Dikhianati Suami Dapat Berondong

Flashback

Daniel membawa Deva masuk ke dalam rumah, Deva mempunyai kunci rumahnya sendiri.

Pria dewasa itu mendudukkan Deva di sofa ruang tengah, dia mengusap kepala gadis yang sebenarnya sudah memasuki masa dewasa.

“Om bikin teh madu dulu, ya. Biar kamu lebih tenang.“

Grep!

Deva malah memeluk erat tubuh Daniel, tangannya melingkari pinggang Daniel dan meneruskan tangisannya di dada bidang sang Duda.

“Hiksssss... Om... Mama tega banget...“ racau Deva.

Posisi punggung Daniel menyandar di pinggiran sofa, sementara tubuh bagian depan Deva n4mplok pada Daniel.

Dulu, saat Deva sering memeluknya seperti saat ini Daniel tidak akan merasakan apapun karena memang tubuh Deva tak berkembang seperti sekarang. Namun dua t0njol4n p4dat milik Deva menekan dadanya, sontak saja nafas Daniel mulai tak beraturan merasakan k3k3nyalan dua benda padat itu.

Jauhkan pikiran kotor mu, Daniel! rutuk Daniel pada dirinya sendiri saat di bawah sana mulai terbangun.

Tiga tahun menjadi Duda, laki-laki yang pernah merasakan surga dunia dan saat ini sedang dihadapkan pada godaan paling sesad. Yakinlah, Daniel sudah berusaha sekuat tenaga menahan hassrat bu4snya dan berusaha melepaskan pelukan Deva dari tubuhnya.

“Dev...“ mata Daniel sarat akan ga1rah.

“Hiksssss.... Om..." gadis itu menengadahkan kepalanya, sementara Daniel menundukkan kepalanya. Sontak saja bibir mereka hampir beradu hanya terpisah beberapa inci, akhirnya entah siapa yang memulai lebih dulu memajukan bibir, keduanya berakhir dengan saling k0 kop.

Selanjutnya terjadilah situasi dimana Deva melepaskan k3perawanan nya pada Daniel.

.

.

Di Apartemen milik Gavriel, pemuda itu mendekap erat tubuh Maura. Mengecup pucuk kepala wanita itu berulang kali, mereka saling berpelukan.

Wajah Maura menghadap ke arah dada b3rbuuluu Gavriel, dengan jarinya membuat lingkaran-lingkaran kecil di dada pemuda itu.

“Aku akan telat, aku harus bangun dan mandi. Aku juga belum memberi kabar pada Deva, aish! Baju kerjaku dirumah! Aku nggak punya ganti!“

Gavriel malah tersenyum, “Ini masih pagi, kamu masih bisa pulang buat nyiapin sarapan untuk Deva dan juga ganti pakaian. Tenanglah! Sekarang, lebih baik kamu menjelaskan tentang sikap mu beberapa hari ini padaku.“

Maura melepaskan pelukannya, dia menahan selimut di dadanya yang polos agar tidak merosot saat ia duduk dan bersandar di kepala ranjang.

Gavriel ikut duduk dan bersandar di kepala ranjang, ia menarik tangan Maura dan menggenggam nya. “Kita harus saling jujur, Babe. Kau pernah merasakan dibohongi bahkan dicurangi di pernikahan mu, kau pasti tau rasanya menjadi aku saat ini. Aku merasa kau menyembunyikan sesuatu dariku.“

Maura menge-cup punggung tangan Gavriel, lalu menghela nafas panjang.

“Seharusnya kamu yang jujur padaku lebih dulu, tentang hubungan mu dengan Deva.“ Ujar Maura akhirnya.

“Oh, soal itu. Okay, ternyata aku yang salah disini. Seharusnya sejak aku tau Deva adalah putrimu, aku menceritakan tentang hubungan kami. Kami hanyalah sekedar kenalan, Deva dan beberapa temannya sering datang ke club saat aku menjadi Bartender. Sesekali Deva mengajakku jalan... aku mengiyakan karena aku memang membutuhkan teman di negara ini. Apalagi aku juga tipe orang yang berteman dengan siapa saja. Aku nggak tau Deva malah mempunyai perasaan padaku dan akhirnya dia menyatakan cinta padaku. Aku hanya menganggap pernyataan Deva biasa saja dan aku nggak pernah menanggapi lebih lanjut dan bersikap seperti biasanya padanya. Aku merahasiakan darimu... karena takut kamu menolakku demi putrimu. Menilik kamu membicarakan hubungan ku dan Deva, apa kau menghindar karena dia? Apa yang sudah dikatakan nya padamu?“

Maura lalu menjelaskan tentang Deva yang bercerita padanya tentang perasaan putrinya itu pada Gavriel, menjadikan Maura memilih untuk mundur demi Deva daripada dibenci putrinya sendiri.

