NovelToon NovelToon
Kembalinya Sang Agen Rahasia

Kembalinya Sang Agen Rahasia

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Identitas Tersembunyi
Popularitas:64.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

Zyan, seorang agen yang sering mengemban misi rahasia negara. Namun misi terakhirnya gagal, dan menyebabkan kematian anggota timnya. Kegagalan misi membuat status dirinya dan sisa anggota timnya di non-aktifkan. Bukan hanya itu, mereka juga diburu dan dimusnahkan demi menutupi kebenaran.

Sebagai satu-satunya penyintas, Zyan diungsikan ke luar pulau, jauh dari Ibu Kota. Namun peristiwa naas kembali terjadi dan memaksa dirinya kembali terjun ke lapangan. Statusnya sebagai agen rahasia kembali diaktifkan. Bersama anggota baru, dia berusaha menguak misteri yang selama ini belum terpecahkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kematian yang Memalukan

Pria yang menjadi provokator mengambil batu yang memang sudah disiapkan olehnya lalu melemparkannya pada Amma. Orang-orang yang datang bersamanya, melakukan apa yang dilakukan pria itu. Mereka mengambil batu lalu melemparkannya pada Amma.

Melihat Amma yang dilempari batu, sontak Husein dan Nisa langsung menghambur pada Ayah mereka. Hafiz yang sudah sampai pun langsung menolong Amma. Mereka membawa Amma menjauh agar tidak terkena lemparan batu. Para provokator tentu saja tidak senang dengan keadaan ini. Mereka pun segera menarik Nisa, Husein dan Hafiz agar menjauh dari Amma.

"Lepas!!! Amma!!"

Nisa berteriak kencang dan berusaha meloloskan diri dari dua orang yang memeganginya. Suasana semakin kacau saja. Empat polisi yang ada di sana malah menahan Husein dan Hafiz yang terus berusaha mendekati Amma. Hal ini tentu saja membuat Husein berang.

"Kenapa kalian malah menahan kami? Harusnya kalian mencegah agar Amma tidak dilukai mereka!" teriak Husein kencang.

Tapi polisi tersebut seakan tuli. Mereka sibuk menghadang anggota keluarga dan santri yang berusaha menolong Amma. Pria yang sedari tadi memanasi, terus mengajak yang lain untuk melempari Amma. Mereka pun kembali melempari Amma dengan batu. Sebisa mungkin Amma melindungi dirinya. Namun pria itu tidak diberi kesempatan untuk berlindung.

Husein yang berhasil meloloskan diri segera menuju Ayahnya. Punggung pria itu sempat terkena lemparan batu, namun sama sekali tidak dipedulikan. Dia menarik Amma untuk dibawa ke tempat aman. Tapi para provokator tidak memberi kesempatan. Mereka menyerang Husein, membuat pegangan pria itu pada Amma terlepas. Salah seorang mendorong tubuh Amma hingga jatuh tersungkur. Melihat Amma terjatuh, para pelempar itu langsung menghujani Amma dengan batu.

"Amma!!!"

Nisa menjejak kaki orang yang sedang menahannya. Dia langsung menghambur pada Amma. Dua kali punggungnya terkena lemparan batu, namun Nisa tidak peduli. Dia terus memeluk tubuh Amma, agar ayahnya tidak terkena lemparan batu. Tak ingin anaknya terluka, Amma mendorong Nisa menjauh. Naas ketika dia menjauhkan Nisa, dua buah lemparan batu mengenai kepalanya. Darah segar langsung keluar dari kening dan juga kepala Amma.

"Amma!!"

Nisa hendak kembali pada Ayahnya, namun dengan cepat Barly menahannya. Sebisa mungkin Nisa melepaskan diri dari suaminya, namun usahanya sia-sia. Wanita itu menangis melihat Amma yang terus dihujani oleh batu. Ummi menangis dan menjerit, memohon agar aksi pelemparan batu dihentikan. Tapi semua itu hanya dianggap angin lalu. Para santri dan santriwati yang menyaksikan peristiwa tersebut ikut menangis sambil memanggil Amma. Mereka tidak berdaya karena dijaga oleh dua polisi dan orang-orang yang tadi datang.

