Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Sesampainya di kantor, Rangga segera mendudukan diri di kursi meja kerjanya.
Dia menyenderkan punggung lelahnya memikirkan hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini.
Wandi yang melihat itu pun menatapnya dengan iba. Dia tidak ingin menyapa dan bertanya tentang masalah Rangga kali ini.
Mau bagaimana pun Rangga sangat keras kepala, sudah di tegur tapi tetap tidak ingin di salahkan, itulah yang membuat Wandi jengkel dengan sikap Rangga.
Wandi mengenal baik istrinya Rangga. Menurut Wandi, Jia bukanlah wanita yang nakal. Bahkan Jia wanita cantik yang sabar dan selalu bersusah payah untuk mengikuti semua yang Rangga mau.
Tetapi Wandi menyayangkan sikap Jia kepada Rangga yang di balas dengan rasa sakit dari Rangga.
Entah Jia yang bodoh karena terlalu bucin pada Rangga. Atau Rangga yang bodoh karna sudah menyia-nyiakan wanita seperti Jia.
Disisi lain Wandi juga merasa lega saat Jia berani menggugat Rangga. Karena bagaimana pun Wandi sedikit banyaknya telah mengetahui masalah apa yang menimpa keduanya saat ini.
Namun, Wandi hanya bisa bersikap biasa saja, ia tidak terlalu membela Rangga ataupun Jia.
"Ga, ini ada beberapa berkas yang harus kamu kerjakan secepatnya. Karena nanti siang mau dipakai untuk bahan meeting sama Bos." Ucap Wandi yang menghampiri Rangga seraya menyodorkan sebuah map.
Rangga menatap berkas tersebut dengan malas. Tetapi mau tidak mau Rangga harus mengerjakan apa yang Wandi perintahkan.
Rangga menganggukkan kepala seraya meraih berkas itu dari tangan Wandi dan Wandi segera kembali ke meja kerjanya untuk mengerjakan pekerjaan yang lain.
Rangga mengambil flashdisk miliknya yang selalu ia simpan dalam laci. Rangga memasang flashdisknya ke komputer yang selama ini dia gunakan. Lalu membuka beberapa kertas bahan meeting yang harus dia kerjakan.
Tetapi dia merasa aneh, kenapa flashdisk tersebut lama sekali mendeteksi data.
Dia berfikir bahwa masih loading dan membutuhkan beberapa menit untuk menunggunya.
Setelah flashdisk tersebut terdeteksi betapa kagetnya Rangga yang melihat isi dari flashdisk tersebut bukanlah bahan perkerjaan melainkan beberapa video tak senonoh.
"Apaan sih!! Siapa yang iseng mengerjai ku!!" Ucap Rangga tiba-tiba, membuat semua rekan kerjanya menatap aneh ke arahnya.
"Kenapa sih Ga?" Tanya Wandi yang kebingungan dengan tingkah Rangga.
Rangga langsung menunjuk ke arah komputernya. Lalu Wandi menatap ke arah Komputer Rangga.
"Apaan sih Ga? Tidak ada apa-apa kok ini." Ucap Wandi dengan nada heran.
"Itu Wan, kamu lihat ada apa di flashdisk itu." Jawab Rangga yang masih kekeh dengan apa yang dia lihat.
"Apaan sih Ga. Orang itu berkas untuk bahan meeting hari ini. Benar kan itu isinya." Jawaban Wandi membuat Rangga menatap ke arah komputernya dengan seksama.
Rangga mengerutkan keningnya saat apa yang dia lihat saat ini sangat berbeda dengan apa yang dia lihat tadi.
Dengan beringas Rangga langsung mendekati Wandi dan langsung mencengkram kerah kemejanya.
Mungkin karena Rangga tengah memikirkan banyak masalah sehingga dia sampai berhalusinasi yang bukan-bukan.
"Ini pasti kerjaan mu kan?" Ucap Rangga dengan mata melotot di hadapan Wandi.
Kelakuan Rangga membuat rekan kerjanya yang lain langsung berdiri menghampiri mereka berdua.
"Kamu kenapa sih Ga?" Ucap Wandi yang langsung menghempaskan tangan Rangga.
"Manusia licik kamu Wan. Kenapa kamu memberi ku video itu hah?" Tanya Rangga yang membuat Wandi semakin kebingungan.
"Gila kamu Ga. Nuduh Wandi yang tidak-tidak. Itu Flashdisk isinya berkas kerjaan, kenapa kamu malah nuduh Wandi mengirim video aneh." Ucap salah satu rekan kerja mereka.
"Ada apa ini?" Tanya Bos mereka yang baru saja sampai di kantor dan melihat keributan di ruangan kerja karyawannya.
