Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Jadi bahan fantasi
Dewi wanita berpengalaman, dia sering merasakan betapa menyebalkannya emosi Arman ketika hasratnya tidak tersalur.
Sesuatu di sela kedua paha Alan telah membengkak. Dewi berpikir, apakah dia akan bersedia membantu jika Alan memintanya.
Dia wanita 26 tahun, tidak cocok lagi berlagak polos apalagi pernah punya pacar. Semoga Alan tidak melampaui batasan, Dewi berharap. "Alan, jujur saja kalau kamu pernah terobsesi padaku?" Dia penasaran.
Di tepi bak mandi ada 2 figura benteng catur setinggi 80 cm penambah nilai artistik ruangan itu. Kalau catur biasa berwarna hitam dan putih tapi figura catur di kamar cinderella, yang satu black yang satu lagi warna pink. Alan duduk berselonjor disitu, masih belum mau melepaskan Dewi, menahan wanita itu duduk di pangkuannya, "Sekarang juga masih," jawab Alan mengakui perasaan.
"Sejak kapan?"
Disela-sela meremas, mengulum buah kenyal di depannya Alan menjawab. "Sejak aku menjadi bagian dari Thamrin group. Membayangkan kamu cara aku survive dari patah hati."
Hah! Membayangkan bagaimana? Dewi terperangah. "Jangan bilang kalau aku jadi bahan fantasi seks kamu selama ini?" Dewi marah.
"Hei!" Dewi mengangkat wajah Alan dari dadanya yang pura-pura tidak mendengar. Bibirnya yang semula merah muda sekarang jadi merah menyala. Ini orang atau vampir, sih! Batin, Dewi.
"Benar begitu!" Dewi meninggikan suaranya. Dia tidak mungkin bisa jaim di depan Alan.
"Hehe," seringai Alan.
No way. "Kamu menjijikan!" Dewi hendak bangun dari pangkuan Alan, pria itu tidak mengijinkan.
"Apa kita akan terus begini sepanjang malam?" Dewi melotot.
Alan melihat waktu pukul 12.10 midnight. "Tapi aku belum puas."
Bagaimana bisa puas kalau yang seharusnya keluar belum keluar, Dewi mencibir. "Besok jam 7.00 pagi kita harus sudah make up. Jangan sampai bangun kesiangan kalau kita tidak segera tidur sekarang. Aku gak mau batal menikah, you know!"
"Tidur?" Alan ekspresi mendamba.
Ah, Dewi membuang mukanya kesamping kemudian kembali membelalakkan matanya pada Alan. "Tidur dalam arti yang sebenarnya, Alan!"
"Lalu ini bagaimana?" Alan menunjuk ke bawah pusatnya.
Wajah Dewi memerah. Dari tadi udah dielak-elak agar tidak memandang kesana malah diekspos. "Kamu mau aku ngapain. Pergilah buang ke urinoir!" marah Dewi.
"Tolong bantu." Alan ekspresi memohon.
Pupil Dewi melebar karena terkejut. Si brengsek ini! Dia tidak menyangka Alan akan benar-benar memintanya. Apa aku yang terlalu menganggap polos laki-laki ini. Sekarang Dewi diposisi serba salah. Kalau menolak ntar dikira munafik, kalau menyetujui dikira sudah biasa.
Memanglah dia sudah biasa dan bahkan sudah melangkah lebih jauh. Tapi saat ini disaat mereka baru pertama kali intimate, tidak bisakah dia jangan ngelunjak.
Dewi menatap wajah Alan, apakah dia sedang menguji talentanya sekarang. Baiklah, apapun itu. Saya tidak akan sungkan dan bersikap munafik. "Selain setubuh, katakan kamu maunya bagaimana!" tantang Dewi.
Dia wanita dewasa bukan dari keluarga yang terlalu religi. Biarpun bisa pura-pura belum pernah melakukannya tapi bisakah dia pura-pura tidak pernah melihat bokep.
Alan mengelus bagian resleting celana bahan yang masih melekat di kakinya. "Karaoke," jawabnya sok polos.
Hah!
Dengan wajah terzolimi Dewi turun dari pangkuan Alan. "Kamu tidak pernah melewatkan kesempatan!" Dia mendengus dingin.
Alan tersipu saat ingin menurunkan resletingnya. Saat pria itu kesusahan menarik celananya yang basah, Dewi terpaksa membantu. "Apa?" Dewi melotot saat Alan senyum berterimakasih padanya karena kooperatif.
"Aku bukannya tidak sabar, hanya ingin cepat selesai agar bisa cepat tidur!" ketus Dewi.
