Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S2 ( Bab 21 )
7 TAHUN KEMUDIAN
"Kimmy."
Citttt.... Alfath menginjak rem saat dirinya hampir saja menabrak seorang ibu-ibu yang mau menyeberang. Biasanya, dia tak pernah seteledor ini saat menyetir, namun tadi, dia seperti melihat Kimmy, konsentrasinya jadi ambyar.
"Turun, turun."
"Tangung jawab."
Disaat jantung masih berdebar karena kena syok terapi, kaca jendela mobil Alfath digedor dari luar. Terlihat ada dua orang pria berdiri di sebelah mobilnya.
"Semoga saja orang itu baik-baik saja," Alfath bermonolog. Dengan sedikit gemetaran takut diamuk masa, dia turun dari mobil.
"Heh, Mas, tanggung jawab," bentak seorang laki-laki bertubuh cungkring.
"Iya, Pak, saya pasti tanggung jawab." Alfath bernafas lega melihat ibu-ibu yang hampir dia tabrak masih sadar, itu artinya, kondisinya tidak parah. Dia berjongkok di depan korban yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi lengannya. Dia bisa melihat ada darah di sana. "Saya antar ke rumah sakit, Bu." Dia memapah wanita tersebut, membawanya masuk ke dalam mobil. Karena lokasi ini dekat dengan rumah sakit tempat abangnya kerja, Alfath membawanya ke sana. Ibu tersebut langsung mendapatkan pertolongan di IGD, sementara dia menunggu di luar.
"Al," panggil Aydin yang datang dengan setengah berlari. "Ada apa, siapa yang sakit?" Tadi dia sempat diberi tahu rekan kerjanya jika melihat Alfath ada di depan IGD. Tak pelak, dia jadi panik, takut terjadi sesuatu pada Mama atau Ayahnya.
"E.... " Alfath garuk-garuk kepala. "Aku nyerempet orang, Bang."
"Astaghfirullah, hati-hati kalau nyetir. Orangnya gimana?" Meski bersyukur bukan orang tuanya yang sakit, Aydin tetap panik, takut si korban luka parah dan Al kena masalah.
"Di dalam, masih ditangani. Tapi kayaknya cuma luka ringan saja."
Mendengar itu, Aydin bernafas lega. "Abang lihat dulu ke dalam," dia menepuk bahu Alfath lalu masuk untuk memastikan kondisi korban. Tak lama kemudian, dia keluar lagi.
"Gimana, Bang?" Jujur saja, Alfath belum bisa tenang sebelum tahu kondisi yang sebenarnya. Meski lukanya tadi hanya terlihat sedikit, takutnya ada luka dalam.
"Alhamdulillah gak papa. Cuma luka robek di lengannya agak dalam, jadi harus dijahit. Oh iya, selain mengcover biaya pengobatan, kasih kompensasi sama dia. Luka di lengannya pasti membuat dia sulit beraktivitas, kasihan kalau dia gak bisa kerja karena kamu."
"Aku ngerti kok, Bang. Aku pasti ngasih uang kompensasi sama ibu itu."
"Ya udah, Abang lanjut kerja dulu," dia menepuk lengan Alfath beberapa kali. "Lain kali, lebih hati-hati."
Tak lama kemudian, Alfath dipanggil perawat. Ibu tersebut boleh langsung pulang karena lukanya tak berat. Setelah membayar biaya rumah sakit, Alfath mengantarkan ibu tersebut pulang sampai ke rumah.
"Sekali lagi, saya minta maaf, Bu." Karena tak punya amplop, dia memberikan langsung uang baru saja dia tarik dari ATM pada wanita itu. "Semoga ini bisa sedikit membantu, Ibu."
Mata Ibu paruh baya itu berkaca-kaca. "Makasih ya, Nak."
"Gak perlu makasih, Bu, justru di sini, saya merasa sangat bersalah."
