Ica semenjak di tinggal oleh Azzam tanpa alasan akhirnya memilih menikah dengan pria lain, syukurnya pernikahannya dengan suaminya yang awalnya tak begitu di cintainya berjalan dengan harmonis dan bahagia.
Tapi ternyata Ica di tipu mentah-mentah oleh sikap baik suaminya selama ini, justru suaminya ternyata pria yang suka berselingkuh dan gonta-ganti pasangan untuk memuaskan nafsu birahinya.
Bagaimana dengan rumah tangga Ica dan suaminya selanjutnya?
Apakah Ica tetap bertahan atau justru memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Tapi dari kemarin banyak sekali orang yang mencari Pak Rifky, marah-marah dan ngamuk disini tuh pot bunga berserakan. Denger-denger Pak Rifky buka investasi terus uangnya di bawa kabur, semua akses di blokir sama Pak Rifky"
Penjelasan dari wanita yang merupakan tetangga Rifky itu sontak saja membuat kedua bola mata Hendra membelalak sempurna, sejauh ini selama Hendra mengenal Rifky rekan kerjanya itu selalu menampakkan diri kalau dirinya orang yang ulet dan jujur.
Di setiap laporan yang di berikan, selalu tertulis dengan jelas. Sekali pun tak pernah Rifky membuat masalah dengannya, apalagi menyangkut soal keuangan. Oleh karena itu lah, Hendra mengangkat Rifky sebagai orang kepercayaannya sejak dua tahun belakangan ini.
Hendra tak menyangka jika orang yang selama ini dirinya percaya, menusuknya dari belakang. Cukup lama terdiam wanita tersebut pamit pergi meninggalkan Hendra, Hendra yang masih berdiri di tempat itu hanya bisa menghembuskan napas berat sembari meremas rambutnya.
"Agggrrrhh, sialan"
Hendra memekik lalu menendang pot bunga berukuran sedang yang ada di dekatnya, napas Hendra terlihat begitu memburu dengan dada naik turun sangat cepat. Setelah gemuruh di dalam dadanya sedikit mereda, Hendra berjalan menuju ke arah mobil.
Hendra mulai meninggalkan kediaman yang sempat di tempati oleh Rifky dan keluarganya, di sepanjang perjalanan Hendra berapa kali memukul setir mobil untuk melampiaskan kekesalannya yang terbelenggu dalam dirinya.
Kali ini Hendra tak tau harus kemana kemudian dirinya memutuskan pergi ke salah satu minimarket miliknya yang letaknya paling dekat dengan keberadaannya saat ini, hanya berapa menit Hendra pun sampai.
"Lah, kok belum buka?" tanya Hendra setelah memarkirkan mobilnya di depan bangunan minimarket miliknya, Hendra masih duduk di dalam mobil sambil menatap bangunan yang tertutup itu.
"Padahal ini sudah jam sembilan" gerutu Hendra lagi, karyawannya di haruskan membuka minimarket pukul delapan pagi.
Setelah lima belas menit menunggu, Hendra masih berusaha untuk bersabar. Namun ternyata kesabarannya hilang dan emosinya mencuat ketika ada sebuah mobil masuk hendak membeli, namun harus pergi karena minimarket dalam keadaan tertutup.
Bergegas Hendra mengambil HP-nya di dalam saku kemeja kemudian menggulir layar HP mencari kontak salah satu karyawannya yang di angkat sebagai kepala minimarket, panggilan terhubung sedetik kemudian di terima oleh orang di seberang sana.
"Hallo, kenapa minimarket belum buka? Jam berapa ini? Kamu pikir kamu kerja dengan bapakmu sehingga semau mu bekerja?" sungut Hendra dengan kesal
"Maaf, Pak. Tadi kami sudah buka, akan tetapi Bu Ica datang dan meminta kami untuk tutup. Bu Ica mengatakan kalau minimarket akan di tutup hingga kami di suruh untuk pulang, Bu Ica juga sudah memberi kami uang pesangon. Apa Bapak tidak tau mengenai hal itu?" tanya Karyawan Hendra itu, mendengar pernyataan itu sontak saja Hendra terkejut.
"Kapan Bu Ica menemui kalian?"
"Tadi pagi, Pak"
Hendra terdiam jika tadi pagi Ica datang ke minimarket milik mereka, itu artinya Ica masih ada disini. Berarti Anita berbohong? Kini Hendra yakin Anita telah menyembunyikan keberadaan Ica dan anak-anaknya, Hendra pun mematikan sambungan telepon dan ingin ke rumah Anita.