Dari arah gerbang pondok, nampak sebuah sepeda motor melaju kencang memasuki pekarangan pesantren. Zyan akhirnya bisa tiba di pondok. Pria itu menghentikan motornya lalu memarkirkannya asal. Sambil berlari dia membuka helm lalu membuangnya. Dia semakin mempercepat larinya saat tahu kondisi Amma sedang tidak baik-baik saja.

Pria itu terhenyak ketika menyaksikan Amma tengah dilempari baru oleh sejumlah orang. Terdengar teriakan dan tangisan keluarga dan para santri Amma. Sambil berteriak Zyan berlari mendekat. Dia menghalau orang-orang yang melempari Amma. Namun yang membuatnya terkejut, polisi yang ada di sana justru membiarkan peristiwa tersebut. Bukannya menenangkan warga, mereka justru menahan anggota keluarga untuk mendekati Amma.

"HENTIKAN!!!" teriak Zyan.

Tidak ada yang mendengar ucapan Zyan. Mereka masih melempari Amma. Zyan menghampiri salah satu pria yang melempari Amma kemudian menghajarnya. Petugas polisi yang melihat itu langsung mendekati Zyan. Dia bermaksud menghentikan aksi Zyan. Tak disangka Zyan melakukan perlawanan. Polisi tersebut dibuat jatuh tersungkur dan dengan cepat pria itu mengambil pistol yang dibawa oleh polisi itu kemudian menembakkannya ke udara.

Motor trail yang dikemudikan Tina sampai juga di pondok. Ketika ketiga orang itu turun dari motor, mereka dikejutkan dengan suara tembakan. Refleks ketiganya langsung berjongkok. Febri menutup telinganya, Agam segera tiarap, sementara Tina bersembunyi dibalik motornya. Dua kali tembakan yang diberikan Zyan berhasil menghentikan aksi pelemparan batu. Apalagi Zyan kemudian mengarahkan pistol pada mereka.

"Kalau masih ada yang melempar, aku tidak segan-segan untuk menembak kalian!!"

Mendengar suara Zyan, ketiga muridnya segera bangun dari posisi masing-masing. Mereka ternganga melihat Zyan tengah menodongkan senjata pada kerumunan warga. Bukan hanya itu, wali kelas mereka itu juga mengarahkan senjatanya pada petugas polisi.

"Sekarang kalian pergi dari sini, PERGI!!"

Lagi Zyan menembakkan senjata ke udara. Para warga mulai ketakutan. Mereka pun bergegas meninggalkan pondok. Begitu pula dengan para provokator. Zyan juga mengusir empat petugas polisi yang datang. Namun ketika Revina dan Samsul hendak pergi, Zyan langsung mengarahkan senjata pada mereka berdua.

"Stay!" titah Zyan dengan pistol di tangannya.

"Hafiz.. jaga mereka jangan sampai lolos."

Hafiz bersama ustadz yang lain segera menjaga Revina dan Samsul. Zyan segera menghampiri Amma. Tubuh pria itu sudah penuh dengan luka. Wajahnya juga sudah bersimbah darah. Pelan-pelan ummi menaruh kepala suaminya di atas pangkuannya.

"Bang, cepat siapkan mobil. Kita bawa Amma ke rumah sakit," Zyan melihat pada Husein.

Saat Husein hendak pergi, Amma menahan tangan anak sulungnya itu seraya menggelengkan kepalanya. Husein tak ingin menggubris apa yang dilakukan ayahnya, namun pegangan Amma begitu kuat. Pria itu akhirnya jatuh terduduk di dekat Ayahnya sambil menangis.

"Amma.."

"Amma ayo kita ke dokter," ujar Nisa sambil menangis.

Tangan Amma terangkat lalu membelai kepala anak bungsunya dengan lembut. Kemudian dia melihat pada istrinya yang juga tengah menangis.

"Ummi percaya Amma kan?"

"Iya, Amma. Ummi percaya pada Amma. Amma tidak mungkin melakukan perbuatan terkutuk itu."

"Amma tidak peduli kalau orang lain menuduh Amma. Asalkan ummi tetap percaya pada Amma. Ummi perempuan satu-satunya dalam kehidupan Amma. Ibu dari anak-anakku."

