Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Paket?" ulang Widi kedua alis bertaut tak mengerti ucapan satpam.
"Iya Bu, tadi saya menerima paket. Di situ tertera tulisannya untuk semua orang kantor, karna penasaran jadi saya buka paketnya. Maafkan saya Bu dengan kesalahan apa yang saya lakukan hari ini," sahut satpam berdiri tegak dan mengatupkan kedua tangannya, ia takut di pecat.
"Mana paketnya?" Widi mengedakan tangannya.
Sebuah kotak yang berisi beberapa lembar foto mampu menggemparkan seisi kantor, asisten Dina memberikan kotak misterius itu pada Widi. Widi menyambutnya dengan baik, langsung saja ia membukanya dengan rasa penasaran yang sangat tinggi.
"Siapa yang mengirimnya?" tanya Widi yang tengah fokus melihat foto-foto.
"Enggak tahu Bu, tanpa pengirim. Cuma di tulis untuk seluruh anggota di perusahaan ini," balasnya lagi dengan menunduk takut.
.
.
.
Di tempat lain, Dela sedang bertelepon nan dengan seseorang.
"Bagaimana, apa berhasil?"? tanya Dela melalui panggilan.
"Aman Bos sesuai dengan perintah."
"Bagus, sisanya nanti aku transfer ke rekening kamu," ucap Dela seraya tersenyum sinis.
"Memangnya cuma kamu doang yang bisa berlaku jahat, Widi? Jangan kamu kira aku orang lemah, bahkan sebentar lagi jabatan kamu akan turun!" gumam Dela seraya ketawa besar membayangkan betapa malunya Widi dengan ulahnya.
Kini, ulah jahat Dela pun tersebar ke sosial media. Ia rela melakukan apa saja demi mendapatkan cinta dari Denis. Anak atasannya sendiri, sehingga masalah itu pun sampai di telinga Pak Cakra.
"Apa-apaan ini? Cepat kalian panggil Denis ke sini!" titah Pak Cakra kelihatan marah besar pada anaknya sendiri, bahkan asistennya sendiri ketakutan melihat raut wajah Pak Cakra. Ini pertama kalinya iya melihat atasannya marah besar.
"Tuan Denis, dipanggil Bapak disuruh ke ruangan sekarang juga."
"Baik, terima kasih." Denis langsung melangkahkan kakinya menuju ruangan Pak Cakra.
Begitu sampai di depan pintu ruangan Pak Cakra. Denis menarik nafasnya dalam-dalam.
"Ada apa, pa?" tanya Denis yang sudah berdiri di belakang Papanya.
Bruk!
Bugh!
Beberapa barang melayang kearah Denis. Denis pun merintih kesakitan, ia tahu apa yang dimarahi Papanya.
"Pah tolong hentikan, apa yang terjadi sehingga Papa marah besar?" tanya Denis yang merintih kesakitan.
"Apa yang terjadi kamu bilang? Coba lihat ini, apa kamu tahu apa yang terjadi!" sahut Pak Cakra dengan mata mendelik.
Denis melihat sekilas di hp yang diberikan oleh Pak Cakra. Denis membuang nafas kasarnya.
"Kalau aku menjelaskan kejadiannya Papa tidak akan percaya, intinya aku dan Widi akan menemui siapa pelaku tersebut," balas Denis dengan santai.
Pak Cakra menoleh ke arah Denis. Lalu menatap dengan penuh tanya.
"Apa maksud kamu?"
"Aku dan Widi tidak ada hubungan apa-apa, memang betul itu pertemuan bukan pertama kalinya bagi kami. Sebelumnya tidak sengaja kami bertemu di sebuah kedai Bubur sumsum, karna keteledoran aku menabrak Widi sehingga minuman yang berada di tangan mengotori kemejaku." Denis berusaha meyakinkan Papanya, ia tahu Papanya tidak bisa di bohongi.
"Ya, karna Papa memaksa aku mewakili pertemuan ini. aku juga tidak tahu jika Widi rekan kerja bisnis Papa, sebagai permohonan maaf aku mengajaknya bicara dan makan siang," sambungnya lagi.
