Novel ini lanjutan dari novel "TOUCH YOUR HEART" jadi jika ingin nyambung, bisa mampir dulu ke novel Author yang itu.
Nizar adalah seorang pilot muda yang tampan, kehidupan Nizar seakan kiamat kala melihat kedua orang tuanya meninggal secara bersamaan. Hidup Nizar seakan hampa bahkan sifat Nizar pun berubah menjadi dingin, cuek, dan juga galak.
Nizar dan adiknya Haidar harus melanjutkan hidup meskipun terasa sangat sulit tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Hingga pada akhirnya, seorang wanita cantik tiba-tiba hadir di kehidupan Nizar dan memporak-porandakan perasaan Nizar.
Siapakah wanita cantik itu? apakah wanita itu mampu mengembalikan semangat hidup Nizar atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 27 Sadar
Yulia, Risa, dan Suga terus mencari keberadaan Binar di sungai yang ditunjukkan oleh Suga. Ketiganya berteriak memanggil nama Binar namun hasilnya nihil, mereka sama sekali tidak menemukan Binar. Sementara itu, di sebuah aliran sungai tubuh Binar tersangkut di bebatuan dalam kondisi tidak sadarkan diri.
"Bu, itu orang bukan?" tunjuk seorang pria yang bernama Riki itu.
"Ya Allah, iya Riki itu orang!" teriak Bu Marini.
Riki dan Marini segera berlari mendekat, kondisi Binar sudah sangat pucat. Riki pun menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah Binar tapi betapa terkejutnya Riki saat melihat wajah itu. "Amara," gumam Riki.
"Hah, Amara? maksud kamu apa, Riki?" tanya Bu Marini.
"Bu, ini Amara," sahut Riki dengan raut wajah bahagianya.
Marini pun sempat terkejut, memang benar kalau wajah Binar mirip sekali dengan Amara, istri Riki yang sudah meninggal karena kecelakaan. Tapi Marini yakin, jika itu hanya kebetulan saja karena pada kenyataannya Amara memang sudah meninggal. Riki memeriksa urat nadinya.
"Dia masih hidup, Bu," ucap Riki bahagia.
"Ya sudah, kita bawa pulang ke rumah," sahut Bu Marini.
Riki pun segera mengangkat tubuh Binar dan membawanya ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Riki langsung membawanya ke kamar dan tentu saja Marini mengikuti anaknya itu.
"Bu, Riki mau ganti baju Amara dulu kasihan dia kedinginan," ucap Riki sembari mengambilkan baju milik almarhum istrinya.
Marini kaget, dia pun dengan cepat mengambil baju dari tangan Riki. "Biar ibu yang mengganti baju dia, lebih baik sekarang kamu mandi dulu," ucap Bu Marini.
Riki pun menurut, Marini merasa sangat lega karena Riki tidak ngeyel dan langsung pergi keluar untuk mandi. Marini dengan cepat mengganti baju Binar yang basah itu dengan baju Amara. Marini memperhatikan pinggang Binar dan ternyata memang benar, Binar hanya mirip saja karena Amara mempunyai tanda lahir di pinggang lagipula dari kulit saja sudah beda Amara mempunyai kulit kuning langsat sedangkan Binar, putih.
"Ternyata dia memang bukan Amara, wajahnya saja yang mirip," gumam Bu Marini.
Setelah selesai diganti baju, Marini pun menyelimuti tubuh Binar dengan selimut tebal karena tubuh Binar sudah sangat dingin dan pucat. Kening dan pipi Binar tampak ada goresan luka dan Marini pun segera mengobatinya. Pintu kamar pun terbuka, ternyata Riki sudah selesai mandi dan berganti baju.
"Bagaimana keadaan Amara, Bu?" tanya Riki.
"Riki, ini bukan Amara. Wajahnya memang mirip tapi dia bukan Amara, sadar Nak, Amara sudah pergi," sahut Bu Marini dengan lembut.
"Tidak Bu, ini Amara. Allah mungkin merasa kasihan sama Riki, makanya mengembalikan Amara kepada Riki," keekeuh Riki.
Marini menghela napasnya, dia pun tidak mau berdebat dengan anaknya itu makanya ia pun memilih keluar dari kamar Riki. Riki menghampiri Binar dan menggenggam erat tangan Binar. Riki menciumi tangan Binar, dia benar-benar sudah menganggap Binar sebagai istrinya.
"Akhirnya kamu kembali lagi sayang, terima kasih kamu sudah kembali," gumam Riki.
Menjelang siang, Binar mulai menggerakkan tubuhnya. Dia langsung memegang kepalanya yang terasa sangat sakit dan pusing. Perlahan Binar membuka matanya, Binar mengerutkan keningnya saat melihat ruangan yang sama sekali tidak dia kenal.
