Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan
Hari ini adalah hari Minggu, hari yang ditunggu-tunggu hampir semua orang terutama yang memiliki kesibukan di luar hari itu. Sama seperti Zafira dan kedua anaknya, mereka amat sangat senang di hati Minggu ini, apalagi setelah sang bunda mengatakan akan mengajak kedua putrinya itu jalan-jalan ke sebuah mall, tentu saja mereka merasa senang tak terkira. Sudah hampir 2 bulan lebih mereka tak jalan-jalan, terakhir mereka jalan-jalan saat sepulang dari rumah sakit karena kepala Regina yang terluka.
Sebelumnya Zafira pikir akan kesulitan untuk mengajak anak-anaknya jalan-jalan seperti dahulu, terlebih keuangannya kini hanya bergantung dari dirinya sendiri. Refano juga tak pernah mencoba menghubunginya untuk memberikan nafkah untuk kedua anaknya. Kartu debit Refano juga sudah ia kembalikan. Sebenarnya ia sadar, mana mungkin Refano akan menghubunginya untuk sekedar memikirkan biaya hidup anak-anaknya sebab Refano memang sejak awal tak pernah peduli dengan anak-anaknya. Tapi ia masih berpikir positif, ia pikir biarpun tidak peduli, tapi masih ada sisi rasa tanggung jawab yang ia pegang, tapi nyatanya tidak. Refano benar-benar acuh tak acuh. Tapi ya sudahlah pikir Zafira, ia tidak akan pernah mengemis. Selagi kedua tangan dan kakinya masih mampu bergerak, nafasnya masih berhembus, ia akan terus berjuang dan berusaha, dengan segenap jiwa dan raga untuk membahagiakan anak-anaknya, tanpa bergantung dengan orang lain, meskipun itu ayah kandung anak-anaknya sendiri.
Beruntung gaji bekerja sebagai sekretaris Alvian ternyata lumayan besar. Bahkan di luar ekspektasinya. Karena itu ia dapat mengajak anak-anaknya jalan-jalan tanpa beban.
"Mama, di sana ada lame-lame ngapain ya ma?" tanya Refina saat berada di dalam mall melihat kerumunan telat di tengah-tengah gedung mall. Ada sebuah panggung telat di tengah-tengah dengan dihiasi aneka dekorasi yang indah.
"Mama juga nggak tahu, sayang. Yuk kita lihat?" ajak Zafira pada kedua putrinya. Bu Mayang tidak ikut serta sebab ia sedang ada kegiatan pengajian dengan ibu-ibu tetangga mereka. Bu Mayang senang tinggal di sana. Ia pikir tinggal di kota pasti akan membuatnya kesepian, tapi ternyata tidak. Para tetangganya cukup baik. Meskipun ada yang julid, tapi lebih banyak yang baik. Bahkan mereka mengajak Bu Mayang untuk bergabung dengan kelompok pengajian mereka, tentu saja Bu Mayang menyambut ajakan tersebut dengan baik.
Setelah melihat, ternyata akan diadakan lomba menyanyi, fashion show, dan menggambar khusus anak-anak usia 3 sampai 10 tahun siang itu. Wajah Regina dan Refina seketika berbinar. Zafira amat sangat tahu arti binar tersebut.
"Kalian mau ikutan?" tanya Zafira yang diangguki Regina dan Refina dengan cepat.
"Mau, ma, mau, ma," seru keduanya girang.
"Regi pasti mau ikut lomba nyanyi kan? Kalau Refi, mau ikut lomba apa?"
"Lomba gambal, ma. Tapi ... Lefi kan nggak bawa pensil walna, ma," ucap Refina seraya mencebikkan bibirnya membuat Zafira gemas.
"Ya udah, kita daftar dulu. Setelah daftar, kita beli pensil warna, gimana?"
"Yeay, mau, ma. Makasih mama. Sayaaang, mama," seru Refina benar-benar bahagia.
"Regi juga sayang mama," seru Regina tak mau ketinggalan.
Zafira lantas memeluk dan mencium kedua putrinya. Setelahnya ia pun segera mendaftarkan kedua putrinya untuk mengikuti lomba sesuai yang mereka inginkan.
Setelah mendaftar dan mendapatkan nomor urut peserta, Zafira pun mengajak Refina ke stand yang menjual perlengkapan alat tulis yang masih ada di sekitar area lomba. Mungkin brand tersebut telah bekerja sama dengan pihak penyelenggara acara sehingga bisa berjualan di sana. Sedangkan Regina tidak ikut sebab gilirannya hanya berselang satu anak lagi jadi ia duduk di kursi yang dekat panggung agar saat namanya dipanggil, ia bisa langsung naik ke atas stage.
Kini Refina tampak sedang memilih pensil warna yang ia suka beserta pensil dan buku gambarnya. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Zafira pun segera mengajak Refina menuju tempat Regina menunggu mereka. Tapi karena Regina terburu ingin memamerkan pensil warnanya pada sang kakak, Refina sampai tidak sengaja menabrak kaki seseorang sehingga ia terjatuh hingga terduduk. Zafira yang berada beberapa langkah di belakangnya sontak panik dan segera menghampiri Refina untuk memastikan anaknya tidak apa-apa.