Airmata Ummi semakin deras bercucuran. Zyan mendekati Amma lalu meraih tangan pria itu. Dia juga tidak bisa menahan tangisnya melihat keadaan orang yang sudah sangat berjasa padanya. Tina, Agam dan Febri mulai berani mendekat setelah sekelompok orang tadi sudah meninggalkan pondok. Kini tinggal Amma yang tengah dikelilingi keluarga dan para santrinya. Mereka semua menangis melihat keadaan guru sekaligus orang tua mereka.

"Husein, tugas mengurus pondok, Amma serahkan padamu. Bagaimana pun caranya kamu jangan sampai menjual tanah ini. Ini tanah hanya untuk kepentingan pondok. Pertahankan."

"Iya, Amma."

Amma terbatuk beberapa kali. Dari mulutnya juga sudah mengeluarkan darah. Lemparan batu sudah mengenai organ dalamnya. Nisa semakin histeris melihat keadaan Ayahnya. Wanita itu terus saja memeluk tubuh Amma.

"Zyan.. Amma titip keluarga dan anak-anak santri. Tolong jaga mereka. Bantu Husein menjaga mereka. Hanya kamu yang Amma percaya. Amma yakin kamu bisa melindungi mereka. Tolong jaga Nisa juga, Amma serahkan Nisa padamu."

"Amma jangan bilang begitu. Amma akan baik-baik saja," ujar Nisa di sela-sela tangisnya.

Hati Barly panas mendengar permintaan Amma pada Zyan. Mertuanya itu sama sekali tidak melihat padanya apalagi menitipkan pesan padanya. Amma malah mempercayakan Nisa pada Zyan, bukan padanya yang notabene adalah suami dari Nisa.

"Tanah di belakang, jangan dijual. Kamu harus menjaganya, harus!"

"In Syaa Allah, Amma."

Kepala Amma mengangguk pelan setelah mendengar kesanggupan Zyan. Matanya kemudian melihat pada pada santri dan santriwati yang sudah dianggap anak sendiri.

"Kalian harus belajar yang rajin. Jadilah manusia Soleh dan Solehah dan berguna untuk orang lain. Kumpulkan bekal yang banyak untuk diakhirat nanti. Karena kita tidak akan tahu kapan ajal akan menjemput. Jadilah kebanggaan pondok ini dan juga orang tua."

"Iya, Amma," jawab semua anak didik Amma sambil menangis.

"Ummi.. terima kasih sudah menemani Amma selama ini. Semoga Allah mempertemukan kita lagi di Jannah-Nya."

"Amma.."

"Laa ilaaha illallah."

Tangan Amma terkulai setelah mengucapkan kalimat talqin. Nisa berteriak kencang, dia memeluk tubuh Amma sambil mengguncangnya, namun Amma bergeming. Zyan duduk terpekur di dekat jenazah Amma. Airmatanya terus mengalir. Tangisan Ummi pun terdengar pilu.

"Selama hidup, kamu terus mengamalkan ilmu yang dimiliki. Melakukan apapun untuk berjuang di jalan Allah. Tapi kenapa kematianmu seperti ini? Kenapa?" ratap Ummi di tengah-tengah tangisnya.

Husien yang juga tengah menangis, mendekati Ummi kemudian memeluknya. Tangis Ummi semakin pecah dalam pelukan anaknya.

"Istighfar, Ummi. Ikhlaskan kepergian Amma. Percayalah kepergian Amma bukan sesuatu yang sia-sia. Allah memberi kita cobaan ini karena kita mampu. Allah ingin melihat sejauh dan sekuat apa keimanan kita pada-Nya. Walau Amma pergi dengan cara seperti ini, tapi In Syaa Allah Amma mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah."

Tangis Ummi semakin kencang mendengar ucapan anaknya. Dalam hatinya mengamini apa yang dikatakan Husein. Zyan masih berada di tempatnya. Kematian Amma mengingatkannya akan kepergian Hafid dan Ahsan. Keduanya tewas tepat di depan matanya. Dan sekarang dia kembali mengalami hal serupa.

Melihat semua orang tengah fokus pada Amma, Revina dan Samsul bermaksud untuk pergi. Keduanya mengendap-endap menjauh dari sana. Namun pergerakan mereka tertangkap oleh Zyan. Pria itu segera berdiri kemudian mencegat keduanya.