"Huft!" Pak Cakra membuang nafas kasarnya, ia juga merasa bersalah tidak mencari tahu titik permasalahannya.
"Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Pak Cakra membuat Denis tercengang.
"Jangankan pacar, yang dekat saat ini saja aku tidak punya, Pa."
"Widi orang yang pernah Papa ceritakan saat itu, bahkan saudaranya bekerja di kantor ini," ucap Pak Cakra melengos.
"Siapa Pa?" tanya Denis terkejut.
"Dela, sepupunya Widi,"
"Apa dia tidak tahu dengan Papa?"
"Dia tidak tahu semuanya, tempat Widi bekerja mengadu nasib pertama kali ia juga tidak tahu. Karena keinginan Widi tersendiri merahasiakan apa yang ia punya dari orang-orang, yang Papa tahu saat ini orang-orang mengira Widi bekerja sebagai Office Girl di kantornya sendiri," ucap Pak Cakra salut dalam perjuangan Widi.
"Kenapa bisa begitu?" heran Denis.
"Entahlah Papa juga tidak mengerti, mungkin ada rahasia di balik semua ini."
"Hebat juga dia bisa menyembunyikan semuanya,"
Denis semakin kagum dengan cara unik Widi. Dela? Nama yang tidak asing bagi Denis. Ia berusaha melakukan yang terbaik agar nama perusahaan Widi bersih kembali.
.
.
.
Sementara itu di rumah Henti. Dela pulang dengan wajah bahagia, Henti melihat anaknya tidak pernah sebahagia ini selama bekerja pun heran.
"Apa yang membuat kamu bahagia, Dela? Biasanya pulang kerja selalu cemberut," tanya Henti dengan alis yang bertautan.
"Mamah tahu apa yang membuat aku bahagia?" balasnya dengan tersenyum lebar.
"Apa?"
Henti berharap Dela berhasil mengambil hati laki-laki kaya raya yang pernah di ceritakan, ia juga tidak sabar hidup dengan bergelimang harta.
"Widi akan."
Henti tampak terkejut mendengar ucapan Dela. Ia tidak menyangka anaknya melakukan hal senekat itu, padahal sebelumnya ia sudah memberi peringatan agar tidak mengganggu kehidupan keluarga Widi lagi.
Plak!
Plak!
Kemarahan Henti yang sudah di atas puncak, nafasnya pun sudah tidak beraturan lagi. Sepintas ia mengingat ucapan Widi sebelumnya, ia marah karena tidak mau kehilangan anaknya setelah kepergian mendiang suaminya.
Dela ter pelongo seraya memegang pipinya yang merah, ia tidak menduga Mamahnya kali ini berbeda pendapat. Pertama kalinya ia ditampar oleh Mamahnya, selama ini Dela selalu di manja oleh Mamahnya.
"Ma, Mamah nampar aku?" tanya Dela dengan bibir gemetaran, tak terasa air matanya menetes.
Henti pun merasa menyesal atas apa yang ia lakukan pada Dela. Henti terus meratapi tangannya yang habis menampar.
"Maafkan Mamah, Mamah tidak sengaja melakukan itu," sahut Henti dengan gemetaran, berniat ingin memegang pipi Dela. Namun, Dela menepis tangan Mamahnya.
"Mamah jahat!" sentak Dela berlalu masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu dengan keras.
Brak!
Nyaris saja tangan Henti terjepit pintu karna ia mengejar Dela masuk ke dalam kamar.
"Dela, maafkan Mamah. Bukan maksud Mamah berlaku jahat, Mamah tidak mau kamu kenapa-napa," isak Henti yang tak berhenti menggedor pintu kamar Dela.
"Jangan ganggu aku Mah, biarkan aku sendiri!" balas Dela dari dalam kamar.
"Mamah sayang sama kamu Dela. Mamah takut kamu kenapa-napa sama Widi. Tolong Nak berhenti bersifat jahat padanya!" mohon Henti.
Henti menangis terisak-isak, ia sangat menyesal. Di sisi lain, ia khawatir jika hal buruk terjadi pada anaknya.