Ciara Anstasya, wanita berusia 27. merantau demi kesembuhan emntalnya, dari luar jawa sampai akhirnya hanya sebatas luar kota.
di tempat kerja barunya ini, dia bertemu orang-orang baik dan juga seorang pria bernama Chandra. satu-satunya pria yang selalu mengikutinya dan menggodanya.
"Berbagilah, kamu tidak sendirian sekarang"
kalimat yang pernah dia katakan pada Cia, mampu membuat hati Cia berdebar. namun, tiba-tiba rasa insecure Cia muncul tiba-tiba.
mampukah Chandra meredam rasa insecure yang Cia alami? dan menjalin hubungan lebih jauh denganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ningxi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Naik Turun
Setelah kejadian jambak menjambak, tidak ada lagi anak shift sebelah yang membicarakan masalah Cia. Apalagi Mita yang hanya diam dengan kesal menatap Chandra yang semakin hari semakin dekat dengan Cia.
"Cia, mulai besok mas nggak tinggal di kos lagi, mama suruh pindah ke rumah lagi" pamit Chandra saat mereka sedang istirahat di ruang karyawan.
Cia nampak kaget, namun akhirnya tersenyum juga.
"nggak apa mas, lagian mas Chandra aneh, rumah juga nggak jauh, ngapain ngekos?" tanya Cia.
"awalnya sih marahan sama orang rumah, terus mas pergi. Kebetulan Nina dan Rudi dulu temen sma sampai kuliah dan mereka nawarin buat tinggal di kos milik Ibunya saja. Nggak taunya malah nyaman dan ketemu kamu" jelas Chandra.
"Rejeki kan? Susah dapetin cewek kayak Cia mas" mulut Cia sibuk mengunyah cemilan kentang di tangannya.
Chandra beranjak dari matras dan duduk di sebelah Cia. Tangannya terulur ikut mengambil cemilan di tangan Cia.
"iya dong. Kamu di cariin mama sama Zara Ci, kangen kata mereka" Chandra menyandarkan tubuhnya di punggung sofa.
"iya nanti aku main ke sana kalau libur" dia juga rindu sama tante Celine dan Zara.
Ke esokan harinya Chandra ambil libur karena dia harus memindahkan barang-barangnya dari kos ke rumah.
Cia berjalan sendirian ke tempat kerja, saat sampai di parkiran. Tiba-tiba daei arah belakang ada yang menarik rambutnya dengan keras.
"AAAAAAKH" Cia berteriak kesakitan.
"Rasain, inikan yang kamu lakuin ke temenku?" suara Mita terdengan marah.
Cia menancapkan kedua jari tengah dan telunjuknya pada pergelangan tangan Mita bagian bawa hingga Mita melepaskan tangannya yang menjambak rambut Cia.
"Akh, dasar perempuan gila dan murahan" Mita kembali maju menyerang Cia. Area Restoran masih cukup sepi karena anak-anak yang lain akan sampai sekitar 10 menitan lagi.
"kamu yang gila. Enak aja bilang aku murahan, nih rasain. Akh" Cia ikut menarik rambut Mita yang jauh lebih panjang dari rambutnya dengan keras.
Tidak ada yang menghentikan perkelahian itu karena belum ada satupun karyawan yang sampai. Cakaran kuku Mita mengenai leher Cia hingga memerah.
"AKH! Dasar perempuan gila" Cia menarik kedua tangannya yang menggenggam rambut Mita.
Rina, Joko, dan Adi yang baru saja sampai di Restoran langsung berlari saat melihat Mita dan cia yang sudah tampak berantakan.
"Kalian ini kenapa sih?" Rina memegangi Cia yang tak begitu berontak. Sedangkan Joko dan adi memegangi kedua tangan Mita yang berontak dengan keras.
"Dia duluan kak, gila aja datang-datang langsung jambak rambutku" kesal Cia. Dia merapikan rambutnya yang sudah kusut.