Rangga dan Wandi saling diam dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Rangga dari tadi membuat kegaduhan, Pak. Dia teriak-teriak sendiri dan saat Wandi bertanya baik-baik malah dia marah dan ingin memukul Wandi." Adu salah satu karyawati disana yang memang melihat kejadian sejak awal.
"Rangga, Wandi ikut ke ruangan saya." Ucap bos mereka dengan berjalan terlebih dahulu mendahului Rangga dan Wandi.
Mau tidak mau Rangga dan Wandi segera melangkah mengikuti manager perusahaan mereka.
"Coba jelaskan apa yang terjadi?." Ucap Bos mereka singkat.
Rangga dan Wandi sama-sama diam. Mereka enggan berbicara. Hingga akhirnya Wandi menghela nafas untuk memulai perkataannya.
"Saya tidak tahu pasti Pak. Rangga tiba-tiba teriak dan membuat kaget satu ruangan. Setelah itu saya mendekati Rangga bertanya baik-baik tapi malah dia mau memukul saya. Seperti yang di ucapkan Tina tadi Pak ." Ucap Wandi dengan pelan dan sopan.
"Itu karena kamu memberi ku bahan meeting yang aneh." Ucap Rangga yang tidak terima.
"Aneh bagaimana?" Tanya Wandi yang kebingungan.
"Kau sengajakan memberi ku flashdisk dengan memberi video yang aneh itu." Ucap Rangga lagi.
"Aku tidak memberi mu flashdisk, Rangga. Aku hanya memberi mu berkas dengan bentuk tertulis. Itu kan flashdisk mu sendiri yang kau ambil dari laci meja mu." Jawab Wandi yang membuat Rangga terdiam.
Sial Rangga baru mengingatnya. Wandi benar memang memberinya berkas dengan bentuk tertulis. Hingga Wandi menyuruh Rangga untuk merevisinya. Dan flashdisk itu memang dia ambil dari laci meja kerjanya sendiri.
Melihat respon Rangga yang hanya diam saja membuat Pak Yudi selaku kepala manager mereka mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah.
"Rangga saya kemarin memang hanya memberikan Wandi sebuah berkas dengan bentuk tulisan. Dan saya juga yang meminta Wandi untuk di berikan ke kamu agar bahan Meeting ini kamu yang mengerjakannya. Karena Wandi merekomendasikan untuk menaikkan jabatan kamu. Lalu kenapa kamu malah menuduh Wandi yang tidak-tidak?" Tanya Pak Yudi pada Rangga.
Rangga diam tidak menjawab sama sekali. Dia bingung ingin menjawab apa. Dia malu dengan Wandi, Wandi yang sudah membantunya tetapi dia malah menuduh Wandi yang tidak-tidak.
"Wandi, kamu boleh kembali bekerja." Ucap Pak Yudi yang membuat Wandi mengangguk sopan.
"Saya permisi Pak." Jawab Wandi singkat.
Pak Yudi mengangguk. Setelah melihat Wandi keluar dan menutup pintu, dia menatap Rangga dengan tatapan penuh tanya.
"Ga, kamu kenapa? Beberapa hari ini kamu sudah tidak fokus bekerja. Saat Wandi merekomendasikan kamu 2 minggu yang lalu saya awalnya merasa ragu. Tapi melihat riwayat kerja kamu yang bisa di katakan cukup baik maka saya memutuskan memantau kamu lebih dulu, siapa tahu saya bisa mempertimbangkan ucapan Wandi. Tetapi ternyata saya salah. Kamu benar-benar mengecewakan." Ucap Pak Yudi lantang, membuat Rangga menundukkan kepalanya.
Pak Yudi menatap tajam ke arah Rangga.
"Jujur beberapa akhir ini saya sudah memantau mu. Dan saya berfikir bahwa saya sudah tidak bisa mempertahankan kamu di sini. Setelah ini silahkan kamu ke staf administrasi dan minta apa yang menjadi hak kamu. Akan saya hubungi staf yang bersangkutan setelah ini." Kali ini Ucapan Pak Yudi membuat Rangga terkejut.
Rangga menatap Pak Yudi dengan tatapan sendu. Apa dia tidak salah dengar kalau dia di pecat hari ini.
"Pak saya tahu saya salah. Saya minta maaf sebesar-besarnya tetapi tolong Pak, tolong jangan pecat saya. Saya mohon, kalau saya di pecat, saya harus kerja dimana lagi?" Ucap Rangga berusaha membujuk Pak Yudi.
Pak Yudi menggelengkan kepalanya menolak ucapan Rangga.
"Saya tidak peduli, silahkan kamu keluar dari ruangan saya dan kemasi barang-barang kamu." Ucap Pak Yudi, membuat Rangga mau tidak mau melangkah pergi meninggalkan ruangan Pak Yudi.
********
********
kenp gak tegas .buat mereka kapok