AREA DEWASA!!
Empat tahun menduda pada akhirnya Wira menikah juga dengan seorang gadis yang bernama Mawar. Gadis yang tidak sengaja Wira tabrak beberapa waktu yang lalu.
Namun, di balik pernikahan Wira dan Mawar ada seorang perempuan yang tidak terima atas pernikahan mereka. Namanya Farah, mantan karyawan dan juga teman dari almarhum istri Wira yang bernama Dania. Empat tahun menunggu Wira pada akhirnya Farah lelah lalu menyerah.
Tidak berhenti sampai di sini, kehidupan masa lalu Wira kembali terusik dengan kehadiran iparnya yang bernama Widya, adik dari almarhum Dania. Masalah yang sudah terkubur lama namun nyatanya kembali terbuka semua kebenarannya setelah kehadiran Widya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 04
"Maaf Mawar, bukannya aku gak mau nolong kamu. Tapi, tahu sendiri keadaan ku sekarang bagaimana?" ucap Deva yang tidak bisa memberi tumpangan tempat tinggal untuk Mawar.
Mawar menarik nafas panjang, lagian mana ada yang mau menolongnya sedangkan teman-temannya saja masih kekurangan.
"Sekali lagi maafkan aku Mawar!" ucap Deva.
Mawar memaksa senyumnya, meskipun hatinya sudah terasa sesak dari tadi.
"Tidak apa-apa, aku mengerti," sahut Mawar pelan.
"Lagian, kenapa juga kamu menolak ajakan pak Agus? jika begini kamu sendiri kan yang susah!"
Bukannya memberi semangat, Deva malah menyalahkan Mawar.
"Jika kau berada di posisi ku, apa kau akan menikah dengan laki-laki tua yang sudah memiliki empat istri?" Mawar yang kesal langsung melontarkan pertanyaan seperti itu.
"Dari pada luntang lantung tidak jelas di jalanan. Lebih baik jadi istri pak Agus!" seloroh Deva seolah mengejek Mawar.
Shiiit,...
Mawar memutuskan untuk pergi dari kontrakan Deva. Sebenarnya Mawar tidak begitu berteman akrab karena Mawar tahu jika pergaulan Deva sangatlah bebas.
Dengan membawa dua tas besar, langkah Mawar mulai gemetar karena sejak pagi dirinya belum makan. Teringat akan Andini, seharusnya malam ini di adakan acara doa bersama untuk sang adik namun apa daya Mawar tak mampu melakukannya.
Mawar menengadahkan kepalanya, menatap langit sudah berwarna jingga.
"An, maafkan kakak ya!" lirih Mawar yang sejak tadi sudah menahan air matanya.
Huft,....
Mawar memutuskan untuk duduk di tepi jalan di bawah pohon besar. Gadis ini memeluk kedua kakinya, memikirkan hendak kemana lagi dirinya akan pergi. Tidak ada tempat pengaduan, sungguh ujian ini terlalu berat untuk Mawar.
Mawar mengusap air matanya kasar, menarik nafas dalam-dalam untuk sekedar melegakan dada sesak.
Sorot lampu motor tepat mengenai wajah Mawar, gadis ini menutup matanya karena silau.
"Mawar,...!"
"Genta,...!"
"Kau kemana saja, aku mencari ke kontrakan mu kata tetangga mu kau sudah di usir. Kenapa?" tanya Genta yang khawatir dengan keadaan Mawar. Genta adalah teman satu kerjaan dengan Mawar, motor yang di tabrak Wira beberapa waktu lalu pun juga milik Genta.
"Aku tidak bayar kontrakan selama dua bulan. Pak Agus mengusir ku karena aku tidak mau di jadikannya istri," cerita Mawar membuat Genta geram.
"Dasar tua bangka tidak ingat umur. Jadi, sekarang kau mau kemana?"
"Aku tidak tahu mau kemana Genta. Uang ku tidak cukup untuk mencari kontrakan baru." Mawar kembali menangis, sekuat-kuat sebuah pundak, pasti akan lelah juga.
