Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
...~Happy Reading~...
Malam harinya, saat hampir semua orang mengikuti acara haul kelima untuk mendiang Kirana. Khalifa memilih untuk istirahat di dalam kamar nya, seperti dugaan nya awal nya bahwa Hilal tidak akan mencari keberadaan nya. Maka dari itu, ia memilih untuk tetap berada di rumah orang tua nya.
Tapi, bukan itu alasan sesungguhnya ia tidak bisa ikut. Di karenakan perut Khalifa yang sempat terasa kram, membuat Eleena yang melarang nya untuk ikut dan menyuruh agar istirahat.
“Sayang, kamu kenapa murung terus?” Khalifa menatap putri nya yang saat ini juga tengah berbaring di depan nya.
“Bunda sakit?” Aca mengusap lembut wajah ibu sambung nya.
Khalifa langsung menggelengkan kepala, “Bunda gapapa Sayang. Kamu kenapa?”
“Bunda,... boleh gak Aca tanya?”
Khalifa menganggukkan kepala nya, menggenggam lembut tangan Aca yang saat ini tengah menyentuh wajah nya. Terasa hangat, bukan bahkan panas. Seketika itu juga, tangan Khalifa beralih untuk menyentuh dahi Aca yang memang ternyata tubuh anak nya sedang demam yang cukup tinggi.
“Sayang kamu yang sakit. Bunda ambil kompres dulu ya?”
Panik! Khalifa segera duduk, dan beranjak dari tempat tidur nya untuk mengambil air hangat beserta handuk kecil untuk mengompres Aca.
Sesekali terlihat tarikan nafas yang begitu panjang dari Khalifa terlebih saat ia menuruni tangga dan naik kembali, rasa sakit dan nyeri yang sebelumnya sudah hilang kini seolah hadir kembali di saat yang tidak tepat.
Khalifa memilih mengabaikan dirinya sendiri, karena fokus nya kini hanya kepada Aca. Tubuh nya sangat panas, akan tetapi wajah gadis kecil itu terlihat begitu datar, sambil menatap langit langit kamar Khalifa.
“Sayang, apa yang kamu pikirkan. Aca, lihat Bunda Sayang!” Aca menoleh, ia bisa melihat ketulusan di wajah ibu sambung nya, membuat air mata nya tiba tiba luruh dan ia terisak.
Khalifa pun semakin di buat bingung dengan keadaan Aca, yang memang akhir akhir ini ia merasa bahwa Aca sedikit berubah. Gadis kecil itu tidak seceria dulu.
“Aca ... “
“Bunda sayang sama Aca gak?” tanya gadis kecil itu dengan suara serak.
“Tentu saja Sayang! Bunda sangat menyayangi Aca, mengapa Aca bertanya seperti itu?”
“Tapi Bunda gak sayang sama Ibu, hiks hiks hiks.”
Deg!
Khalifa terdiam. Mencerna kembali perkataan yang di ucapkan oleh Aca. Menyayangi ibu? Itu berarti menyayangi Kirana, bagaimana bisa Khalifa menyayangi orang yang tidak ia kenal, bahkan orang itu sudah tiada.
“Aca ... “
“Kunapa Bunda buang foto Ibu na Aca hiks hiks, kunapa Bunda gak bilang bilang sama Aca dulu, kunapa hiks hiks hiks.” Lagi lagi dan lagi Khalifa terdiam, ia tidak menyangka bahwa foto Kirana yang ia sembunyikan satu bulanan yang lalu kini di ungkit oleh Aca.
“Sayang, maafin Bunda ya. Bunda tidak bermaksud seperti itu, Bunda—“
“Sini na Aca sakit Bunda,” adis kecil itu menunjuk area dada nya.
“Bunda gak sayang sama Ibu na Aca hiks hiks, benel kan kata ante, kalo bunda mau ambil ayah na Aca aja. Habis buang foto ibu nanti bunda mau buang Aca juga, huaaaaa!”
Tangisan Aca pecah, entah perkataan dari mana yang ia dapatkan hingga bisa membuat hatinya sebegitu sensitif dan begitu bisa mengeluarkan kata kata seperti itu. Khalifa masih terdiam, mencoba memahami dan mencerna perkataan Aca.
“Bunda tidak pernah membuang foto Ibu Sayang! Hanya saja, Bunda menempatkan nya ke tempat—“
“Bunda bohong!” Aa menjerit di sela tangisan nya, membuat Khalifa semakin di landa kebingungan, “Kan Aca sayang sama Ibu juga, kunapa Bunda gak bulehin.”
“Sayang, Bunda—“
“Ada apa ini?”
Deg!
Perdebatan antara Khalifa dan Aca pun terhenti saat suara seorang laki laki kini tiba tiba muncul di ambang pintu, membuat tangisan Aca seketika langsung terhenti, gadis kecil itu mengusap air mata di wajah nya.
...~To be continue .......