Selena Almaheera, mahasiswi lulusan kedokteran dengan prestasinya yang luar biasa. tak sedikit orang memujanya karena kemampuan yang hebat saat beraksi diruang operasi. namun, pada suatu hari takdir buruk menyeret dirinya ke dalam lubang malapetaka.
Diego Ethan Federico, bajingan kelas kakap yang tampan rupawan dan kaya raya. ia meneruskan dunia hitam sang papa juga pewaris utama dari pasangan Matteo Denaro Federico dan Natalia Avila Beltran.
Pertemuan pertama saat dalam keadaan sekarat menjadikan bos mafia itu terobsesi pada dokter cantik yang menanganinya kala itu, hingga satu tahun sudah berlalu keduanya dipertemukan kembali saat dokter cantik itu menangani Sania Ainsley Beltran, yang tak lain adalah adik kandungnya.
Diego sadar obsesinya pada Selena itu bahaya dan ingin menguasai seluruh hidupnya. akan tetapi, ada sang kakak yang justru ikut terlibat dalam perasaan cinta itu.
Lantas siapa diantara dua mafia kakak beradik itu yang berhasil mendapatkan dan meluluhkan hati Selena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26 - menyembunyikan fakta
"Aku tidak jika suka wanita itu terus mendekatimu karena alasan pekerjaan. kau harus mengambil keputusan, segera putuskan kontrak kerja dengannya!"
"Im talking to you, lihat aku, kau mendengarku tidak?"
Sania berkacak pinggang di atas kursi roda, Ethan menaiki tangga tanpa memperdulikan adik kecilnya. kondisi yang tidak stabil membuat Sania tidak bisa menyusul langkah sang kakak, Sania mendengus kesal kemudian memutuskan masuk ke dalam lift. ia marah karena keberadaannya tidak di anggap, padahal sudah jelas sebelum pria itu masuk ke dalam mansion, Sania sudah berada di depan teras.
Pintu lift terbuka bersamaan dengan Ethan yang baru saja sampai di lantai tiga, buru-buru Sania memencet remot kontrol untuk mencegah kakaknya masuk ke dalam kamar. gadis itu merentangkan tangannya, menyorot dengan tatapan kesal, sedangkan Ethan meraup wajahnya dan bernafas secara kasar.
"Apa?" ujar pria itu dingin.
Sania melipat tangan di depan dada, kekesalannya kian memuncak karena sikap ketus Ethan kepadanya. "Kau sudah tidak menganggap keberadaanku! apa wanita itu mencuci otakmu juga setelah berulangkali melukai sahabatku, hah?"
"Jangan kau pikir aku tidak tahu, ya. dokter itu menyiram kuah sup ayam panas ke tubuh Carla, dan bahkan memasukkan obat pencuci perut ke dalam makanannya. are you seriously my brother?"
"Dia bukanlah siapa-siapa, tapi berani melakukan hal gila di luar kepala. aku tidak mau tahu, segera putuskan kontrak kerja dengannya dan kau kembali ke rumah ini!"
Mata Sania berapi-api menatap sang kakak, nafasnya kian tak beraturan akibat marah yang tak kunjung padam. saat Ethan acuh berusaha menghindar, ia buru-buru menahan dan mencekal tangan Ethan kuat-kuat hingga pria itu tetap berdiri.
Ah, mengadu rupanya. selalu saja seperti ini, Carla selalu mengadu pada Sania tentang semua kejadian yang membuatnya rugi, dan itu jelas sebagai balasan agar Selena cepat pergi dari kehidupan Ethan.
"Apa yang dia katakan padamu? mengadukan sikap pekerjaku, hm?" rahang Ethan mengeras, mimik wajahnya yang datar seolah memberi jawaban.
"Tentu saja, Carla meraung-raung di bawah kaki ku karena ulah wanita murahan itu. apa kau tidak membelanya sampai kecolongan seperti ini? you fucking shit!"
"Sudah jelas bahwa Carla bukan hanya sekedar sahabatku, tapi juga sahabatmu!" sarkas Sania marah.
"Aku sudah salah menilai orang seperti dia, ku kira wanita baik-baik tapi ternyata sama saja. bahkan dia lebih murah dari j4lang yang sering mengejarmu!"
"Sania!"
