Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Pertemuan Dua Keluarga
Martha datang ke kamar Ayuna dengan membawa Paperbag besar. Wanita tua itu berteriak-teriak, memanggil cucunya.
"Ayuna! Ayuna! Cepat buka pintunya. Oma mau masuk," ucap Martha sembari menggedor pintunya.
"Iya, tunggu sebentar."
Ayuna yang berada di dalam kamar mandi buru-buru keluar, diurungkan mandinya untuk menemui omanya yang sudah berisik di depan pintu kamarnya.
Ayuna membuka pintu dan mendapati omanya tengah berdiri di depan pintu sembari menenteng paperback di tangannya.
"Ada apa oma?" tanya Ayuna.
"Ini, buat kamu. Kamu pakai, dandan yang cantik, oma tunggu jam setengah tujuh malam, kita keluar," ucap Martha.
"Hah! Ini apaan?" tanya Ayuna membuka sekilas isi dari paperback yang diberikan omanya.
"Buka saja," jawab Martha.
"Memangnya kita mau ke mana dih oma?" tanya Ayuna.
"Sudah! Jangan banyak tanya. Mendingan kamu sekarang bersiap dan pakai itu. Jangan membuatku kecewa," peringat Martha.
Martha langsung bergegas pergi meninggalkan Ayuna yang masih berdiri di depan pintu.
"Aneh, makin ke sini, kok makin aneh. Ini apaan sih," gumam Ayuna dengan membuka isi paperback itu dan masuk kembali ke dalam kamarnya.
"Hah! Gaun. Tumben oma beliin aku gaun, mana pernah dia manjain aku. Ini pasti ada maunya, mencurigakan.
Ayuna melemparkan gaun itu ke atas ranjangnya dan bergegas pergi ke kamar mandi kembali.
Selang beberapa menit, Ayuna kembali dengan mengenakan handuk yang melilit tubuhnya.
Mengambil gaun yang diberikan oleh omanya dan segera memakainya.
"Aku kok jadi curiga gini ya? Sebelumnya kita menemui client di luar pun, oma tidak pernah memperhatikan penampilanku. Tapi kenapa kali ini, dia peduli banget sama aku. Membelikan gaun yang lumayan mewah, hanya untuk acara yang nggak jelas gini."
Ayuna tetap memakai gaunnya, dan merias dirinya dengan bedak dan juga lipstick. Tidak mencolok, karena Ayuna tidak menyukai dandanan yang menor.
"Sudah! Begini aja."
Ayuna memutarkan badannya menatap penampilannya di depan cermin dengan tersenyum.
'Perfect'
Setelah menyelesaikan acara dandanannya, Ayuna mengambil tas selempang, dompet beserta ponsel dan memasukkannya ke dalam tas.
Dia keluar untuk menemui keluarganya yang kini sudah menunggunya di ruang tamunya.
"Kamu sudah siap?" tanya Martha.
"Sudah oma," jawab Ayuna.
Ayuna menatap satu persatu anggota keluarganya yang berada di ruang tengah, ada oma, opa, Papa, dan Tantenya saja.
Tidak mendapati keberadaan Mamanya, dia pun pada Papanya.
"Pa! Mama mana Pa?" tanya Ayuna.
"Mama kamu nggak ikut," jawab Mahendra.
"Loh! Kenapa? Bukannya ini acara keluarga, kenapa Mama nggak ikut?"
Ayuna mulai tak tenang, karena Mamanya tidak ikut dengannya. Padahal itu adalah acara keluarganya.
"Hanya kita saja Ayuna, nggak banyak orang, entar disangkanya pawai lagi," sambung Anisa dengan senyuman smirk.
"Tapi tante, cuma ngajak Mama doang aja masa udah kebanyakan orang. Kasihan Mama, kita ajak ya Pa? Atau kalau enggak, aku nggak bakalan ikut," celetuk Ayuna.
"Tidak! Mama kamu jaga rumah di sini. Nanti kalau dia ikut, Nilam pulang nggak ada orang. Jadi mending kamu sekarang masuk ke dalam mobil, Ayo kita berangkat sekarang."
Dengan leher yang terasa mencekik, Ayuna pun terpaksa ikut dengan omanya. Seperti yang dituturkan oleh Papanya, dirinya lebih baik menurut demi keselamatan Mamanya.
"Ayo Yuna, kamu masuk ke dalam mobil," tutur Martha.
"Iya," jawab Ayuna dengan lirih.
Di perjalanan, tak henti-hentinya Ayuna menitikkan air matanya. Sangat kasihan pada Mamanya yang tidak pernah dianggap oleh opa dan juga omanya.
'Ya Tuhan, seperti inikah kalau tidak pernah diinginkan oleh mertua. Dari Mama aku banyak belajar, rasa sakit yang Mama derita, pasti sangat berat. Semoga Mama kuat, 'Aku berjanji padamu Ma. Aku akan membebaskanmu dari mereka. Tunggu aku sampai menemukan cara, gimana bisa lepas dari manusia macam mereka," gumam Ayuna dengan mengusap air mata yang meleleh di pipinya.
