Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.
Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.
Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian Ketiga
Dengan Kristal Bayangan di tangan dan semangat yang semakin kuat, Raka dan Fluffernox berjalan kembali ke arah pondok Galendra. Sinar matahari sore menerpa mereka dari sela-sela dedaunan, seolah memberi penghargaan atas pencapaian mereka dalam melewati ujian berat di Gua Luruh. Raka merasa lebih yakin, meskipun dia tahu bahwa tantangan yang sesungguhnya masih belum selesai.
Saat mereka mendekati pondok, sosok Galendra sudah menunggu di depan pintu dengan tatapan tajam, seolah tahu persis apa yang telah mereka lalui. Wanita tua itu menyilangkan tangan di dadanya, bibirnya melengkung sedikit, memperlihatkan ekspresi samar antara puas dan skeptis.
“Jadi, kau berhasil mendapatkan Kristal Bayangan,” ujar Galendra dengan nada serius, matanya memperhatikan kantong kecil di pinggang Raka. “Tidak semua orang bisa keluar dari Gua Luruh dengan selamat. Kau sudah membuktikan kecerdasan dan keberanianmu, Raka.”
Raka membungkuk hormat, meskipun dia sedikit terengah-engah setelah perjalanan yang panjang. “Terima kasih, Ibu Galendra. Aku telah melakukan yang terbaik.”
Galendra mengangguk perlahan, menatap Raka sejenak sebelum beralih ke Fluffernox. “Dan kau, Fluffernox, aku berharap kau tidak terlalu banyak bermalas-malasan selama perjalanan kalian?”
Fluffernox mendengus kecil, tampak sedikit kesal dengan tuduhan itu. “Aku membantu sesuai kemampuanku. Lagipula, bocah ini cukup mampu melindungi dirinya sendiri.”
Galendra tersenyum kecil, tetapi segera kembali pada keseriusannya. “Baiklah, jika kau siap, sekarang kau harus menjalani ujian terakhir. Ujian ini akan menguji ketahanan dan kemauanmu untuk tetap bertahan bahkan di situasi tersulit.”
Raka mengangguk tegas, meski ada sedikit rasa cemas dalam hatinya. “Apa yang harus kulakukan?”
Galendra berjalan mendekat, menatap Raka dengan pandangan yang tajam. “Kau harus bertahan selama tiga malam di Hutan Terkutuk, tempat di mana Makhluk Penjaga Hutan tinggal. Makhluk ini akan menguji daya tahan fisik dan mentalmu, dan jika kau mampu bertahan tanpa melarikan diri atau menyerah, maka kau telah membuktikan bahwa kau pantas menerima kekuatan sihir.”
Raka terdiam, memikirkan tantangan berat yang baru saja diberikan. Bertahan di hutan selama tiga malam tanpa bantuan apa pun? Dan di hadapan makhluk yang entah seperti apa? Hanya memikirkannya saja sudah cukup membuatnya merasa ngeri, tetapi dia tahu bahwa tidak ada pilihan lain.
“Baik, Ibu Galendra. Aku akan menghadapi ujian ini,” jawab Raka dengan tegas, meskipun matanya menunjukkan sedikit keraguan.
Galendra menatapnya dalam-dalam, seolah mencari tanda keteguhan di hati Raka. “Ingat, ujian ini bukan tentang kekuatan fisik semata, tetapi tentang ketahanan mental. Makhluk itu akan berusaha menakut-nakutimu, menciptakan ilusi untuk menggoyahkan tekadmu. Jika kau menyerah, semua ini akan sia-sia.”
Raka mengangguk lagi, mencoba menyiapkan hatinya untuk ujian terakhir ini. “Aku mengerti, Ibu Galendra. Aku akan bertahan.”
Fluffernox, yang mendengarkan percakapan itu dengan penuh perhatian, tiba-tiba angkat bicara. “Dan aku akan berada di sana untuk mengawasinya. Kau tahu, sekadar memastikan bocah ini tidak lari di tengah malam.”
Galendra tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya, memberikan secarik kain berwarna gelap pada Raka. “Ini adalah jimat perlindungan. Ini akan melindungimu dari sihir yang paling dasar. Tapi selebihnya, kau harus mengandalkan kekuatanmu sendiri.”
Raka menerima jimat itu dengan penuh rasa terima kasih. “Terima kasih, Ibu Galendra. Aku akan menjaga ini dengan baik.”
Galendra menepuk pundak Raka dengan lembut, menunjukkan sedikit kebanggaan. “Kau memiliki keberanian yang luar biasa, Raka. Kini pergilah. Waktu semakin singkat.”