"LO TUH GILA, LO NGGAK PANTES SAMA CHANDRA" Mita berteriak dengan keras.
"Chandra aja nggak masalah kalau aku gila, ngapain situ yang heboh?" jawab Cia dengan kesal.
"Sabar Ci, kita masuk dulu yuk?" Rani mengelus lengan Cia untuk menenangkan gadis itu. Dia kesal karena ternyata Mita jauh lebih gila dari Sandra. Dia membawa Cia masuk lebih dulu.
"si Mita keterlaluan banget sih, kan bukan salah kamu kalau Chandra nggak mau sama dia" Rani memasang plester leher Cia yang terkena cakaran Mita cukup panjang. Dia cukup kesal dengan kelakuan Mita.
"sssh, biarin aja kak, aku udah capek diem terus. Aku nggak mau nyia-nyia in nasihat ayah buat balas orang yang berbuat jahat" Cia menyisir rambutnya dengan pelan dan sesekali meringis. Kulit kepalanya terasa terkelupas.
Selama bekerja Mita terus menatap Cia dengan marah. Sandra yang sudah tau kejadiannya menatap Mita dengan kesal.
"Chandra nggak bakalan mau sama perempuan kayak kamu. Berhenti melakukan hal yang sia-sia" Sandra menatap Mita dengan sinis.
"Bukankah kakak juga sebelumnya melakukan hal yang sama?" ujar Mita dengan senyum yang meremehkan.
"aku nggak segila kamu ya, dan yang paling penting, aku tau batasan agar tidak membuat Chandra murka" Sandra menatap Mita di sampingnya yang seakan tidak dengar semua ucapannya. Sandra hanya tersenyum sinis, dia tidak sabar menyaksikan kemarah Chandra.
"Bangko? Kepala Cia panas banget tau, rasanya bisa buat goreng telur deh" ucap Cia yang berada di jok belakang Riko. Dia meminta riko untuk mengantarnya pulang.
"besok-besok kalau berangkat kerja mending pakai jaring-jaring kepala yang buat pasang rambut palsu deh. Aman tuh Ci" ucap Riko dengan keras karena takut Cia tidak mendengarnya.
"Usul di terima, aku bakalan pakai nanti, tunggu aja" Cia tersenyum cerah. Dia akan membelinya nanti, bakalan aman kepalanya kalau begitu.
.
.
Ke esokan harinya, Cia di buat bingung dengan tingkah Riko
"HAHAHAHA" tawa Riko terdengar sangat nyaring.
"Kenapa kamu beneran pakai itu Ci? Udah kek bapak-bapak rambut cepak. Haha" tawa Riko mulai terdengar pelan.
"ck. Kan bangko sendiri yang nyuruh, dan ini beneran aman" ujar Cia. Dia memegang kepalanya yang memakai jaring-jaring kepala itu. Dia sadar jika tiap jalan tadi banyak orang yang melihatnya dengan aneh, tapi biarin aja.
"Ciara? Kamu ngapain sayang?" tanya Chandra yang baru sampai, dia berjalan dari parkiran mobil dan melihat Riko berdiri sama orang asing, nggak taunya itu Cia.
"Cia nanti mau beli wig mas. Enak ternyata pakai ginian, kalau ada yang jambak nanti nggak sakit karena rambutnya bisa lepas" jawab Cia dengan santai.
"Nanti mas beliin, kalau Mita di pecat gimana ya?" tanya Chandra lagi, dia menarik tangan Cia untuk segera masuk ke dalam Restoran.
"beneran ya mas? Beliin Cia yang warna merah. Emang Restoran ini nggak punya cabang ya mas?" tanya Cia dengan semangat. Dan bertanya dengan nada yang penasaran.
"iya Ci, nanti mas bawain. Restoran ini nggak punya cabang, emang kenapa?" Cia mengelus kepala Cia yang masih terpasang jaring-jaring. Dia tersenyum geli saat mengelusnya karena terasa aneh.