"Refi, kamu nggak papa, sayang?" tanya Zafira cemas.
"Pan*tat Lefi sakit, ma," adu Refina sambil mengusap-usap bokongnya yang menghantam lantai.
"Heh, makanya jaga anak itu yang benar. Dasar, jadi ibu kok nggak becus!" maki wanita yang tadi ditabrak Refina. "Tapi nggak salah dia 100% kok, anaknya juga nakal, pantas saja dibuang oleh ayahnya sendiri," imbuhnya dengan nada mengejek.
Zafira lantas mendongak menatap wanita yang menghinanya itu. Matanya terbelalak, ia tak menyangka akan bertemu dengan dua orang yang telah membuat rumah tangganya berantakan. Tatapannya menjadi nyalang. Api amarah, dendam, dan sakit hati terpancar jelas di netra Zafira.
"Jangan merasa sok sempurna kau! Ingat, kau itu sedang hamil, jangan karena mulut sampahmu itu akan menjadi boomerang bagi anakmu kelak." Balas Zafira sambil berdecih sinis. "Kau bangga merebut seorang ayah dari anak-anaknya? Ingat, hukum tabur tuai itu ada. Aku yakin, suatu hari kau pun akan merasakan apa yang aku rasa. Bahkan lebih menyakitkan." Imbuh Zafira.
Bila dulu ia diam, tapi kini takkan lagi. Sudah cukup ia diinjak-injak dan direndahkan. Kini mereka tak ada hal lagi untuk merendahkannya.
Melihat ibunya berseteru, Refina pun beringsut bersembunyi di balik kaki Zafira.
"Heh, dasar kau wanita sialan! Jaga ucapanmu ya! Siapa yang jadi ayah anak-anakmu? Kau pikir Refano sudi menganggap anak-anak tak berguna itu sebagai anak-anaknya? Tidak. Lihat menantuku sekarang, dia sedang hamil anak laki-laki, tidak sepertimu yang hanya bisa hamil anak perempuan tak berguna."
"Tidak ada namanya anak yang tak berguna. Kalau orang tuanya baru ada. Memiliki tanggung jawab tapi memilih lepas tangan, apa itu namanya orang tua tak berguna. Ingat, mau anak laki-laki ataupun perempuan, mereka itu adalah anugerah. Jangan merendahkan ciptaan-Nya sebelum sang pencipta mencabut nikmat-Nya dari manusia-manusia sombong seperti kalian." Sentak Zafira dengan emosi membuncah. Ia sangat-sangat benci setiap mendengar kalimat anak tak berguna dari mulut sampah orang-orang itu.
"Mama lihat kan, ini rupa asli perempuan ini. Selama ini dia hanya berpura-pura saja menjadi wanita baik yang lemah lembut, tapi aslinya, dia tak lebih dari perempuan gila yang haus harta. Heh, berhenti mengguna-gunai suamiku. Mau kau apakan dirinya, aku pastikan dia takkan menjadi milikmu lagi." Tegas Saskia dengan tatapan nyalang.
"Iya, mama juga baru sadar kalau kita telah ditipu mentah-mentah selama ini," imbuh Liliana yang memasang wajah penuh kebencian pada Zafira. "Seperti yang menantuku katakan, jangan coba macam-macam dengan Refano. Berhenti mengguna-gunainya. Kau pikir dengan kau mengguna-gunainya ia akan kembali padamu? Jangan harap! Aku pastikan, sebentar lagi Refano akan menceraikanmu," sentak Liliana.
Zafira terkekeh mendengar ucapan tak masuk akal kedua orang itu, "anjing yang jinak pun pasti akan menggigit bila ada yang berbuat keterlaluan padanya, termasuk aku. Aku bahkan bisa bertindak lebih dari ini bila kalian macam-macam denganku dan anak-anakku. Dan apa kata kalian tadi? Aku mengguna-gunai suamimu? Hahahah ... Gila. Sepertinya kalian telah benar-benar gila. Aku bahkan melepaskannya dengan begitu saja, untuk apa aku kembali pada bajingaan itu. NAJIS. CIH! Kalau perlu, suruh putramu itu ceraikan aku segera," balas Zafira dengan tatapan jengah.
Beruntung acara menyanyi sedang berlangsung, sehingga suara pertengkaran mereka tidak terlalu terdengar oleh orang lain. Bila tidak, sudah dapat dipastikan semua orang pasti akan mengerumuni perdebatan antara Zafira dengan Liliana dan Saskia itu.
Baru saja mulut Liliana hendak terbuka, suara MC yang memanggil nama Regina agar naik ke atas stage terdengar oleh Zafira. Tanpa mempedulikan kedua orang itu, Zafira pun bergegas membawa Refina ke depan stage untuk menonton penampilan Regina.
...***...
...**Lanjut nanti ya!!! Ditunggu sajennya. 😁😁😁...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰**...