Ethan menghela nafas, nada suara Ethan yang tinggi membuat Selena terhenyak kaget. ia memijat pangkal hidung, merasa kesal karena baru saja sampai namun sudah di berondongi pertanyaan dan ucapan-ucapan mengesalkan. kepulangannya hari ini seharusnya tidak terjadi, ia tidak bisa menahan diri saat melihat wajah pucat Selena, apalagi sekarang sedang mengandung darah dagingnya.
Berada di dekat Selena membuatnya teringat kejadian masa lalu. Selena tidak boleh hamil, meksipun harus di gugurkan, tetap tapi itu adalah keputusan mutlak Ethan.
"Kau membentakku?"
"Masuklah ke dalam kamar, aku sedang banyak urusan"
"Urusan apa? apa urusan wanita murahan itu? ah, siapa namanya.........ya, Selena Almaheera!"
"Hentikan, Sania. aku tidak pernah mengajarkanmu untuk bersikap kurang ajar. apapun yang terjadi pada Carla itu murni karena kesalahpahaman, bukan karena di sengaja!" Ethan menuding tajam.
"Itu bohong, aku lebih percaya Carla. selama ini dia selalu jujur dan tidak pernah mengecewakanku!"
Sania sama sekali tidak memberi celah Ethan untuk pergi, kemarahan semakin terlihat dari sorot matanya dan nada bicaranya yang kian membara.
"Setelah kau memberi Selena tugas menanganiku, semuanya jadi berubah kacau. aku bahkan mendengar dari Carla, kalau kau menampung wanita murahan itu di mansion mu!"
"Ayo, antarkan aku. aku jadi ingin tahu seberapa besar nyalinya jika berhadapan denganku. berani sekali dia melukai Carla padahal posisinya rendah, kalau mau mencari lawan harusnya dengan yang setara!"
Menahan amarah, Ethan mengeram dalam hati. ia mengatur nafas karena kini tubuhnya di kuasai amarah yang melahap naik. hilang kendali di hadapan Sania adalah hal yang tak pernah ia lakukan. Sania malaikat kecil paling beruntung karena mendapat kasih sayang besar dari Ethan, mempunyai fisik lemah membuat mafia itu tidak bisa marah apalagi murka.
Ethan berjongkok, menggenggam jemari Sania, kemudian mengecupnya penuh sayang.
"Kita tumbuh bersama, dari rahim dan keluarga yang sama. tapi, kamulah tetap gadis kecil kesayanganku. kau tidak boleh bersikap kasar, cukup aku saja........im your big brother and i have to protect you!"
"Sania, apapun yang orang lain katakan, kamu tidak boleh sembarangan percaya. trust me and in yourself, okay?"
"Aku tidak ada maksud membentakmu, kamu jelas tahu aku tidak bisa marah jika berkaitan denganmu. tenanglah, Carla dan Selena itu urusanku" imbuh pria itu memberi pengertian, suaranya berubah lembut dan tak ada tatapan menyeramkan.
"Sekarang kembali ke dalam kamar dan gunakan waktumu untuk memulihkan kondisimu. kelak, aku akan membawamu tinggal bersamaku"
"Omong kosong, dari dulu kamu selalu saja menjanjikan aku untuk tinggal bersama, tapi tetap selalu Darren yang merawatku!" lirih Sania.
"Mau aku ataupun Darren, kita adalah saudaramu. bukan hanya perkataan daddy dan mommy saja yang kau dengar, tapi aku dan Darren juga. apa kamu mengerti?"
Ethan mensejajarkan tubuhnya dengan Sania, memeluknya agar emosionalnya mereda. dalam hati, ia mengumpati Carla karena sikapnya yang semena-mena berani memutar balikkan fakta demi pembelaan diri.
Pria itu berubah dewasa untuk adik kecilnya namun menakutkan untuk orang lain. Ethan berjalan menuju lift lalu memencet tombol supaya terbuka, kemudian mendorong masuk kursi roda Sania.
"Berjanjilah untuk tidak lagi berurusan dengan dokter itu?" ujar Sania di dalam lift.
"Memikirkan hal buruk tidak baik untuk kesehatan, lebih baik kamu tidak memikirkan hal yang bukan tanggungjawab mu" balas Ethan.
Secepat kilat, wajah tenang berubah datar. Ethan melangkah menuju kamar, membuka kasar pintunya lalu masuk. ia mendekati lemari yang terdapat banyak senjata api. matanya menelisik mencari sesuatu, Ethan beralih mengambil dua buah kunci lalu melenggang pergi.