"Kalian mau kemana?"

"Aku akan pergi. Aku sudah tidak punya kepentingan di sini. Karena laki-laki munafik itu sudah meninggal, aku tidak akan memperpanjang kasusnya."

Kesal mendengar penuturan Revina, Zyan mendekat, lalu dengan sebelah tangannya dia mencekik leher Revina. Samsul yang terkejut mencoba untuk menolong, namun dia jatuh tersungkur ketika Zyan mendorongnya dengan kencang.

"A.. ap..a ya..ng kam..u laku..kan?"

"Menurutmu?"

Cekikan di leher Revina semakin kencang saja, membuat wanita itu kesulitan bernafas. Tina, Agam dan Febri yang menyaksikan itu hanya bisa terpaku. Belum pernah dia melihat ekspresi Zyan semenyeramkan ini.

"Sebaiknya kamu katakan dengan jujur apa tujuanmu memfitnah Amma. Jangan berani berbohong. Atau aku akan menghabisi nyawamu. Tidak sulit bagiku membunuhmu dan aku juga akan melenyapkan tubuhmu hingga tidak akan bisa ditemukan walau pun hanya sepotong tulang."

Wajah Revina semakin memucat. Selain karena pasokan oksigen semakin menipis, kata-kata Zyan barusan sukses membuat nyalinya menciut. Wanita itu memegangi lengan Zyan yang masih mencekiknya. Tak berapa lama kemudian Zyan melepaskan tangannya. Revina langsung terjatuh ke bawah. Wanita itu terbatuk sambil memegangi lehernya yang terasa sakit. Samsul segera mendekati dan menenangkannya.

"Sebaiknya jenazah Amma dibawa masuk. Kita harus segera memandikan dan menguburkannya."

Setuju dengan apa yang dikatakan Zyan, Husien pun mengajak Hafiz untuk menggotong tubuh Amma. Zyan juga ikut membantu. Sambil menghapus airmatanya, Nisa masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan semuanya. Sebelum pergi, Zyan melihat pada ketiga muridnya.

"Kalian, bawa perempuan dan laki-laki tulang lunak itu ke ruangan lain, kunci pintunya dari luar."

"Baik, Pak."

Taslima segera menunjukkan jalan pada ketiga murid Zyan. Revina dan Samsul dibawa ke kamar yang ada di dekat dapur. Setelah memasukkan keduanya ke sana, Taslima kembali ke rumah Amma. Membantu menyiapkan semua keperluan untuk pemakaman Amma, Agam dan Febri ikut membantu. Sementara Tina mengawasi Revina dan Samsul.

***

Jenazah Amma siap untuk dimandikan. Husein, Zyan dan Hafiz yang akan memandikannya. Zyan menarik lengan Hafiz, mengajak pria itu berbicara sebentar.

"Bisa kamu ceritakan apa yang terjadi ketika Vina keluar dari rumah Amma? Katanya kamu yang menyaksikan itu secara langsung."

"Iya, waktu itu Vina berteriak minta tolong sambil keluar dari rumah Amma. Tubuhnya terbalut selimut dan penampilannya acak-acakan."

"Apa dia sempat ke kamar mandi setelah kejadian itu?"

"Sepertinya tidak. Ketika Amma mengajaknya bicara, penampilannya masih seperti itu. Waktu Ustadz Husein melarangnya pergi, Vina diawasi oleh Taslima. Coba saja tanyakan saja padanya. Seingatku Vina juga tidak ikut shalat shubuh."

Zyan menepuk lengan Hafiz. Kemudian dia mengajak pria itu bergabung dengan Husein untuk memandikan jenazah Amma. Sebelum memandikan jenazah, lebih dulu Zyan mengambil darah Amma menggunakan suntikan yang dibawanya dari ruang bawah tanah atau tempat kerjanya selama berada di pondok.

"Untuk apa itu?" tanya Husein.

"Kita harus membuktikan kalau Amma tidak bersalah. Kalau memang Amma melakukan pelecehan pada Vina, pasti ada jejak tubuh Amma padanya. Aku yakin dia tidak punya itu."