Mahendra mengamati putrinya dari spion. Dia tahu kalau Ayuna sangat mengkhawatirkan Mamanya. Dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya, tidak memiliki keberanian untuk melawan kedua orang tuanya, karena tidak ingin hidupnya berakhir seperti Bagas, kakaknya.
'Maafkan Papa Ayuna, semoga kamu mengerti dengan yang Papa ucapkan tadi. Papa sebenarnya sangat tidak tega melihat kamu dan Mama kamu menderita di dalam Mansion.
Butuh memakan waktu kurang lebih lima belas menit, akhirnya mereka telah sampai di tempat tujuan.
Di sebuah restoran mewah, mereka berlima turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam.
Tidak terlalu ramai, sepertinya restoran itu memang sengaja dipesan oleh omanya agar tidak ada pembeli yang datang.
'Kok aneh sih, ini restoran apa kuburan,' gumam Ayuna dengan mengamati sekeliling yang terlihat nampak sepi pengunjung.
Ayuna hanya diam berjalan di belakang, sengaja ingin melihat-lihat situasi di tempat itu.
Di bagian ujung ada satu meja yang memanjang, yang sengaja di tata seperti itu.
Mungkin sudah dipesan untuk acara meeting atau pertemuan penting.
"Dengan Nyonya Martha?" tanya pelayan restoran berjalan mendekat pada mereka berlima.
"Iya, saya yang namanya Martha," jawab Martha dengan wajah garangnya.
Walaupun dengan orang lain, dia selalu menunjukkan keangkuhannya. Bahkan tidak pernah ada rasa iba pada kaum lemah.
"Nyonya dan keluarga sudah ditunggu oleh keluarga dari Moffat."
Deg
'Apa? Moffat.'
Ayuna mulai terlihat gelisah mendengar kata Moffat disebut.
"Iya, di mana mereka?" tanya Martha.
"Mereka ada di ujung sana nyonya," jawab pelayan.
"Baik, terimakasih," jawab Martha dengan berjalan menuju tempat yang sudah disediakan oleh pihak restoran.
Ayuna dan yang lainnya mengikuti di belakang, dengan Ayuna yang mendumel tidak jelas, karena kecewa tidak tahu dengan siapa dirinya akan dipertemukan.
Tiba di tempat yang disediakan, sudah ada beberapa orang yang tengah menyambutnya.
Mereka nampak antusias menyambut Martha dan Alexander dengan sedikit candaan.
"Ya ampun, kamu itu masih tetep awet muda ya jeng. Aku aja yang seusia kamu udah banyak keriputan," celetuk perempuan tua seusia Martha, namun dia terlihat sangat tua dan rapuh.
"Iya, karena aku masih butuh perawatan. Aku tidak mau menua, aku masih butuh bahagia memiliki wajah yang kenceng, walaupun umur tidak lagi muda," jawab Martha dengan melepas tawanya.
"Ayo mari-mari silahkan duduk," tuturnya pada keluarga Alexander.
"Iya, terimakasih," jawab Martha dan yang lainnya.
Saat semuanya sudah terduduk, Ayuna dan Martha tak sengaja bertatapan. Mereka berdua sama-sama terkejut dengan keberadaannya, antara pasien dan dokternya.
"Loh! Bukannya ini dokter Ayuna?" tanya Martha menatap Ayuna dengan lekat.
"Iya, saya Ayuna. Ini nyonya Ane kan?" Ayuna balik bertanya pada Ane.
"Iya benar. Saya nyonya Ane," jawab Ane tersenyum senang bertemu kembali dengan Ayuna.
"Mega lihatlah. Kamu masih ingat, ini dokter yang membuatku sembuh seperti sekarang ini," ungkap Ane.
"Iya Ma, aku mengingatnya, " jawab Mega sembari tersenyum pada Ayuna.
Martha dan Alexander menoleh pada Ane dan juga Ayuna. Mereka bahkan tidak menyangka, bahwa Ane dan Ayuna sudah saling mengenal.
"Jadi kalian ini sudah saling mengenal?" tanya Martha pada Ane.
"Iya, dia ini dokter pribadiku. Dia juga yang membuatku sehat seperti sekarang ini. Tapi ngomong-ngomong, kenapa dokter Ayuna ada di sini. Atau jangan-jangan dia ini.... "
"Dia cucuku, dia yang akan aku jodohkan dengan cucumu. Gimana cucuku, apa kamu menyukainya?" tanya Martha dengan menaikkan satu alisnya.
Semua orang terkejut, termasuk Ane. Dia tidak menyangka Dokter yang merawatnya itu yang dijodohkan dengan cucunya. "Jadi dia ini cucu kamu?"