"Ibu juga salah kok, nyeberang jalan bukan pada tempatnya." Sebenarnya sekitar 300 meter dari tempat kejadian, ada zebra cross, namun ibu tersebut malas mau jalan kesana, jadi main nyeberang saja. "Ya udah, kalau gitu Ibu turun ya, Nak."
"Iya, Bu," Alfath mengangguk sopan. "Semoga lekas sehat."
Setelah itu, Alfath langsung kembali pulang. Hari ini, dengan sangat terpaksa, dia tidak mengajar, hanya memberikan tugas saja pada mahasiswanya. Ya, sejak setahun yang lalu, selain menjadi arsitek design hunian, Alfath juga merangkap menjadi dosen di salah satu universitas swasta.
"Loh, Al, kok udah pulang?" tanya Mama Nara. Mamanya itu sudah pensiun, jadi setiap hari hanya di rumah, belajar masak. Kalau gak gitu, ikut Ayah ke cafe, ngopi-ngopi cantik sambil ngeliatin yang muda yang pacaran.
"Iya, Mah, Al gak jadi ke kampus." Alfath menghampiri Mamanya lalu mencium tangannya.
"Loh, kenapa? Eh, eh, tunggu, ini kok kayak darah," Mama Nara memperhatikan noda merah di kemeja putranya.
"Cuma kecelakaan kecil, Mah."
"Tapi kamu gak papa, kan?" Mama Nara memutar bahu putranya untuk memastikan kondisinya.
"Alhamdulillah, Al baik-baik saja kok. Al ke kamar dulu ya, Mah." Setelah mengecup pipi Mamanya, dia naik ke lantai dua, menuju kamarnya.
Alfath berjalan menuju meja kerjanya, menarik kursi lalu duduk. Dia mengambil sebuah foto dari dalam laci, fotonya dengan Kimmy. Foto yang diambil di bandara sebelum Kimmy masuk pesantren. Gadis dengan hijab dan gamis putih itu terlihat sangat cantik di foto tersebut. Senyumnya begitu menawan, membuat dia tak bisa melupakannya meski sudah 7 tahun berlalu. Selama itu juga, dia tak pernah mendengar kabar Kimmy.
5 tahun yang lalu, Alfath sempat datang ke rumah Kimmy sebelum dia kembali ke Jakarta karena sudah lulus kuliah. Dia bersilaturahmi dengan Pak Bram serta ingin tahu kabar Kimmy. Menurut Pak Bram, gadis itu kerasan di pondok, dan sudah mulai masuk kuliah.
Dua tahun yang lalu, dia datang lagi ke Bandung dengan harapan bisa bertemu dengan Kimmy yang menurut perhitungannya sudah lulus kuliah dan mungkin sudah selesai mondok. Tapi ternyata, rumah itu sudah di jual. Orang tua Kimmy pindah ke US sejak tahun lalu. Dan saat tanya pada Om Raka, pria itu sudah hilang kontak dengan Pak Bram semenjak kepindahannya.
Beberapa jam yang lalu, Alfath seperti melihat sekelebat orang yang mirip Kimmy berjalan di trotoar kota Jakarta. Karena itu juga, dia sampai hilang fokus dan menyerempet orang.
Disaat masih memikirkan Kimmy, ponsel Alfath yang ada di atas meja berdering. Ada panggilan masuk dari Hana.
"Hallo, Mas, kamu nanti malam jadi kesini kan?" tanya Hana melalui telepon.
"Em... " Alfath garuk-garuk kepala.
"Aku sudah terlanjur bilang Mas Alfath mau kesini. Mama juga sudah menyiapkan banyak sekali makanan. Mas, datangkan?"
"Iya, nanti Mas kesana habis magrib."
Alhamdulillah, retensi bagus, jadi bisa lanjut season 2. Semoga di S2 ini, masih pada ngikutin kisah Kimmy dan Alfath. Love sekebon buat para pembaca setia 😘😘😘😘