Malam mulai tiba ketika Raka dan Fluffernox mencapai tepi Hutan Terkutuk. Hutan itu tampak gelap, lebih gelap dari hutan mana pun yang pernah Raka masuki. Pohon-pohonnya tinggi dan rimbun, dengan cabang-cabang yang menjulur seperti lengan-lengan hitam yang siap menangkap apa pun yang mendekat. Suara hewan malam terdengar samar, tetapi rasanya aneh, seolah-olah suara-suara itu berasal dari makhluk yang tidak dikenal.
Raka menghela napas panjang, berusaha mengumpulkan keberaniannya. “Baiklah, kita mulai sekarang. Ini adalah malam pertama.”
Fluffernox menguap lebar, mengamati keadaan sekitar dengan cakar gemuknya. “Ya, ini adalah malam pertama dari tiga malam yang panjang. Jangan terlalu bersemangat, Nak. Ingat, yang penting adalah bertahan.”
Raka mengangguk, menundukkan kepala sejenak sebelum melangkah masuk ke dalam hutan. Begitu mereka masuk lebih dalam, hawa dingin segera menyelimuti mereka, membuat Raka merasa seolah-olah mereka berada di dalam kabut tipis yang tak terlihat. Dia merapatkan jubahnya dan memegang jimat pemberian Galendra dengan erat, berharap benda kecil itu dapat memberinya sedikit rasa aman.
Saat malam semakin larut, suara gemerisik di antara dedaunan terdengar semakin dekat. Raka menoleh, tetapi yang dia lihat hanyalah bayangan hitam yang bergerak cepat di antara pohon-pohon. Meski dia mencoba mengabaikannya, perasaan bahwa ada sesuatu yang mengawasinya semakin kuat.
Fluffernox, yang berada di dekatnya, mengangguk tenang. “Jangan hiraukan mereka. Itu hanya salah satu ilusi yang diciptakan Makhluk Penjaga Hutan. Ingat, ini adalah ujian ketahanan mental. Semakin takut kau, semakin kuat ilusi yang akan mereka ciptakan.”
Raka mengangguk pelan, menenangkan dirinya. Tetapi tak lama setelah itu, sebuah suara berbisik terdengar di telinganya. “Kembalilah… Kau tidak akan pernah berhasil. Semua ini sia-sia…”
Raka langsung menoleh, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Jantungnya berdebar, tetapi dia mencoba tetap tenang. “Itu… hanya suara ilusi,” gumamnya pada dirinya sendiri.
Namun, suara itu semakin intens, dan kali ini terdengar lebih jelas. “Kau tidak cukup kuat, Raka. Kau tidak akan pernah bisa menyelamatkan Aluna. Kembalilah sebelum semuanya terlambat…”
Raka menggertakkan giginya, menolak untuk termakan oleh kata-kata itu. Dia memegang jimat perlindungan yang diberikan Galendra, mencoba menyalurkan ketenangan dari benda itu ke dalam dirinya. Meski rasa takut perlahan merayap di hatinya, dia memutuskan untuk tetap duduk di tanah, menutup mata, dan berusaha menjaga pikirannya tetap tenang.
Fluffernox, yang mengamati Raka dari samping, mengangguk dengan puas. “Kau mulai memahami, Nak. Jangan biarkan mereka memasuki pikiranmu.”
Malam pertama berlalu dengan lambat, penuh dengan bisikan dan bayangan yang terus mengelilingi mereka. Raka berusaha mempertahankan ketenangan di tengah godaan untuk lari atau menyerah. Ketika fajar mulai menyingsing, suara-suara itu perlahan memudar, dan bayangan-bayangan menghilang bersama sinar matahari pertama.
Raka menarik napas lega, meskipun tubuhnya terasa lelah luar biasa. “Malam pertama selesai… tetapi masih ada dua malam lagi,” gumamnya, menguatkan hatinya.
Fluffernox mengangguk, menepuk bahunya. “Kau melakukan yang baik, Nak. Tapi malam-malam berikutnya akan semakin berat. Makhluk Penjaga Hutan tidak akan menyerah begitu saja.”
Raka mengangguk pelan, sadar bahwa ujian ini akan semakin sulit. Namun, rasa tekad dalam dirinya tidak lagi goyah. Dengan Kristal Bayangan dan ramuan kehidupan di kantongnya, dia tahu bahwa perjalanan ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Aluna.
Di balik segala ketakutannya, Raka menemukan secercah harapan. Dan dengan itu, dia bersiap menghadapi malam kedua yang menanti di Hutan Terkutuk.