Andrian, seorang pria sukses dengan karir cemerlang, telah menikah selama tujuh tahun dengan seorang wanita yang penuh pengertian namun kurang menarik baginya. Kehidupan pernikahannya terasa monoton dan hambar, hingga kehadiran Karina, sekretaris barunya, membangkitkan kembali api gairah dalam dirinya.
Karina, wanita cantik dengan kecerdasan tajam dan aura menggoda yang tak terbantahkan, langsung memikat perhatian Andrian. Setiap pertemuan mereka di kantor terasa seperti sebuah permainan yang mengasyikkan. Tatapan mata mereka yang bertemu, sentuhan tangan yang tak disengaja, dan godaan halus yang tersirat dalam setiap perkataan mereka perlahan-lahan membangun api cinta yang terlarang.
Andrian terjebak dalam dilema. Di satu sisi, dia masih mencintai istrinya dan menyadari bahwa perselingkuhan adalah kesalahan besar. Di sisi lain, dia terpesona oleh Karina dan merasakan hasrat yang tidak terkonfirmasi untuk memiliki wanita itu. Perasaan bersalah dan keinginan yang saling bertentangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Malam itu, Melinda berjalan sendirian di trotoar yang sepi. Langit gelap dipenuhi bintang-bintang yang bersinar, namun hatinya terasa kelam seperti awan mendung yang menyelimuti. Dia tak bisa mengalihkan pikirannya dari berita yang baru saja torehnya. Andrian, suaminya, kini tengah merayakan kebahagiaan yang baru ditemukan bersama Kirana.
Mendengar kabar bahwa Kirana hamil telah menghancurkan hati Melinda. Seolah-olah, seluruh dunia sedang merayakan sesuatu yang tidak pernah bisa dia miliki.
Langkahnya terseok-seok, pikiran Melinda kacau. Dia tidak sadar betapa dalamnya dia menelusuri jalan hatinya yang penuh dengan kesedihan. Dalam keresahan itu, Melinda hampir saja terjatuh ke jalan raya ketika sebuah mobil melaju kencang mendekatinya.
Dalam keadaan panik, dia berbalik, dan di dalam mobil itu terlihat seorang pria berpakaian dokter, dengan raut wajah yang penuh perhatian.
"Apa kamu baik-baik saja?!" teriak pria itu, segera menghentikan mobil dan melompat keluar.
Melinda tertegun. Dia memandang wajahnya, ada sesuatu yang hangat dalam tatapan matanya. Meski mereka tidak saling mengenal, Melinda merasakan perhatian yang tulus dari pria itu. Dia berusaha menahan air mata yang hampir menggenang di pelupuk mata.
"Saya… saya hanya… sedikit hilang arah," Melinda menjawab dengan suara bergetar. "Ini hanya… terlalu banyak yang harus saya pikirkan."
Dokter itu mengangguk. "Terkadang kita semua butuh waktu untuk mengolah perasaan kita. Apakah ada yang bisa saya bantu?"
Melinda merasa terharu dengan tawarannya. Dalam sekejap, dia menemukan dirinya berbagi cerita tentang Andrian dan Kirana, tentang bagaimana rasa sakitnya begitu mendalam. Pria itu mendengarkan dengan seksama, tatapannya tak pernah berpaling, seolah-olah semua yang dia katakan adalah hal terpenting di dunia ini.
"Rasa sakit itu wajar," katanya lembut.
"Kehilangan dan pengkhianatan bisa membuat kita merasa seolah dunia akan runtuh. Tapi ingat, itu bukan akhir dari segalanya. Terkadang, kita perlu melepaskan dan memberi ruang untuk segala sesuatu yang baru."
Kata-kata itu menghujam dalam jiwa Melinda, seakan mereka melewati dinding kesedihannya yang kokoh. Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, dia merasakan secercah harapan. Mungkin ada kehidupan yang lebih baik menunggunya, jauh dari penderitaan ini.
"Bagaimana kamu bisa begitu memahami?" tanya Melinda.
"Kami dokter, kami terbiasa mendengar dan memahami," jawab David dengan senyuman. "Tapi, terkadang kita semua hanya perlu seseorang untuk berbagi. Kamu tidak sendirian."
Dengan perasaan campur aduk, Melinda menyadari bahwa malam yang gelap itu telah memberinya percikan harapan. Dia merasa terhubung dengan David, seseorang yang bahkan belum dikenal.
"Siapa nama kamu?" Melinda bertanya, tiba-tiba merasa perlu mengenalnya lebih jauh.
"David," ucapnya dengan senyum penuh arti. "Aku seorang dokter di rumah sakit terdekat. Sudah beberapa tahun terakhir ini, aku mendengar banyak kisah seperti ini. Dan aku selalu percaya bahwa setiap orang berhak untuk bahagia."
Melinda tersenyum, meski tidak sepenuhnya merasakan kebahagiaan. David hampir menghapus bayangan Andrian dari pikirannya, setidaknya untuk malam ini. Mereka berbicara lebih lama, tertawa dan berbagi cerita. Melinda merasa seolah-olah dia tidak sendirian di dunia ini—seolah ada seseorang yang sungguh-sungguh peduli.
Saat malam beranjak larut, Melinda merasa dirinya lebih ringan. Dia mengucapkan terima kasih kepada David, dan menerima undangannya untuk bertemu lagi. Meskipun jalan di depan masih panjang dan putus cinta terasa menyakitkan, Melinda sadar bahwa semua itu adalah proses. Kini, dia bisa memulai perjalanan baru, membawa harapan yang selama ini hilang.
Di saat Melinda berbalik, David memanggil lembut, "Jangan ragu untuk datang ke rumah sakit. Aku akan ada di sana."
Mereka saling tersenyum, Melinda merasa seolah harapan baru muncul di hatinya. Dia melanjutkan langkah pulang, bukan dengan beban yang lebih ringan, tetapi dengan satu harapan baru—bahwa mungkin, jalan-jalan di hidup ini, meski penuh liku, bisa mempersatukan dua jiwa yang mungkin saling membutuhkan.
Malam itu, di tengah kesedihan, Melinda menemukan bahwa terkadang, seseorang yang tidak dikenal bisa menjadi cahaya dalam kegelapan.
Dengan langkah yang lebih mantap, Melinda melanjutkan perjalanannya. Dia tahu bahwa hatinya masih bisa merasakan cinta, meskipun mungkin bukan cinta yang dulu pernah dia miliki. Dan siapa tahu, mungkin ada cinta baru yang sedang menanti untuk ditemukan di ujung jalan.
heheheh mF cmn sekedar.....
asli sakit aku baca nya nasib melindaaa
dn Adrian buta