Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Bertemu Lagi
"Abriela?" gumam Brian.
Dia merasa tidak asing dengan nama itu. Namun, segera meyakinkan dirinya kalau mungkin hanya kebetulan saja. Tidak mungkin itu Ala. Ini kan seorang penulis dan menulis kisah yang sama dengannya atau mungkin kisahnya. Kalau hanya kebetulan, Brian rasa itu tidak mungkin. Bab pertama saja sudah sama persis kejadiannya seperti yang Brian alami.
Dikemas dalam rangkaian kata yang indah menambah kesan haru pada kisahnya. Hati Brian yakin jika ini kisah Ala dan Brian. Kemungkinan besar penulis itu mengetahui tentang Alaish.
Daripada penasaran, Brian pun mengirim pesan kepada penulis itu. Sayangnya si penulis sudah tidak aktif sosial medianya.
[Hay, salam kenal. Aku baru saja baca kisahmu. Boleh bertanya sesuatu?]
Biarlah nggak usah basa-basi, Brian hanya ingin mengetahui soal cerita itu saja. Siapa tahu si penulis kenal sama Alaish.
Beberapa menit menunggu, ada pemberitahuan jika penulis itu menerima permintaan temannya. Lalu Brian buka messenger, pesan tadi sudah dibaca oleh penulis yang bernama Abriela.
Titik tiga pun muncul tanda penulis itu sedang membalas pesannya. Jantung Brian jumpalitan rasanya nggak sabar menunggu balasan dari penulis tersebut.
Sambil menunggu balasan itu masuk, Brian melihat-lihat isi foto milik Abriela, si penulis cerita bersambung yang memakai nama tokoh mirip dengannya. Bukan mirip tapi Brian rasa itu memang dirinya.
Isinya cuma promo novel aja, sudah banyak novel yang ditulis Abriela. Tidak ada satupun foto Abriela sendiri. Brian jadi penasaran, siapa dibalik tulisan kisah itu.
[Salam kenal. Terima kasih telah membaca novelku. Mau tanya apa ya, Kak?]
Pesan balasan masuk dan Brian langsung membacanya. Entah kenapa hati Brian terasa bahagia. Membayangkan jika orang yang membalas pesannya itu justru Alaish sendiri. Namun, lagi dan lagi Brian harus menyingkirkan pikiran itu. Nggak mungkin jika itu adalah Ala, sebab selama ini yang Brian tahu Ala tidak suka menulis cerita ataupun baca novel. Sukanya jajan dan jalan-jalan.
[Kisah ini nyata? Kebetulan nama saya juga Brian.]
Laki-laki berhidung mancung itu benar-benar langsung bertanya pada intinya tanpa perlu basa-basi. Jika orang yang tidak tahu mungkin saja menilai Brian ini kepedean. Jelas-jelas nama Brian kan banyak.
[Kebetulan mirip, Kak. Hehe]
Abriela membalas lebih cepat, tapi Brian masih nggak percaya kalau cerita itu hanya sebuah kebetulan semata. Brian semakin yakin penulis tersebut kenal sama Alaish.
[Kisahnya mirip dengan kisah saya. Bahkan nama perempuan itu sama. Bagaimana bisa kebetulan? Apa anda mengenal perempuan itu?]
Brian mencoba memancing penulis itu, jika dugaannya benar maka Brian akan memaksa si penulis untuk memberikan kontak Ala. Dia benar-benar ingin bertemu dengan Ala dan meminta maaf padanya. Hati Brian semakin tidak karuan menunggu balasan penulis tersebut. Rasanya kalau bisa masuk ke sosial media dan langsung menuju pada tempat dimana penulis itu berada sudah Brian datangi.
"Dancok! Lama sekali dia balasnya!" umpat Brian. Padahal baru satu menit belum dibalas.
Brian mengubah posisi berbaring menjadi duduk bersandar pada tembok. Menatap terus menerus messenger dari Abriela.
[Perempuan yang mana ya, Kak?]
Netra Brian melotot ketika balasan muncul dan singkat pula. Gemas sekali sama penulis itu. Rasanya pengen gigit boleh nggak sih? Penulis itu nggak tahu saja kalau Brian sudah lama mencari keberadaan Alaish dan berharap gadis itu kembali muncul. Sudah jelas-jelas di cerita tadi hanya ada nama tokoh perempuan dan itu cuma Alaish, karena baru awal dan menceritakan kegalauan Alaish Karenina.
Brian tetap membalas pesan dari Abriela dengan penuh kesabaran. Nggak mau grusah-grusuh mungkin ini ujian dari pertemuan yang akan terjadi. Brian yakin lewat penulis itu dia bisa bertemu dengan Alaish, kekasihnya dulu yang hilang.
