Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26 - Investigasi Mandiri II
Pada malam hari, sekitar jam sembilan malam. Ardian terlihat duduk sendirian di teras rumah, menatap pada gugusan bintang di langit sambil memutar-mutar bungkus rokoknya yang sudah mulai habis.
Ardian sedang berpikir akan sesuatu, sosok manusia hitam yang dia temui di kampus tadi pagi.
Dengan senyum kecilnya yang mengandung banyak makna, dia berkata dengan lirih, "Akhirnya elu nantangin gue juga... setelah dua minggu gak ada pergerakan sama sekali."
Bentar... ada apa ini sebenarnya? Kok tiba-tiba jadi begini. Harus flashback kah? Oh, sepertinya iya.
Okelah kalau begitu, kita berangkat ke waktu dua minggu lalu sebelum pertemuan Ardian dengan Imah di kantin kampus.
Cekidot!
**********
Flashback
Suatu pagi yang cerah di kampus, Ardian terlihat keluar dari kelasnya dan ingin pulang setelah pergi ke arah parkiran motor. Namun, ada sesuatu yang menyita perhatiannya saat melihat lalu lalang para mahasiswa.
Dia melihat satu orang yang dia rasa pernah bertemu sebelumnya.
"Lah, bukanya itu Imah. Anaknya pak Santosa? Pantesan, kayak pernah lihat dia, ternyata satu kampus."
Ardian memang bukan penyandang Hyperthymesia, sebuah sindrom yang dapat membuat orang dapat mengingat setiap kejadian dalam hidupnya dengan persisi tinggi.
Tetapi, ingatan dia lebih tajam dari manusia normal.
Namun, saat melihat Imah, ada satu sosok ghaib seperti manusia hitam mengikutinya dari belakang yang berjarak sekitar 35 meter.
Ardian paham, meski mengikuti, makhluk ghaib itu takut mendekati Imah karena padatnya energi positif dalam diri gadis bernama Imah itu.
Melihat hal itu, Ardian berniat memberikan kabar tentang apa yang dia lihat kepada keluarga bapak Santosa Wijaya, namun dia urungkan niatnya, karena bisa menimbulkan fitnah.
Lalu apakah Ardian akan diam saja?
Tentu saja tidak.
Di kantor Agensi Detektif Hantu yang kosong karena rekan-rekannya belum datang, Ardian menyusun rencana untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang sosok manusia hitam yang mengikuti Imah.
Pertama, dia harus mencari tahu tujuan sosok manusia hitam itu.
Keesokan harinya, Ardian berangkat ke kampus dengan menggunakan masker dan topi hitam demi menyembunyikan wajahnya.
Betapa beruntungnya dia melihat Imah sedang sarapan di kantin.
Ardian lalu duduk di bangku kantin yang lumayan dekat dengan Imah, sebelum memesan kopi hitam tanpa gula sembari mengamati gadis itu.
Dia juga merasakan sosok manusia hitam berdiri di pojokan ruangan sambil menatap tajam Imah.
"Jaraknya kira-kira masih 35 meter dari Imah. Sosok ini sepertinya lumayan kuat hingga makhluk ghaib di kampus ini membiarkannya berkeliaran." pikir Ardian dalam hati.
Dengan tatapan tertuju ke Imah, Ardian mencoba memancing reaksi dari sosok itu, yang dari tadi memperhatikannya.
Terlihat Imah sedang mengobrol dengan Ibu Kantin yang bernama Bu Munatih, sayang seribu sayang, Ardian tidak mengenalnya.
Namun, dia masih bisa menggali informasi tentang Imah dari beliau.
Sesaat Ardian ingin meminum kopinya, sosok manusia hitam itu tiba-tiba berdiri di samping, menyebarkan bau tidak sedap yang dapat mengaduk-aduk isi perut.
Ardian yang telah terbiasa melihat bangsa ghaib dalam berbagai bentuk terlihat tidak terganggu sama sekali.
Nampaknya, sosok itu menunggunya untuk membuka masker yang sedang terpasang.
"Kalau gue buka nih masker, Imah bakal ngeliat dan tau gue di sini. Kalau itu terjadi, rencana yang sudah gue siapkan bakal sia-sia." pikir Ardian.
Sosok itu nampaknya kebingungan karena tidak bisa membaca pikiran Ardian yang dari tadi hanya memegang cangkir kopinya.
Ardian mencoba bersikap seperti orang normal, memberi kesan dia tidak bisa melihat sosok yang sedang mengamatinya.
