Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 KEJADIAN TAK TERDUGA
Bangunan sederhana yang berdiri di pinggiran kota. Sepi, teramat sedikit beberapa orang yang berlalu lalang. Bahkan tak banyak rumah makan atau pedagang yang berjualan di sekitar situ. Setelah berpikir, pria dengan jaket tebal itu akhirnya turun dari mobil. Ia berjalan sendirian, menuju sebuah pintu masuk yang terbuat dari kaca. Seorang satpam membukakan pintu dan menyapa dengan hangat.
Saat ia akan masuk, tiba-tiba ia melihat seorang perempuan muncul dari lift. Pria tersebut langsung lari ke arah mobilnya.
"Jangan sampai ketahuan," ujarnya.
"Tuan, kenapa masuk lagi? Sudah ketemu nyonya Vania, belum?" Reno yang masih duduk di dalam mobil terkejutkan oleh David yang malah masuk kembali.
"Dia mau keluar tadi," jawabnya.
Reno mengernyit heran, "Loh, terus kenapa? Bukankah Anda kesini mau jemput nyonya Vania?" tanyanya.
"Hmm ...."
"Itu nyonya Vania!" tunjuk Reno saat perempuan cantik berkulit putih keluar dari sebuah penginapan sederhana membawa sebuah tas selempangnya. "Tuan!" tegurnya tapi David malah diam saja.
"Hey, Reno!" Asistennya itu malah keluar dari mobil entah apa yang akan dilakukan asistennya itu.
"Nyonya Vania ....." panggilnya dan wanita itu langsung menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya dia, saat melihat kedua pria yang sama-sama membuatnya kesal.
"Nyonyaaaa!!!!" teriak Reno karna hampir saja Vania tertabrak motor saat hendak menyebrang.
Vania hendak lari dan menyebrang jalanan, tapi ia tak fokus sampai tak tahu ada motor melaju kencang. Dengan cepat, David berlari dan menyelamatkan Vania. Suaminya itu menarik tubuhnya hingga kini Vania dalam dekapannya.
Sekian detik, posisi mereka tak berubah. David masih memeluknya dan Vania berada dalam dekapan hangatnya.
Perlahan pelukannya mengendur, dan keduanya saling salah tingkah.
"Nyonya, Anda tidak apa-apa?" tanya Reno masih dengan wajah khawatirnya. Tadinya ia ingin lari menyelamatkan Vania, tapi dari arah belakang tubuhnya ditabrak oleh David yang berlari sangat kencang.
Vania hanya menggeleng dan tiba-tiba tangannya ditarik oleh David.
"Lepas ...." rengeknya saat David menarik tangannya tanpa sepatah kata pun.
"Pulang. Ayah sangat khawatir dengan kamu, apalagi ibu dan mama. Mereka menangisi kamu semalaman," kata David membuat Vania terdiam. "Ngapain sih, pakai kabur-kaburan segala. Bikin ribet aja!" omelnya.
"Lepas!!!" Vania menarik tangannya dengan keras mencoba lepas dari David tapi masih gagal juga. Matanya mulai berkaca-kaca, karna ucapan David barusan membuat hatinya sedikit terluka.
"Ya, aku salah! Aku salah! Aku akan jelaskan ke kamu semuanya. Sekarang kita pulang dulu. Aku sudah berjanji sama semuanya akan membawa kamu pulang hari ini. Mereka sedang menunggu di rumah kita untuk menyambut kamu pulang."
David membukakan pintu mobil dan ia langsung menyuruh Reno melajukan mobil.
"Barang-barangku ...." Vania teringat akan barang-barangnya yang masih ada di dalam. Tapi David hanya mengatakan bahwa semuanya akan beres, ia bisa menyuruh orang untuk membawanya pulang nanti.
Selama perjalanan suasana tampak hening. Apalagi Vania, yang otaknya penuh dengan pikiran yang sangat beraneka macam. Tapi untung saja, kini emosinya sudah mereda. Ia juga sempat berpikiran bahwa yang ia lakukan untuk kabur adalah perbuatan yang terlalu berlebihan. Tapi memang ia cukup emosi dan kesal waktu itu.
"*Kira-kira apa yang akan dijelaskan dia? Apa dia akan menyatakan bahwa benar wanita itu adalah pujaan hati dia selama ini? Atau dia adalah mantannya yang belum bisa ia lupakan? Atau mungkin saja dia ingin menikahinya tapi sudah terlanjur menerima perjodohan denganku? Apa mungkin saja aku yang sudah merebut David dari perempuan itu? Aku merebut posisi yang seharusnya menjadi hak wanita itu? Tapi kita sudah menikah, seharusnya wanita itu sadar bahwa tak bisa merebut suami orang*!"