Mafia itu keluar dari mansion, menghiraukan Jackson yang sedang mencuci mobil di halaman depan. sepertinya, kabar Selena hamil belum terendus ke telinga keluarga besarnya.
*****
"Apa kau tahu keberadaan bos? sudah tiga hari aku tidak melihatnya mengunjungi rumah sakit"
"Sejak bos tau kehamilan wanita itu, bos tidak pernah pulang ke rumah. aku kuatir terjadi sesuatu, karena tidak tau dimana dan bersama siapa bos sekarang" sahut Marvel berdiri di depan ruang VVIP, tatapannya lurus menembus kaca, melihat Selena terbaring lemah di atas ranjang.
"Aku yakin kepergian tuan bukanlah masalah kecil, butuh waktu dan ketenangan untuk memikirkan semuanya. menghilangkan trauma bukan hal yang mudah" Gio pun sama, sama-sama memandang Selena di balik kaca.
"Ada bagusnya untuk saat ini, setidaknya janin tak berdosa itu tidak terpaksa gugur. seandainya bos ada disini, entahlah apa yang akan terjadi, kemungkinan besar akan merenggut nyawa buah hatinya sendiri" kata Maxime dengan rasa kasihan yang tidak kunjung pudar.
"Tidak ada pergerakan dari tuan Matteo maupun tuan Darren, apa mungkin kabar ini belum sampai ke telinga mereka?" ujar Marvel.
"Tentu belum, tuan Matteo bisa marah besar, apalagi nyonya Natalia pasti murka. sebaiknya kita tutup masalah ini sampai ada kabar dari tuan Ethan" sahut Gio memikirkan kebaikan bersama.
Mereka tidak bisa berbuat banyak, hanya untaian doa yang mereka berikan agar Selena lekas membuka mata.
Selain pasrah menunggu kabar Ethan, mereka tetap berjaga di rumah sakit. tidak menggerakkan semua pengawal karena menghindari media, alih-alih takut bilamana media merilis berita tentang kehamilan Selena dan pastinya mereka akan kehilangan nyawa dalam waktu dekat.
"Kau mau mencari makan?" Gio bertanya.
"Tidak, aku tidak lapar karena aku sudah kenyang mengasihani wanita itu" balas Marvel tanpa ekspresi.
"Kau bisa titip jika mau, aku akan keluar sebentar sambil memantau keadaan, atau kau mau ikut sekalian?"
Marvel menoleh. "Kalian berdua pergilah, aku tetap disini. kita harus membagi tugas, bawakan saja aku makanan lezat. beberapa hari ini aku kekurangan gizi dan nutrisi karena makan seadanya"
Maxime memukul kepala sang adik. "Kalau mau makanan lezat, kau bisa pulang dan menyuruh Darius memasakkan makanan berserat tinggi untukmu!" sergahnya jengah.
"Ah.....ide bagus, kalau begitu aku akan pulang" sahutnya tersenyum tengil.
"Berani kau melangkah, peluru ini akan melesat menembus punggungmu!" Ancam Maxime. "Sudahlah, jangan bercanda kita harus saling berkabar jika ada informasi terbaru"
Gio mengangguk setuju, ia berjalan ke arah kursi mengambil jaketnya. sebelum melangkah pergi, ia memeriksakan senjata terlebih dahulu, mengeluarkannya lalu ia selipkan ke ikat pinggang.
Di dalam ruangan, Selena tampak menggerakkan jarinya. tak lama membuka mata, ia menatap langit-langit ruangan dengan pandangan yang buram. samar-samar saat Ethan memberikan hukuman kejam teringat di kepalanya.
"Rumah sakit?" batin Selena dalam hati. saat ingin bangun, dentuman hebat terasa sakit di kepalanya.
Marvel masuk ke dalam ruangan. "Aku akan memanggilkan dokter, tunggu sebentar..."
"Marvel? tunggu....kenapa aku ada di rumah sakit?"
Pria itu berhenti, membalikkan tubuh kemudian mendekati brankar. Selena terbaring lemah sembari menunggu jawaban, ia ingin memastikan bahwa kekejaman Ethan Beberapa hari lalu bukanlah sebuah mimpi.
"Kau baru siuman, sebaiknya jangan banyak bergerak, biarkan saja dokter memeriksamu"
"Tapi, aku juga dokter" ucap wanita itu, ekspresinya sedikit bingung. mungkin karena efek tidak sadarkan diri selama 4 hari.