Oh my gosht! Aku pikir punya Arman udah paling gede, Dewi meneguk liurnya saat sesuatu menyembul dari dalam sempak. "Alan, aku tidak bisa melakukannya?" Dewi menyerah.
"Ehmmm, please..." Alan merayu dengan raut kecewa.
"Bukannya aku gak mau membantu, tapi lobang tenggorokanku gak mungkin muat jika dimasukkan pentungan ekstra large mu ini. This is huge, Alan. Kamu makan apa kenapa bisa tumbuh sepanjang ini, mana gemuk lagi. Ini abnormal, you even not an African!" Benar-benar menggoda iman. Bisa koyak dua kali aku kalau sampai ditembus, Dewi membatin.
Alan malu-malu mau, dapat terlihat dari wajahnya yang memerah. Ekspresinya memelas sembari meraih tangan Dewi untuk menggenggam miliknya.
Ah!
Melihat aja udah syok sekarang disuruh pegang, Dewi sesak nafas. "Baik, cepat keluar cepat istirahat." Mulutnya terpaksa dibuka lebar agar tidak semaput.
.
.
Brengsekk!
Di Thamrin Hotel, Arman sedang mengamuk di kamarnya lantai 8. Alas kasur dicabik-cabik sama dia, bulu angsa dari dalam bantal dan guling beterbangan di udara.
Khawatir Dita akan pingsan, Arman meninggalkan gadis itu bersama orang tuanya di lantai sepuluh agar dia bisa melampiaskan kekesalannya.
Arman baru saja menerima laporan dari Farouq si asisten sekaligus temannya itu bahwa sejak masuk, Dewi dan Alan belum terlihat keluar dari dragonasse tower.
Dewi! Kamu keterlaluan. Belum sehari kita putus, kamu sudah gak tahan mencari pelampiasan!
Akh!
Arman sangat frustrasi, dia mengepal tinjunya sehingga urat darah di buku-buku jarinya menonjol keluar. "Basement restoran sudah sepi dari tadi lalu di kamar mana mereka menginap?" geram Arman.
Farouq memasang mata-mata untuk mengikuti Dewi atas perintah Arman. "Mereka kesulitan mencari informasi ini. Waitress yang memberi mereka reward gratis ternyata tidak terikat kontrak dengan Restoran basement maupun Dragonasse Hotel," jelasnya.
"Tidak terikat?" Arman memandang Farouq.
"Tapi, bro! Bukankah Dewi agak perhitungan. Apa mungkin dia rela menginap di kamar Dragonasse yang kelas rendah saja 3 kali lipat harganya dari Thamrin. Sementara dia punya hotel sendiri. Tidak mungkin juga si Alan mampu membayar," lanjut Farouq.
Arman tiba-tiba teringat saat dia pernah ternampak Alan keluar dari mobil Van-nya. Sejuk, wangi serta full musik. "Mungkinkah si Alan ini pura-pura gembel untuk menutupi sesuatu? Siapa tau dia menyembunyikan bisnis ilegal menguntungkan yang melanggar hukum misalnya." , "Hanya belum ketahuan saja."
"Bagaimana kamu yakin?" tanya Farouq.
"Aku pernah melihat ke dalam Mobil Van-nya. Interiornya cukup mewah tidak mirip gelandangan yang tidak punya rumah."
"Begitu?" Farouq mengernyit. "Seandainya memang Alan mampu, bukankah buang-buang uang menginap di Dragonasse untuk semalam sementara ada Thamrin?"
"Mereka dapat reward makan gratis di basement dan juga di barbershop?" gumam Arman.
"Hm," angguk Farouq. "Dengan alasan Pelanggan keseratus."
"Heh!" Seharusnya Arman mendengus dingin tapi karena dia sedang emosi jadi lah mendengus panas. "Reward gratis, hahaha!" Dia tertawa seperti orang gila dalam pendengaran Farouq.
"Aku mencium ada bau konspirasi disini. Menurut kamu kenapa ibu ngotot pengen banget aku jadi Direktur belakangan ini?" Arman bertanya.
"Bukankah bagus naik jabatan?" Farouq heran kenapa Arman masih tidak bahagia.
"Aku pikir akan senang tapi sekarang aku benar-benar sekarat, bro. Meskipun aku menyayangi Dita, tapi sebenarnya aku lebih mencintai Dewi dari hatiku yang paling dalam. Sepuluh tahun kami lalui bersama. Dari teman hingga pacaran dan hampir menikah. Bisa-bisanya aku melepasnya karena tergoda jabatan Direktur, akh!"
"Masih belum terlambat untuk memperbaiki keadaan," kata Farouq. Dia paling berharap Arman balikan sama Dewi sehingga Dita kembali jomblo.
_________