"Aku ada di mana?" gumam Binar dengan berusaha duduk.
Binar celingukan memperhatikan kamar sederhana itu sembari memegang kepalanya. Pintu kamar pun terbuka membuat Binar kaget dan langsung menoleh ke arah pintu. Riki tersenyum kala melihat Binar sudah sadar dan Riki langsung berlari lalu memeluk Binar membuat Binar semakin kaget.
"Akhirnya kamu sadar juga, sayang. Aku sangat merindukanmu," ucap Riki.
Binar merasa sangat marah, dia pun sekuat tenaga mendorong tubuh Riki sehingga Riki pun terjungkal ke belakang. "Siapa kamu? aku tidak mengenal kamu!" bentak Binar.
"Amara, aku Riki, suamimu," ucap Riki.
"Apa, suami? jangan ngarang kamu, aku belum nikah," sahut Binar dengan kesalnya.
Binar segera bangkit dari ranjang dan dia hendak keluar dari kamar Riki tapi dengan cepat Riki menahan Binar. "Mau ke mana kamu, Amara? ini rumah kamu," kesal Riki.
"Aku Binar, bukan Amara. Kamu gila, ya!" bentak Binar.
Mendengar Binar menyebutnya gila, tiba-tiba emosi Riki memuncak. Secepat kilat, Riki menampar Binar membuat Binar berteriak dan Marini segera datang.
"Ada apa ini?" ucap Bu Marini panik.
"Kamu benar-benar tidak sopan, Amara. Berani sekali kamu menyebut gila kepada suami kamu sendiri!" bentak Riki.
"Aku bilang, namaku Binar bukan Amara dan aku sama sekali belum menikah jadi kamu jangan ngarang cerita," sahut Binar dengan geramnya.
Riki kembali melayangkan tangannya ke arah Binar, namun Marini menghalanginya dengan memeluk Binar. "Berhenti Riki, Istighfar kamu!" bentak Bu Marini.
Riki mengepalkan tangannya, akhirnya dia pun memilih keluar dari rumah untuk menenangkan hatinya. Marini mengusap kepala dan mengelus pipi Binar yang terlihat bengkak akibat tamparan Riki.
"Maafkan Riki, Nak. Wajah kamu itu mirip sekali dengan istrinya Riki yang bernama Amara, satu tahun lalu Amara meninggal akibat kecelakaan. Riki sampai sekarang belum bisa menerima kepergian istrinya bahkan dia baru saja sembuh dari depresinya beberapa bulan ke belakang," jelas Bu Marini.
"Aku ingin pulang Bu, aku mohon antarkan aku pulang," ucap Binar memohon sembari menggenggam tangan Marini.
"Memangnya rumah kamu di mana?" tanya Bu Marini.
"Rumah aku di X," sahut Binar.
"Ya Allah, itu jauh sekali dari sini. Perjalanan dari sini ke kota itu bisa mencapai satu hari, Nak. Soalnya di sini tidak ada kendaraan sama sekali dan warga di sini jika mau ke kota akan berjalan kaki menuju jalan raya, nanti sampai di jalan raya tinggal menunggu bus saja yang lewat," jelas Bu Marni.
"Gak apa-apa, aku kuat kok jalan kaki," sahut Binar.
"Masalahnya, jembatan yang biasa kami lewati sedang mengalami perbaikan jadi kami belum bisa lewat sana," ucap Bu Marni.
"Astaga, kira-kira berapa lama, Bu? aku harus segera pulang karena keluarga aku pasti akan mencariku," ucap Binar.
"Ibu juga tidak tahu," sahut Bu Marini.
Binar tampak gelisah, dia tidak bisa membayangkan jika lama-lama berada di rumah Riki. Binar takut Riki akan melakukan hal yang macam-macam kepada dirinya. Saat ini Binar benar-benar bingung harus melakukan apa.
Sementara itu, Yulia sudah terlihat kelelahan mencari keberadaan Binar. "Tante, lebih baik sekarang kita pulang dulu sepertinya Tante sudah kelelahan," bujuk Risa.
"Tidak Risa, Tante tidak akan pulang sebelum Tante bisa menemukan Binar," tolak Mama Yulia.
"Tante, kita serahkan semuanya kepada pihak kepolisian. Mereka saat ini sedang berusaha mencari keberadaan Binar, mudah-mudahan saja Binar segera ditemukan dalam kondisi baik-baik saja," ucap Risa.
Risa melirik ke arah Suga dan Suga mengerti akan lirikan Risa. Suga pun membawa Yulia untuk pulang dan menunggu kabar dari kepolisian saja.