi wajah Lyla. Tak sedikit pun ia mengalihkan pandangannya dari gadis kecil itu. Diraihnya tangan kecil Lyla dan menggenggamnya. Ia mengecup punggung tangan Lyla.
"Lyla ... Maafkan ayah. Ayah sudah jahat sama Lyla," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Wira menoleh pada Via yang masih terdiam di tempat duduknya dengan memandangi Lyla. Walau pun terlihat lelah, namun tak sedikit pun ia meninggalkan Lyla. Wira berdiri dari duduknya, lalu mendekat pada Via dan mengusap rambutnya.
"Kau belum tidur sejak beberapa hari ini karena menjaga Lyla. Sekarang istirahatlah. Aku yang akan menjaganya."
"Tidak, Mas. Kalau Lyla bangun, dia akan langsung mencari aku," ucapnya seraya mengusap puncak kepala gadis kecil itu.
"Aku akan membangunkan mu. Ayolah, Via... Kau butuh istirahat. Lihat wajahmu sangat pucat." Sekali lagi Wira membujuk Via.
Ia membantu sang istri berdiri, lalu membawanya ke sofa yang berada di sudut ruangan itu dan membantunya berbaring, lalu menyelimutinya.
"Tidurlah," ucapnya sambil membelai wajah Via. "Kalau Lyla terbangun, aku akan memberitahumu."
Via mengangguk pelan. Ia berusaha memejamkan matanya, namun tidak bisa. Karena sejak tadi Wira terus menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa. Jika beberapa hari lalu di mata Wira hanyalah ada kebencian, namun kini berbeda. Wira bagai melihat sosok malaikat dalam diri Via. Kasih sayang Via pada Lyla membuat hatinya tersentuh.
Via ... betapa besarnya pengorbanan mu untuk Lyla. Bagaimana aku bisa membalasnya.