"Berhenti, Reno!" Di tengah perjalanan, Vania memberhentikan mobil yang sedang melaju kencang. Tapi Reno akhirnya memberhentikan mobil dan parkir di pinggir jalan yang sepi.
"Aku ingin kamu jelaskan dulu soal kejadian kemarin sebelum kita pulang," ucapnya.
David menatapnya sebentar lalu menyuruh Reno untuk keluar dari mobil.
Kini hanya ada mereka berdua. Vania masih membuang muka ke luar kaca mobil.
"Soal wanita yang kamu lihat di kantor waktu itu, namanya Karina. Dia—"
Hingga detik ini pun David masih kebingungan untuk menjelaskan soal Karina. Mamanya hanya mengatakan bahwa ia tak boleh mengatakan yang sejujurnya soal status Karina. Ia menyuruh David untuk mengarang cerita, tapi David masih bingung.
"Siapa? Mantan kamu?" tanya Vania merasa tak sabar mendengarnya.
"Hm, iya. Dia mantan aku, kita sudah berpacaran dari sejak kuliah."
"Kenapa gak nikah sama dia? Kenapa malah nikahin aku?" Vania masih berusaha mengontrol emosi, walaupun ia sebenernya ingin marah dengan suaminya yang masih berhubungan dengan sang mantan.
"Hm, Karina sibuk dengan karirnya di luar negeri dan belum kepikiran untuk menikah. Jadi—"
"Jadi, kamu mau nikahin aku karna disuruh sama orang tua kamu? Jadi, aku hanya dijadikan pelampiasan? Kamu gak pernah anggap aku karna aku hanya anak dari seorang bawahannya papa kamu? Kamu masih cinta sama dia? Kamu masih mau bersamanya? Ya sudah, kita berpisah saja!"
DEG.
"Jaga ucapan mu!" teriak David membuatnya terjingkat kaget. "Siapa kamu berhak memutuskan berpisah? Hah? Jangan lancang kamu!" Harga dirinya seakan terluka saat wanita yang baru ia nikahi itu dengan gampangnya mengatakan berpisah.
David tiba-tiba keluar dari mobil dan menyuruh Reno untuk mengantarkan Vania pulang. Sedangkan dia memilih untuk naik taxi saja.
Air matanya seketika turun dan dengan cepat ia hapus karna Reno hampir melihatnya yang sedang menangis.
"Nyonya, Anda tidak apa-apa?" tanyanya dengan suara pelan.
"Hmm." Vania hanya berdehem tapi air matanya turun lagi membasahi pipi, dengan cepat Reno memberikan dua lembar tisu padanya.
Sedangkan David yang sudah duduk di dalam taxi hanya bisa melampiaskan emosinya pada jok mobil. Ia hantam kuat-kuat melampiaskan amarahnya.
"*Siapa dia? Dengan berani-berani mengatakan berpisah? Arrrggghhhh*" teriaknya dalam hati.
Entah kenapa David bisa semarah itu, padahal seharusnya dia senang karna Vania mengajaknya berpisah. Bukankah itu bagus? Bahwa ia tidak akan pusing lagi dengan kedua istrinya. Dan akan beralasan dengan Rissa bahwa Vania-lah yang mengajaknya berpisah.
BIM! BIM! BIM!
Bunyi klakson terdengar berulang-ulang. Dari arah belakang pun tak hentinya para supir membunyikan klakson mobilnya.
"Macet, Tuan. Sepertinya sedang ada kecelakaan."
Karna mobil tak kunjung bisa jalan, David yang mulai kegerahan di dalam mobil berinisiatif untuk keluar demi mencari udara segar.
Tapi ia penasaran dan berusaha menjangkau sebuah mobil yang terlihat remuk akibat kecelakaan. Tapi ia malah menyadari akan suatu hal.
"Mobilku! Mobil—" David berlari menyusuri trotoar untuk memastikan bahwa mobil yang kecelakaannya itu bukan miliknya. Karna mobil yang rusak parah itu sedang diangkat menggunakan alat berat. Jantungnya berdegup sangat keras dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Ia mencoba menghubungi Reno tapi tiba-tiba nomernya tidak aktif.