.
.
.
Di tempat lain, Ica bersama keluarganya sedang berkemas. Hari ini mereka akan kembali ke kampung halaman mereka tentu saja Ica dan juga kedua putrinya, tidak ada kata perpisahan pada sosok pria yang sebenarnya masih menyandang gelar sebagai suami sahnya.
Sebenarnya urusan sang papa dan kakak sepupunya masih belum selesai, mereka ingin memberi pelajaran pada Hendra. Namun apa boleh buat, Ica melarang mereka bukan karena kasihan dan masih memiliki rasa peduli.
Tapi Ica tidak mau kedua pria yang berharga dalam hidupnya mengotori tangan mereka jika harus bersentuhan dengan Hendra, keberangkatan Ica dan keluarganya ke bandara di antar oleh Anita sebagai sahabat yang selalu ada buat Ica.
"Sebenarnya aku tidak rela kamu balik kesana, Ica. Siapa yang akan menjadi temanku setelah ini?" tanya Anita sembari pandangannya menatap lurus ke depan.
"Hem, bukankah kamu sudah memiliki begitu banyak teman dekat? Bahkan yang lebih dariku?"
"Tapi tidak ada sahabat sepertimu, Ica"
"Iya, tentu. Aku ini sangat langka" ucap Ica membuat Anita tergelak
Kemudian Ica terdiam memandangi kota tempatnya tinggal yang sudah hampir sembilan tahun lamanya dirinya tinggal di kota ini, banyak kenangan dan membuatnya berat juga untuk pergi tapi mau bagaimana lagi. Jika dirinya masih disini, tentu Hendra akan terus-menerus mengganggunya.
"Jangan sedih, mungkin ini yang terbaik. Semoga kamu segera menemukan sosok pria yang tepat untuk menjadi suami sekaligus ayah buat Mentari dan Senja"
Mendengar ucapan Anita membuat Ica tergelak, entah mengapa tiba-tiba di pikirannya terlintas sosok Azzam yang menurut Ica suami sekaligus ayah yang cocok untuk kedua putrinya meski Ica sadar tidak mungkin Azzam masih melajang sampai detik ini.
Walaupun Ica tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang, karena semenjak hubungannya dengan Azzam berakhir tanpa alasan. Ica memilih menjauh dari keluarga Azzam, termasuk sahabatnya Rani yang memang sekarang tinggal di luar negeri setelah menikah.
Maka dari situ Ica tidak tahu apapun kabar Azzam, Rani maupun keluarga mereka, terlalu sakit menurut Ica jika dirinya masih berhubungan dengan Rani dan keluarganya. Apalagi Ica masih ingat jelas, janji-janji yang di ucapkan Azzam dulu.
"Sepertinya aku tidak punya niat untuk menikah lagi, aku tidak ingin lagi di sakiti seorang pria dengan janji-janji manisnya. Aku sudah punya anak-anak, tidak ada lagi yang akan aku cari dan aku sudah sangat bahagia dengan mereka"
Akhirnya Ica menjawab itu atas perkataan Anita tadi, Anita tak menanggapi sama sekali karena dirinya tahu mungkin saat ini sahabatnya terlalu kecewa dengan seorang pria selain sang papa dan kakak sepupunya.
Satu jam mobil bergerak menyelusuri jalanan beraspal, hingga akhirnya sampai lah mobil yang di kemudi Anita memasuki area bandara. Ica dan keluarganya akan melakukan penerbangan lima menit lagi, mereka pun keluar setelah mobil terparkir dengan sempurna.
"Aku pamit ya, Ta" ucap Ica kemudian memeluk sahabatnya itu
"Hati-hati, ya. Semoga selamat sampai tujuan, semoga hidup kalian jauh lebih baik setelah ini"
"Aaamiin, doa yang terbaik juga untuk kamu"
Setelah berpelukan dengan Ica, kini bergantian sang mama yang memeluk Anita. Dengan tulus sang mama mengucapkan terima kasih pada Anita yang telah membantu dan menguatkan putri semata wayangnya itu, Anita mengangguk sembari tersenyum.
Setelah semuanya sudah berpamitan, Ica dan keluarganya berjalan masuk ke dalam bandara. Anita menatap punggung Ica dengan mata yang berkaca-kaca, detik berikutnya air matanya jatuh juga. Tidak bisa dipungkiri, rasa kehilangan itu benar-benar terasa nyata.