[Alaish Karenina. Kalau kakaknya kenal, bisa minta tolong?]
Usai mengetik balasan, Brian menghela napas panjang. Menunggu balasan dari Abriela itu seperti menunggu hasil ujian kelulusan.
Satu menit
Dua menit
Bahkan lima menit berlalu pesan itu tak kunjung dibalas. Cuma dibaca saja. Brian kembali mengirim pesan.
[Beritahu saya akun sosial media atau nomor WhatsApp punya Ala. Selama ini saya cari nggak pernah ketemu. Ada hal penting yang harus saya bicarakan.]
Mencoba merendahkan diri, memohon agar Abriela mau mengatakan dimana keberadaan Ala dan berharap mau memberikan kontak Alaish. Brian hanya ingin minta maaf supaya hatinya tenang. Juga menanyakan kenapa dulu Ala pergi meninggalkan dirinya begitu saja.
Lagi dan lagi Brian harus menelan pil pahit, sepahit kisah cintanya dengan Ala. Pesan itu tidak lagi dibalas. Mungkin saja Abriela sedang berkomunikasi dengan Ala dan menceritakan tentang dirinya. Jika itu benar, Brian harap Ala mau menemui dirinya.
Kesal karena nggak dibalas-balas, Brian kembali kirim pesan lagi. Biarin mau dibilang berisik dan mengganggu karena ini keadaan darurat.
[Kak, plis kasih tahu dimana keberadaan perempuan itu.]
Jarang sekali ada laki-laki yang memohon seperti Brian ini. Cuma Brian yang terus-menerus memohon supaya Abriela mau kasih kontak Ala. Kenal atau tidak yang penting Brian terus mendesak Abriela. Mau dibilang gabut, mau dibilang brisik Brian nggak peduli. Kalau sudah menyangkut soal Ala, pikiran Brian sudah kacau dan seperti orang gila.
Hanya Ala yang membuat Brian tidak bisa berkutik dan luluh. Gadis itu memang sangat spesial sekali untuk Brian. Cuma gadis itu saja yang selalu bisa memahami karakter dirinya. Mau seperti apa Ala tidak pernah protes dan mendukungnya selagi itu benar.
Bersama Ala itu ... Brian seperti sedang bercermin. Menghadapi dirinya sendiri. Semua sifat Ala kebanyakan mirip dengannya.
[Kalau boleh tahu ada apa ya?]
Akhirnya yang ditunggu-tunggu membalas juga, tapi tidak sesuai harapan. Abriela malah jatuhnya kepo dengan urusannya. Semakin yakin kalau dibalik layar Abriela juga sedang berkirim pesan dengan Alaish. Bisa jadi Ala ini cerita ke Abriela dan meminta kisahnya untuk abadi pada karyanya. Begitu kan?
[Aku ingin minta maaf sama dia. Ada hal yang belum selesai dan aku nggak bisa katakan sama kakak. Cerita tadi... Aku yakin ini kisah aku sama Alaish. Beran kan?]
Brian pun mengatakan yang sebenarnya meski tidak semua dia katakan. Rasanya nggak sabar mau ketemu Ala lagi. Biarlah hal ini disampaikan kepada Ala, siapa tahu gadis itu hatinya sudah mencair dan mau menyelesaikan masalah yang sebenarnya belum usai ini.
[Ini bukan sebuah kebetulan. Semua yang kakak tulis kenangan aku sama dia. Jadi boleh aku minta kontaknya?]
"Orang ini membuatku gila malam-malam! Sudah tujuh menit nggak dibalas."
Kesabaran Brian habis! Dia mengirim stiker sebanyak lima kali, nggak dibales juga cuma dibaca. Akhirnya Brian kirim pesan lagi sambil merapalkan doa supaya Tuhan mengabulkan keinginannya agar Abriela membalas pesannya dan memberikan kontak Alaish.
[Kak, apa masih online? Kalau nggak kasih tahu akun sosial medianya aja. Aku ingin minta maaf sama dia. Selama ini aku mencarinya tapi hasilnya nihil. Entah dimana keberadaannya.]
Meski lampu hijau masih menyala Brian tetap bertanya. Siapa tahu kan orangnya pingsan. Ini juga sudah malam. Kalau sampai Abriela kasih kontaknya dan Brian bertemu Ala malam ini melalui sosial media maka Brian janji akan berhenti untuk menikmati sebotol minuman yang membuat jalan sempoyongan. Janji juga mau potong rambut supaya lebih rapih.