"Lalu, kenapa? kamu memang dokter, tapi saat ini sedang sakit. berbaringlah dengan tenang sampai dokter Edward memeriksamu" ucapnya tegas dan berbalik.
"Marvel, kumohon.....sebentar saja" pinta Selena, tapi tetap pria itu keluar ruangan. Ia menghelan nafas, akibat pusing di kepalanya yang tidak mampu membuat ia bangun.
Selena menatap selang infus yang terpasang di tangannya, lalu ia meraba selang oksigen di hidungnya lalu yang terakhir meneliti beberapa alat medis di sampingnya. sebagai seorang dokter, tentu saja ia sangat mengerti bahwa kondisi seperti ini menandakan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.
Hatinya sakit, hingga tak sadar ia memegang leher. sekelebat ingatan saat 2 butir pil tertelan secara paksa.
"Dimana Ethan?" gumamnya menatap sekitar, seharusnya dia di sini, mengapa justru sekarang tidak ada? batinnya dalam hati.
Dokter Edward masuk bersama Marvel. "Akhirnya kamu siuman, bagaimana? apa yang kamu rasakan saat ini?"
Selena menggelengkan kepalanya, lebih baik seperti itu daripada mengatakan kalau ia sakit bukan karena penyakit, tetapi sakit karena Ethan. Selena tetap diam ketika dokter Edward memeriksa tubuhnya.
"Baiklah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kini kondisimu membaik, hanya perlu dikontrol pikiran supaya tidak stress" ujar dokter Edward melepas stetoskop.
"Mau mengatakan sesuatu?" tanya Dokter Edward yang mengerti dari raut wajah Selena.
"Dimana Ethan?"
Dokter Edward melirik Marvel, ia langsung mendapat gelengan kepala dari Marvel.
"Kenapa tidak menjawabku?"
"Bos akan segera datang, tugasmu hanya satu, cepatlah pulih" sahut Marvel berdiri di samping brankar.
Wajah Selena berubah muram. "Kapan aku boleh pulang?"
"Secepatnya, aku akan membicarakan hal ini dengan dokter Edward"
Marvel menerima lembar kertas yang tertulis resep obat untuk wanita itu, termasuk vitamin dan susu untuk kehamilan.
"Baiklah, ada pasien yang harus kuperiksa, semoga kau cepat pulih. konsultasikan gejala apapun yang kau rasakan" pamit dokter Edward keluar ruangan.
Tersisa Marvel dan Selena. Marvel memasukkan lembar kertas obat Selena ke dalam saku celananya, pria itu menatap sendu tubuh Selena yang terkulai lemas. betapa pucat wajahnya, ia menyadari dengan pilu dan tak perlu tahu soal kehamilannya lebih dulu.
"Apa aku mengalami hipotermia?" tanya Selena tersenyum getir.
"Ethan, aku ingat betul saat dia menyuruhku meminum 2 butir pil. jantungku seakan berhenti dan pandanganku semakin memburam" lirihnya terasa sakit dengan jiwa tercabik bagai membelah dua.
"Marvel? apakah aku tidak pantas mendapat kebahagiaan?"
Tidak ada jawaban, Marvel memilih bungkam karena tidak berhak ikut campur. pria itu hanya meminta Selena untuk istirahat dan tidak memikirkan banyak hal.
"Mau sesuatu? katakan saja"
"Tidak, aku hanya ingin pulang"
"Kemungkinan besar, besok dokter mengizinkanmu pulang"
"Syukurlah, aku tidak bisa berlama-lama disini, aku perlu bicara dengan bosmu untuk meminta pertanggungjawaban, karena dia, aku nyaris saja meregang nyawa" ungkapnya lemah tak berdaya.
"Kalau tidak ada yang kau butuhkan, aku akan keluar. aku akan mengabarkan kondisimu kepada yang lain" ujar Marvel. suara sepatunya beradu di lantai, memakai pakaian serba hitam sekaligus rompi anti peluru dan dua pistol terselip di belakang ikat pinggangnya.
Pria itu keluar, memukul dinding karena tak tega mengatakan kebenarannya. sedangkan Selena, dia sendirian, menguliti rasa pahit yang menguar di setiap tetes air matanya.
ternyata mereka punya masa lalu gelap 😨
lebih Rumit berurusan dg Mafia Selene ...bisa merasakan skenario Mafia seperti itu😤😔😑
gak bisa kak buat Selena pergi dulu dari Ethan biar dia sadar semua kelakuannya
kasian disiksa terus Selena