Husein hanya mengangguk saja. Dia percaya Zyan punya cara untuk membersihkan nama Amma. Proses pemandian jenazah pun segera dimulai. Sebelum pemandian jenazah Amma selesai, Ummi ikut bergabung. Wanita itu ingin memberikan penghormatan terakhir pada sang suami. Airmata Ummi kembali mengalir ketika melihat banyaknya lebam di tubuh suaminya. Tak ingin membuat Umminya bertambah sedih, Husein membawanya pergi. Hanya Zyan dan Hafiz yang meneruskan memandikan jenazah Amma.

Usai memandikan jenazah Amma, Zyan pergi mencari Nisa dan Taslima. Dia ingin mengkonfirmasi apa yang dikatakan Hafiz tadi pada Taslima dan meminta Nisa melakukan sesuatu. Kebetulan Nisa sedang bersama Taslima, pria itu segera mendekati keduanya. Zyan mengajak Nisa dan Taslima berbicara. Barly yang tidak suka melihat itu berusaha mencegah, namun Zyan malah menyuruh pria itu pergi.

"Ada hal penting yang mau kukatakan pada Nisa dan tidak ada hubungannya denganmu."

"Aku ini suaminya kalau kamu lupa."

"Aku tahu kamu suaminya, tapi bukan berarti kamu harus selalu ikut campur dalam urusannya."

"Abang lebih baik bantu Bang Husein saja," ujar Nisa seraya mendorong tubuh Barly menjauh.

Diusir seperti itu membuat Barly semakin penasaran. Namun pria itu tidak bisa mendekat karena Zyan terus mengawasinya sambil berbincang dengan Nisa. Dia hanya bisa melihat istrinya menyimak apa yang dikatakan Zyan dengan serius. Setelah itu Nisa dan Taslima segera pergi. Barly ingin menyusul istrinya namun panggilan Husein menahannya. Dia hanya bisa melihat istrinya pergi menjauh dengan sejuta tanda tanya di kepalanya.

***

Itulah kenapa fitnah lebih kejam dari pembunuhan🥹

1
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
biar saja Barly senang dan tertawa dengan caranya menipu.nanti juga dia bakal kena getahnya sendiri.tidak ada kejahatan yang kekal.
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
keren Armin,bisa jadi haacker yang meretas sistem
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
pak Menteri mudah sekali tergiur dengan iming² .
meski butuh waktu lama,kebenaran pasti akan menemukan jalannya.
Safitri Agus
sama-sama Thor 😍🙏
Safitri Agus
sangat mengecewakan sekali sia sia hasil kerja keras dan penyelidikan selama ini,jadi sedih🥹
Safitri Agus
SAFE sentinel ya 🤭
Adi Andong
bagus banget Armin, jangan kasih kendor si tukang fitnah 💪💪💪
Raffasya@aimaria1203
Smga secepat’y slse ya nisa hama2 sprti itu hrus sgra di tuntaskn
Minal aidin walfaidzin jg mak mohon maaf lahir dan batin 🙏🥰
Nabila hasir
jadi gemes ma orang yg fitnah amma.
keburu lebaran ketupat belum di tangkap. hehehe
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Sama" ka 🙏🏻
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Aamiin 🤲
☠ᵏᵋᶜᶟҼɳσᵇᵃˢᵉ
Astaghfirullah bener2 licik ya si Barly, berbahagialah kamu sekarang kelak boom waktu akan menghancurkanmu.
Goodlah Zyan dan Armin, setelah ini tinggal pantau aja kegiatan Marwan melalui cctv dan penyadapan.
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
orang itu pasti suruhan barly, benerkan
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
semoga persidangan kali ini berjalan lancar ... wlpun agak ragu sama buktinya barly pasti bisa ngeles lagi
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
wlpun tau zyan sudah ahli dlm pengintaian tetep aja waswas takut ketauan
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
dan yang jadi petugas pasti zyan kan..
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
iya bener si barly itu super duper licik
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
lambat laut juga nisa pasti tau yg sebenarnya jadi katakan aja langsung kebenarannya seperti apa
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
armin perhatian bgt sampe paham zyan melihat nisa seperti apa🤭
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
urusan ini seperti nya udah hal biasa buat zyan makanya dia mau melakukan nya sendiri
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!