"Ealah kok ya lama balesnya. Pingsan apa gimana sih ini orang!" Brian gemas dan melempar bantal gulingnya.
Jungkir balik sudah dia lakukan tapi nggak ada balesan dari Abriela. Segala bentuk pujian Brian berikan pada penulis itu, terus boom stiker dan like semua status diberanda Abriela sudah Brian lakukan.
Dua puluh menit berlalu, titik tiga goyang-goyang pertanda Abriela sedang mengetik balasan. Brian bernapas lega, setidaknya Abriela nggak pingsan dan mau kasih nomor wea Ala atau akun sosial medianya.
[Aku ... Orang yang kamu cari, Bri.]
Jeduarrrr
Degg ....
Jantung Brian mau lepas dari tempatnya. Tubuh Brian lemah, letih, lesu, lunglai. Berkali-kali membaca balasan itu dan berkali-kali mengucek matanya untuk memastikan jika dia nggak salah baca.
Bahwa Abriela adalah .... Orang yang dia cari. Sayangnya Brian masih ragu, nggak mungkin itu Ala. Siapa tahu Abriela ini cuma ngaku-ngaku kan? Hanya saja panggilan itu ... Panggilan "Bri" hanya Ala yang memanggilnya seperti itu.
Hati Brian yakin jika itu Ala tapi pikiran Brian mengatakan jika bukan Ala. Hati dan pikiran nggak sinkron jadi Brian memilih percaya sama kata hatinya. Memantapkan diri jika memang benar itu Ala.
[Serius kamu Ala? Dari panggilan itu aku percaya karena hanya kamu yang memanggil aku Bri. Sebelumnya aku terharu karena kamu menulis kisah kita dengan begitu indahnya. Maafkan aku ya, karena telah menyakitimu dulu. Maafkan aku yang nggak pernah buat kamu bahagia dan selalu membuat kamu sakit hati.]
[Selama ini aku mencarimu, kepergian kamu membuatku hancur, duniaku berhenti berputar. Aku nggak bisa tanpa kamu, aku berusaha mencari kamu tapi nyatanya kamu nggak ada. Kamu udah merantau ketika aku ke rumahmu. Aku cari sosial media kamu, tapi hasilnya nihil. Aku minta maaf, karena kesalahanku kamu memilih pergi dan menyudahi hubungan kita.]
Napas Brian tersengal, jempolnya kesemutan dan juga kesleo karena mengetik panjang kali lebar kali tinggi. Brian mengalah, merendahkan dirinya untuk meminta maaf meski Brian yakin kalau Ala pasti akan bersikap cuek, sebab gadis itu sangat membencinya. Dulu pernah bertemu secara tidak sengaja setelah putus saja, Ala buang muka ketika dipanggil. Nggak mau nyahut atau berhenti sebentar untuk ngobrol dan basa-basi. Siapa tahu Brian bisa minta maaf langsung dan bertanya alasan kenapa dia pergi.
Nyatanya Ala tidak mau lagi kenal sama Brian. Ala bahkan benar-benar hilang dari hidupnya dan sulit dicari keberadaan gadis itu.
Hanya dengan Ala, Brian rela balas pesan panjang lebar. Meminta maaf terlebih dahulu meski tidak tahu apa kesalahannya. Brian juga sadar kok kalau selama ini sudah menyakiti hati Ala dan pasti membuat gadis itu nggak bahagia bersamanya jadi pergi meninggalkan dirinya pas lagi sayang-sayangnya sama Ala.
[Aku udah maafin kamu, aku juga minta maaf karena ninggalin kamu. Ada sesuatu yang membuatku harus pergi tinggalin kamu. Ya, aku tulis kisah kita supaya menjadi kenangan indah.]
Ala membalas pesan dan sudah memaafkan Brian. Apa itu membuat Brian lega?
Tentu tidak.
Masih mengganjal dihati kenapa Ala pergi. Sesuatu apa yang mengharuskan dia pergi dari hidupnya? Apa Ala nggak tahu ya? Kalau selama ini Brian menunggunya.
Empat belas tahun bukan waktu yang singkat. Rasa itu masih ada dan bahkan mungkin lebih besar. Setiap detik, setiap hari Brian lewati dengan berat. Melupakan Ala itu sungguh susah dan malah menyakitkan.
Bersambung ...
Kakak-kakak syang.... selamat membaca yaaa. Visual Brianala sudah ada di ig. Jangan lupa follow ya.
Instagram: Alaish Karenina
semangat kakak,
udu mmpir....
btw...ni pnglman pribadi y????
🤭🤭🤭