“Babe... kamu egois banget hanya memikirkan Deva! Aku nggak bisa membalas perasaan Deva meskipun kita nggak lagi bersama. Mustahil bagiku bisa mencintai Deva ataupun wanita lain, karena cintaku sudah habis di kamu.“

Aish! Gombalan nya dalem banget! Maura meringis karena pacaran dengan Berondong terlalu banyak gula, manis!

Gavriel turun dari ranjang, menge-cup kening Maura. “Mandi lah, aku akan bikin sarapan ala-ala cinta Gavriel.“

Pemuda itu bahkan tidak malu berdiri dengan polosnya, Maura berdecak melihat kekasihnya itu malah nyengir-nyengir seraya berjalan ke lemari dan menarik robe menutupi tubuh kekarnya.

Maura bergegas membersihkan tubuh, terpaksa dia harus memakai pakaian semalam karena itu pertama kalinya dia datang ke Apartemen Gavriel dan tidak ada satu pun bajunya disana.

Sepasang kekasih itu saling menyuapi di meja makan, dengan wajah berbinar bahagia. Entah apa yang akan terjadi ke depannya, namun Maura sudah berjanji pada Gavriel jika dia tidak akan gegabah lagi dalam memutuskan hubungan mereka.

Sesampainya di depan pintu rumah Maura, wanita dewasa itu tidak melepaskan genggaman nya dari Gavriel.

“Kamu siap bertemu Deva?“ tanya Maura.

Ya, keduanya memutuskan akan bicara jujur tentang hubungan mereka daripada nantinya Deva tau dari orang lain.

“Sure, Babe!"

Maura membuka kunci rumah, namun anehnya pintu rumah tidak terkunci.

“Aneh? Kenapa pintu rumah tidak dikunci? Apa terjadi sesuatu pada Deva?!“

Maura setengah berlari ke dalam rumah, dia akan berbelok ke arah kamar putrinya namun terdengar suara berisik dari arah dapur dan memutar langkahnya ke arah dapur. Maura menemukan sosok Deva yang sedang berdiri di depan kompor terlihat sedang memasak sesuatu.

“Deva, lagi apa Nak?“ Maura mendekati putrinya dengan perasaan was-was, pasalnya Deva belum pernah memasak.

Gadis yang dipanggil membalikkan tubuh, dia tersenyum pada ibunya. “Masak telor ceplok buat sarapan tapi gagal, gosong Mah! Tuh! Udah abis tujuh telor! Mhuee...."

“Mama udah chat kamu tadi, tunggu Mama pulang.“

“Mama sebentar lagi akan membina rumah tangga baru bersama laki-laki yang Mama cinta, kan? Jadi, Deva harus mulai mandiri dan nggak repotin Mama lagi. Lagian, suatu hari Deva juga bakal jadi seorang istri jadi harus mulai belajar memasak dari sekarang.“

Mata gadis itu berkaca-kaca, begitu pun mata Maura.

“Nak..." Maura melangkah mendekati putrinya lalu mematikan api di kompor karena telur di penggorengan sudah gosong.

“Mah, Deva nggak mau egois. Deva mau Mama bahagia, Mama boleh bersama Gavriel. Aku nggak papa... Gavriel tadi menghubungi Deva dan mengatakan tentang hubungan kalian dan tentang perasaannya. Dia nggak pernah ada rasa sama Deva, dan dia bilang dia sangat mencintai Mama sampai bisa gila.“

Deva menoleh ke arah Gavriel yang sudah berdiri di dapur bersama kedua wanita itu.

Maura terkejut, dia memandang ke arah Gavriel dan Deva bergantian.

“Kamu akan baik-baik aja, Deva.“ Ujar Gavriel tersenyum.

Deva mengangguk tersenyum lembut, dia lalu memeluk tubuh Ibunya. “Love You, Mam. Semoga Mama bahagia dengan pilihan Mama dan Gavriel nggak akan seperti Papa yang mengkhianati Mama."

“Ck!" bibir Gavriel cemberut.

Deva dan Maura tertawa melihat wajah kesal Gavriel, laki-laki selalu tidak suka dibandingkan dengan masa lalu dari kekasihnya.