"Kok tiba-tiba males minum kopi ya. Apa sarapan dulu kali?" ujarnya sambil meletakan cangkir ke atas meja dan beranjak dari tempat duduknya.
Di saat yang sama sosok manusia hitam itu pun menghilang saat Imah beranjak keluar dari kantin.
Ardian kemudian mendekat ke arah Bu Munatih demi mengeruk informasi tentang Imah, setelah merasakan sosok manusia hitam itu tidak ada di kantin.
"Permisi bu, saya boleh tanya sesuatu tidak?"
"Oh, boleh nak."
"Ehm... itu bu, cewek berjilbab cokelat yang tadi ngobrol sama ibu siapa ya?"
"Oh, dia itu namanya Imah nak. Anak semester satu jurusan Studi Agama. Memangnya ada apa ya?"
"Hehehe... Enggak bu. Cantik orangnya."
"Oh... naksir ya. Kebetulan Ibu deket sama neng Imah. Kamu datang ke orang yang tepat anak muda."
Ardian tersenyum kecil setelah umpannya berhasil di lahap.
Dia sengaja memberi kesan ketertarikan kepada Imah agar Bu Munatih tertarik untuk membuka mulutnya.
Dia paham betul ibu-ibu suka kisah tentang percintaan dan Bu Munatih, juga merasakan hal yang sama.
Di tambah jiwa keponya yang tinggi dapat Ardian manfaatkan untuk menggali informasi, karena otomatis, Bu Munatih tau isu-isu percintaan terbaru di sini.
"Kira-kira Imah sudah punya kekasih belum bu?"
"Hmm, setau saya, Imah itu jarang makan di kantin bareng cowok, tapi banyak juga cowok yang tanya sama saya tentang neng Imah..."
"Oh, jadi saya bukan yang pertama bu?"
"Iya nak. Ibu juga udah lupa ada berapa cowok yang tanya tentang neng Imah, banyak banget soalnya."
"Waduh, saingan banyak nih."
Lagi dan lagi... Ardian memberikan kesan ketertarikan kepada Imah untuk memancing informasi dari Bu Munatih, sekaligus sebagai kamuflase agar tidak mengundang kecurigaan.
"Tenang aja nak. Neng Imah masih jomblo tapi ibu heran..."
"Heran kenapa bu?"
"Cowok-cowok yang deketin neng Imah pernah cerita sama ibu dan ceritanya itu aneh banget."
"Aneh gimana maksudnya?"
"Jadi, setelah beberapa hari mencoba mendekati Imah, mereka bilang pernah di liatin sosok serem seperti manusia hitam di dalam mimpi nak. Bahkan di kehidupan sehari-hari, mereka juga melihatnya. Kira-kira kenapa ya?"
"Dapet kan satu titik terang..." ujar Ardian dalam hati.
"Waduh, ngeri juga ya. Tapi ibu tenang saja..." ucap Ardian menggantung saat tiba-tiba merasakan hawa keberadaan sosok manusia hitam tepat berada di belakangnya.
"...Saya tidak takut kaya gituan."
Ucapan Ardian membuat sosok manusia hitam itu menggeram marah, tetapi tidak melakukan apa-apa.
"Ya... saya cuma bisa kasih saran. Kalau mau deketin neng Imah, masnya yang hati-hati ya. Dia itu orangnya cantik, baik, anggun, dan santun. Ibu cuma heran aja kok banyak cowok yang menjauhinya..."
"Iya bu. Saya akan ingat pesan ibu. Oh, kelas saya udah mau mulai. Saya pamit dulu ya bu. Terima kasih atas infonya."
"Iya nak, sama-sama."
"Oh iya, jangan bilang-bilang sama Imah ya bu. Saya malu soalnya."
"Rebes mah kalau sama saya! Bu Munatih gitu loh."
Ardian tertawa kecil sebelum beranjak keluar, melewati sosok manusia hitam yang menggeram marah ke arahnya setelah membayar kopi yang di belinya.
"Oh iya. Ibu belum tahu nama kamu nak!" teriak Bu Munatih kecil.
"Panggil saja Ardian, bu!" jawabnya sebelum berjalan keluar dari kantin.
"Nak Ardian ya... semoga aja dia bisa jadi temen neng Imah. Kalau perlu sekalian jadi pacar. Biar saya bisa nonton drama percintaan gratis di kantin, hehehe..."
Ardian yang telah keluar dari kantin, menyandarkan tubuhnya ke tembok sambil menatap langit-langit dan berpikir.
"Sekarang... langkah apa yang harus gue ambil?" gumannya dalam hati.