BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 29
Dengan digandeng oleh Mama Davina dan juga Mei sahabatnya, Kirana keluar dari kamar yang ditempatinya menuju ke ruang tamu yang akan dijadikan sebagai tempat ijab kabulnya. Dimana calon suaminya sudah duduk tepat di depan Pak penghulu, begitu pula Ayahnya. Pak Irwan juga sudah ada di sana, duduk tepat di samping pak penghulu. Entah siapa yang membawa ayahnya itu keluar dari kamar, Kirana tidak tahu.
Mata Kirana nampak berkaca-kaca. Andai saja ibunya masih ada, pasti ibunya ada di sana di antara banyaknya orang yang akan menjadi saksi pernikahannya. Tapi Kirana yakin bahwa saat ini ibunya pasti melihatnya. Tersenyum bahagia menyaksikan pernikahannya.
Kirana langsung didudukkan tepat di samping Arsen, calon suaminya. "Ayah," Kirana meraih tangan ayahnya yang ada di atas meja kemudian menggenggamnya erat.
Pak Irwan membalas genggaman tangan anaknya itu dengan menepuk-nepuk tangan anaknya dengan sebelah tangannya. Meskipun tidak bisa melihat, namun Pak Irwan mencoba mengulas senyumnya.
"Bagaimana? Apa sudah bisa kita mulai?" Tanya Pak penghulu memastikan karena mempelai pria dan mempelai wanitanya sudah berada dihadapannya.
"Sudah pak!" Sahut papa Haris yang duduk di sebelah sang anak bersama istrinya.
Kedua saksi pun sudah duduk disana. Kirana segera melepas genggaman tangannya pada tangan ayahnya. Tangan Kirana gantian saling bertaut di pangkuannya. Jujur saja sejak tadi dirinya deg-degan. Telapak tangannya pun terasa basah oleh keringat.
"Baiklah, bagaimana mempelai prianya? Apakah sudah siap?" Pak penghulu beralih menatap ke arah Arsen yang ada di depannya.
"Heem!" Sahut Arsen.
Degh!
Pak Irwan tersentak saat mendengar suara berat calon menantunya. Kenapa dengan calon menantunya itu? Kenapa suaranya jadi begitu? Apa calon menantunya itu flu hingga membuat suaranya tidak seperti biasanya? Terka Pak Irwan dalam hati.
"Baiklah, mari kita mulai." Ujar Pak penghulu. "Silahkan pak." Pak penghulu mempersilahkan Pak Irwan untuk memulai ijab kabulnya. Ya, Pak Irwan sendirilah yang akan menikahkan putrinya dengan calon suami anaknya itu.
Perlahan tangan Pak Irwan terulur di atas meja. Tangan itu terlihat sedikit gemetar. Mungkin Pak Irwan juga ikutan nervous seperti anaknya. Melihat itu Arsen langsung meraih tangan calon mertuanya. Dan keduanya pun saling berjabat tangan diatas meja. Dapat Pak Irwan rasakan tangan itu jauh lebih besar dan terasa kekar dibanding dengan tangan bos anaknya yang selama ini sering berjabat dengannya. Pak Irwan pun bertanya-tanya kembali di dalam hati. Ini sebenarnya ada apa? Kenapa dirinya merasa bahwa apa yang selama ini dirasakan tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi. Apa ada yang salah?
"Pak," Pak penghulu menepuk pelan bahu Pak Irwan karena sejak tadi Pak Irwan hanya diam saja.
"Eh, iya." Pak Irwan pun langsung tersadar dari lamunannya. Dengan memantapkan hati dan membuang segala prasangkanya, Pak Irwan segera memulai ijab kabulnya.
"BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ENGKAU SAUDARA ARSENIO ABRAHAM BIN HARIS ABRAHAM DENGAN ANAK SAYA KIRANA BINTI IRWANYAH DENGAN MAS KAWIN UANG TUNAI SEBESAR SERATUS JUTA RUPIAH DAN SATU SET PERHIASAN EMAS DIBAYAR TUNAI!"
"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA KIRANA BINTI IRWANSYAH DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT TUNAI!" Sahut Arsen lantang dengan suara beratnya.
Dan lagi-lagi suara Arsen itu membuat keyakinan Pak Irwan semakin kuat bahwa laki-laki yang saat ini berjabat tangan dengannya dan baru saja sah menjadi suami anaknya bukanlah laki-laki yang selama ini dikenalnya dengan baik. Dari ukuran tangan dan juga suara jelas saja keduanya berbeda. Lalu siapakah sebenarnya laki-laki yang ada di depannya saat ini? Laki-laki yang sudah menjadi menantunya. Dan siapakah laki-laki baik yang dikenalnya sebagai bos dari anaknya itu?
"Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya pak penghulu.
"Saaaahh!" Ucap serempak para saksi dan juga orang-orang yang menyaksikan pernikahan itu hingga membuat Pak Irwan akhirnya tersadar. Jabatan keduanya langsung terlepas saat Pak penghulu mengumandangkan doa selepas ijab kabul. Akhirnya keduanya kini sah menjadi pasangan suami istri di mata agama, hukum dan negara.
Pukul satu siang setelah mereka makan siang bersama. Semua anggota keluarga Papa Haris, termasuk Arsen dan Kirana ikut mengantarkan kepergian Pak Irwan beserta sekretaris Niko ke bandara. Mei juga ada disana. Mereka berangkat dengan menggunakan dua mobil.
Selepas ijab kabul tadi pak Irwan lebih banyak diam. Ya walaupun memang pak Irwan tipe orang pendiam. Hanya sesaat tadi dirinya menangis tergugu saat berpelukan dengan sang anak. Seolah Pak Irwan menumpahkan segala gundah yang ada di dalam hatinya. Namun begitu Pak Irwan tetap memilih memendam kebingungannya seorang diri. Biarlah, dia tidak ingin mengusik kebahagiaan anaknya.
Lambaian tangan Kirana melepas kepergian ayahnya bersama sekretaris dari suaminya itu. Berat! Sungguh sebenarnya Kirana tidak sanggup berpisah dengan ayahnya. Selama ini mereka berdua selalu bersama. Namun Kirana juga harus ikhlas, karena semua itu demi kesembuhan ayahnya. Kirana langsung menubruk tubuh sahabatnya. Keduanya pun berpelukan dalam tangis. Mei tau bukan kebahagiaan yang saat ini dirasakan oleh Kirana. Tapi demi ayahnya, Kirana rela menggadaikan kebahagiaannya.
Dengan diantar oleh sopir keluarga Papa Haris, Mei berpisah dengan sahabatnya itu. Sedangkan Kirana berada di mobil yang dikendarai oleh suaminya sendiri beserta kedua mertuanya menuju ke kediaman Papa Haris yang mulai sekarang menjadi tempat tinggalnya.
Saat pesawat sudah mengudara, Pak Irwan mulai membuka suaranya. Saat ini dirinya duduk bersebelahan dengan sekretaris Niko yang baru saja dikenalinya sebagai sekretaris dari menantunya.
"Niko," Lirih pak Irwan.
"Iya pak." Sahut sekretaris Niko.
"Kenapa diam saja?"
Sekretaris Niko nampak mengernyitkan dahinya karena tidak paham dengan apa yang diucapkan oleh Pak Irwan.
"Kenapa selama ini diam saja? Bapak kira calon menantu bapak itu adalah kamu." Lanjut pak Irwan.
Hampir saja sekretaris Niko tersedak ludahnya sendiri saat mendengar ucapan Pak Irwan.
"Selama ini bapak kira Arsen bos Kirana itu kamu, ternyata bukan. Apakah Arsen itu orang yang baik?"
Aduh! Sekretaris Niko harus menjawab apa? Bagaimana bisa dikatakan baik kalau bosnya itu menggunakan cara licik untuk menjerat Kirana. Namun begitu sekretaris Niko juga tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada Pak Irwan. Sudah pasti Pak Irwan nanti akan kepikiran dengan anaknya dan semua itu hanya akan menghambat kesembuhannya.
"Ba-baik pak." Jawab sekretaris Niko ragu. Dan keraguan itu tertangkap jelas di indra pendengaran Pak Irwan. Mungkin Pak Irwan tidak bisa melihat, namun Indra pendengarannya masih berfungsi dengan baik dan ia bisa membedakan setiap ucapan yang didengarnya. Namun begitu dirinya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi sekarang dirinya berada jauh dari anaknya. Hanya do'alah yang mampu ia sematkan untuk kebahagiaan sang anak.
"Tuhan, jika memang apa yang dilakukan oleh anak ku demi kesembuhan ku, maka gantikanlah pengorbanannya dengan kebahagiaan. Dan aku tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan anak ku. Aku janji akan sembuh secepatnya biar bisa berkumpul lagi dengan anak ku."
Doa tulus seorang Ayah melambung tinggi bersamaan dengan pesawat yang mengudara di angkasa.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
ntah lah karna jawaban ny hny othor saja yg tau😅😅