Berselang dua minggu sejak dia melahirkan, tetapi Anindya harus kehilangan bayinya sesaat setelah bayi itu dilahirkan. Namun, Tuhan selalu mempunyai rencana lain. Masa laktasi yang seharusnya dia berikan untuk menyusui anaknya, dia berikan untuk keponakan kembarnya yang ditinggal pergi oleh ibunya selama-lamanya.
Mulanya, dia memberikan ASI kepada dua keponakannya secara sembunyi-sembunyi supaya mereka tidak kelaparan. Namun, membuat bayi-bayi itu menjadi ketergantungan dengan ASI Anindya yang berujung dia dinikahi oleh ayah dari keponakan kembarnya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka, apakah Anindya selamanya berstatus menjadi ibu susu untuk si kembar?
Atau malah tercipta cinta dan berakhir menjadi keluarga yang bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Tergantikan
“Kak, aku minta maaf. Aku sungguh minta maaf selalu membuatku susah dan menderita,” ucapnya dengan linangan air mata sebelum benar-benar terpejam dan buku itu terjatuh ke lantai dari genggaman tangannya.
Lelah membaca, tanpa sadar Anindya tertidur dalam posisi membelakangi si kembar yang lebih dulu pulas sebelum dirinya. Mata yang sembab nan berat setelah membaca banyak halaman dari buku harian Amelia membuatnya tidak kuasa untuk merampungkan, walaupun sebenarnya masih ada beberapa bagian yang belum terbaca.
Seperti biasa, menjelang pagi, Anindya merasakan dadanya terasa sakit yang berarti sudah saatnya menyusui. Seolah menjadi sinyal di tubuhnya, Anindya akan merasakan dadanya menegang seakan ASI sudah terproduksi penuh dan harus dikeluarkan untuk kemudian diberikan pada si kembar.
Rasanya baru sebentar mata itu terpejam tanpa terasa rupanya pagi sudah menjelang. Meski belum terang, tetapi suara azan sudah berkumandang bersaut-sautan. Anindya menggeliat, posisi tidur yang miring semalaman berhasil membuatnya sakit badan.
Namun, begitu dia membalikkan badan, bukan si kembar yang dia jumpai, melainkan ayah dari mereka.
Si kembar yang sebelumnya berada di sana, tergantikan oleh sosok Arsatya yang tertidur pulas di sisi Anindya. Pria yang tertidur tenang dalam keadaan terpejam dan posisi telungkup, serta kedua lengan yang terlipat digunakan sebagai bantalan karena semua bantal saat ini berada di belakang tubuh Anindya sebagai sandaran saat membaca tadi.
Sejujurnya, melihat pria itu Anindya merasa iba, tetapi juga ada rasa kesal menyelinap ke dalam hatinya setelah tahu kebenaranan yang dia baca dari buku harian milik sang kakak. “Kenapa kamu setega itu menyakiti kakakku?”
“Kenapa kamu melakukan ini padanya? Kenapa tidak ada yang pernah bilang padaku? Kamu jahat, Mas,” ujar Anindya menatapi lekuk wajah suaminya yang sedang tertidur pulas.
Anindya sudah tahu apa yang terjadi di antara hubungan kakak dan kakak iparnya itu, selama ini dia hanya bisa merasakan dan melihat bagaimana interaksi keduanya yang tidak baik-baik saja dan tidak pernah mesra seperti pasangan muda lainnya. Namun, semua hanya berdasarkan kacamata Anindya.
Kini, seakan semesta telah membuka segala tabir pernikahan mereka, semua dugaan Anindya terbukti nyata jika keduanya tidak seirama dalam berumah tangga, tetapi Anindya tidak pernah tahu apa penyebabnya.
Namun, ini dia hanya bisa menangis setelah semuanya terungkap lewat tulisan tangan yang tuangkan di buku catatannya di saat pemiliknya telah tiada. Sangat memilukan.
“Aku sudah tahu semuanya, Mas,” ucapnya lagi.
Bahkan, Anindya masih tidak percaya dengan apa yang telah dibacanya semalam. Meski, dapat dilihat jika saat ini cincin pernikahan mereka masih sama-sama terpasang di jari manis masing-masing, Anindya tidak bisa memungkiri bahwa kini orang yang selama ini menyakiti hati kakaknya sedalam itu telah menjadi suaminya.
“Rasanya, kamu begitu jahat memperlakukan kakakku seperti itu. Haruskah aku yang membalasmu?” cicit Anindya memutar cincin pernikahan yang tersemat di jarinya.
Anindya memberanikan diri menyentuh ujung rambut pria yang masih pulas dengan dengkuran halusnya, “Kamu pengecut!” ucapnya pada orang yang lelap di sampingnya.
“Selalu menghindar dari masalahmu, ternyata itu tabiatmu sejak dulu,” tutur Anindya tidak jelas konteksnya, hanya mengikuti apa yang tersampaikan dari dalam hati.
“Lihat saja, sejauh mana kamu akan bersikap seperti ini terus?” tantang Anindya yang tentu saja tidak dapat di dengar oleh telinga orang yang sedang mengantuk parah.
“Sejauh mana kamu bisa bertahan dengan sandiwaramu?” ucap Anindya lagi.
Anindya mengusap air matanya. Dia mungkin sudah tahu segalanya, hanya saja dia akan tetap berpura-pura bersikap seperti sedia kala seolah tidak pernah membaca buku harian milik Amelia sampai Arsatya mengakui semuanya atau bila nanti waktunya telah tiba.
“Mas, Mas Satya,” Anindya mencoba membangunkan suaminya. Niat hati ingin bertanya dimana si kembar berada.
“Eungh,” pria itu hanya mengangkat kepalanya sebentar, lalu tertidur kembali.
Anindya kembali mengusap-usap bahu pria itu lagi, kali ini disertai tepukan beberapa kali.
“Mas, dimana si kembar?” tanya Anindya. Mengira Arsatya mendengar ucapannya, Anindya kembali bertanya.
“Bangun dulu, dimana mereka?” tanya Anindya lagi sebelum pria itu kembali menjauhkan kepalanya yang sudah setengah terangkat.
Namun, tidurnya tidak terkecoh. Dia menyangga tubuhnya untuk setengah bangkit, tetapi matanya masih terpejam.
Matanya sayup-sayup memandangi Anindya yang mengganggu tidurnya, “Ah, diamlah!” ucapnya seraya mengibaskan tangannya ke udara dan….
Grab! Sebelah tangan Anindya ditariknya kencang sampai tubuh kecil wanita itu terhempas secara tiba-tiba kembali ke posisinya, tetapi ia mencoba untuk tetap bangkit.
“Akh!” pekik Anindya. Kembali tubuhnya didorong paksa sampai terhempas kedua kalinya secara kasar dan kembali pada posisi berbaringnya.
...🦋🦋🦋...
Please like, vote, and comment. Happy reading! Tks.
maaf ya thor
gak cmn mewek kak, gemes,kesel pokoknya nano nano