"dari pada di pecat kan lebih baik di pindah. Kasian kalau di pecat mas, atau kalau bisa ya pindah shift aja sih" Cia tau susahnya mencari kerja di usia 27 tahun. Apalagi Mita bukan perempuan yang berpendidikan tinggi sepertinya.
Para karyawan yang masih berada di ruang karyawan itu menatap Chandra dengan takjub. Pria itu terlihat seperti manusia pada umumnya saat jatuh cinta. Selama ini pria itu memang baik pada orang-orang, tapi dia tak pernah sekalipun memperlihatkan senyumannya. Dan dia lebih sering tersenyum setelah seminggu kedatangan Cia di Restoran.
"Udah Chan udah, jangan di elus terus"
"iya Chan, takutnya ntar keluar jin dari kepala Cia"
"kita juga tau Chan kalau Cia milikmu. Nggak usah nempel terus begitu"
Ucap beberapa koki dan orang dapur yang masih berada di dalam ruang karyawan. Chandra hanya mendengus menatap mereka, sedangkan Cia nampak malu, dan berlari keluar setelah mengganti baju seragamnya, tak lupa melepas jaring-jaring di kepalanya.
Hari semakin sore, Cia terlihat menguap beberapa kali karena mengantuk.
"sabar Ci, satu jam lagi pulang, jangan nguap terus. Aku jadi ikutan ngantuk, hmmm" Riko ikut menguap di samping Cia.
"Kakak?" Cia kaget saat Zara memeluknya dengan erat.
"Loh, kok tiba-tiba kamu di sini?" tanya Cia. Zara tak melepaskan pelukannya.
"Zara datang sama papa. Mau makan dulu sebelum pulang" ucap Zara. Cia menatap om Bima yang baru memasuki Restoran dan tersenyum ke arahnya.
"kamu ada extra ya?" tanya Cia pada Zara setelah membalas senyuman om Bima.
"iya kak, nanti kita main ya? Sekarang Zara makan dulu, soalnya mama udah nungguin di rumah. Nitip bungkus nasi padang di depan" Zara mencium pipi Cia dan berlari ke arah om Bima duduk.
"selamat menikmati, silahkan makan dengan nyaman" Cia tersenyum pada Zara dan om Bima.
"iya makasih Ci" ucap om Bima. Zara mengangguk dan tersenyum ke arahnya.
Akhirnya Cia kembali ke tempat duduknya. Tak lama Chandra berjalan ke arahnya dengan senyum manisnya, dia menarik Cia untuk ke ruang karyawan mengambil barang-barang mereka sebelum pulang.
"bang Chan?" panggil Riko. Tangannya sudah terulur ingin di gandeng juga sama Chandra.
"aku masih sangat normal Rik" Chandra melanjutkan langkahnya.
"ck! aku juga kali bang" Riko mengikuti Chandra dan Cia yang berjalan di depannya.
"sini bangko, aku gandeng" Cia mengulurkan tangan kirinya ke belakang, di mana Riko berada.
"nggak ada nggak ada" ucap Chandra dengan kesal. Plak! dia memukul tangan Riko yang ingin menerima uluran Cia.
Zara dan om Bima yang menyaksikan itu semua juga tersenyum. Akhirnya mereka bisa melihat Chandra bertingkah kekanakan begitu.
"sudah lama papa nggak lihat abangmu seperti itu" ucap om Bima yang masih melihat ketiga orang yang masih berdebat kecil setiap langkah mereka.
"iya pa, semenjak di khianati mantan terkutuknya itu" Zara kesal. Karena semenjak pengkhianatan itu, Chandra benar-benar berubah.
Sedangkan di sudut lain. Mita semakin marah saat melihat Chandra dan Cia yang semakin terang-terangan di depannya. Tangannya terkepal dengan kuat, seakan meluapkan emosinya. Tak lama, senyum miringnya tercetak jelas di bibirnya.
.
.
...****************...