Genta menepuk pundak Mawar,memberi semangat pada gadis itu.
"Sudah, jangan sedih lagi. Di cafe menyediakan mes, kau bisa tinggal di sana untuk sementara waktu sambil nunggu gajian," ujar Genta yang memberikan jalan keluar.
"Tapi, aku tidak enak hati jika harus merepotkan bos kita," ucap Mawar.
"Sudahlah, nanti aku yang ngomong. Yang penting sekarang kau bisa istirahat dulu, toh kita akan gajian tiga hari lagi."
Mau tidak mau Mawar ikut bersama Genta. Tidak ada pilihan lain lagi selain tinggal di tempat kerjanya yang memiliki dua kamar.
Genta yang sudah laporan pada bos mereka langsung mengantar Mawar. Untung saja mereka memiliki bos yang sangat baik dan pengertian apalagi dengan kondisi Mawar.
"Aku akan pulang, istirahat. Semangat Mawar!" Genta tersenyum lebar.
"Terimakasih Genta!" ucap Mawar.
Mawar menghembuskan nafas lega, gadis ini langsung merebahkan diri untuk sekedar membuang rasa lelah setelah itu barulah Mawar pergi mandi.
Kembali bersemangat, Mawar pergi untuk membeli makanan yang sesuai dengan isi kantongnya sekarang. Demi sebuah kontrakan Mawar harus mengirit.
Keesokan harinya, Mawar sudah mulai masuk kerja. Hari ini Mawar masuk pagi begitu juga dengan Genta. Selesai bekerja di sore harinya Genta mengantar Mawar untuk mencari kontrakan yang murah sesuai dengan isi kantong.
"Aku tahu kau lelah Genta, maafkan aku sudah terlalu merepotkan mu," ucap Mawar merasa sedih karena selalu menyusahkan Genta.
"Jangan di pikirkan, kita adalah teman. Jadi, sudah sewajarnya jika kita saling membantu," sahut Genta.
Kembali melanjutkan perjalanan meski hari sudah hampir malam. Pada akhirnya Genta dan Mawar mendapatkan satu kontrakan yang lumayan harganya dan tempatnya juga strategis tidak jauh dari tempat Mawar berkerja.
Pemilik kontrakan juga seorang ibu-ibu, memperbolehkan Mawar langsung pindah malam ini juga. Buru-buru Genta menemani Mawar mengambil barang-barangnya di mes.
"Sekarang kau bisa beristirahat dengan tenang. Santai saja, besok juga kita akan gajian!" canda Genta.
"Terimakasih Genta, aku janji kalau aku kaya nanti aku pasti akan membantu mu!" ucap Mawar malah membuat Genta tertawa.
"Sudah, jangan bercanda. Aku pulang dulu, kalau ada apa-apa bilang sama aku ya..."
Genta pamit pulang, Mawar juga langsung membereskan semua barang-barangnya setelah itu mandi kemudian beristirahat.
Hari telah berganti, sudah satu minggu Mawar menempati kontrakan ini. Untuk pergi bekerja saja tidak harus bersusah payah karena hanya butuh waktu sepuluh menit saja jarak antara kontrakan ke cafe.
Bagaimana dengan kabar Wira? lelaki tampan yang tiba-tiba hilang tanpa kabar itu baru saja pulang dari luar kota setelah beberapa minggu ini sangat sibuk dengan pekerjaannya.
"Loh, kamu mau kemana Wira?" tanya Asti pada anaknya yang tidak menyelesaikan makan paginya.
"Anu mah, Wira ada pekerjaan mendadak. Wira pergi dulu," jawab pria itu buru-buru pergi.
Asti hanya bergeleng kepala melihat anaknya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya itu.
Wira menghentikan mobilnya di ujung gang dekat kontrakan lama Mawar. Dengan langkah cepat lelaki ini menyusuri jalanan yang sempit tersebut.
Setibanya di depan kontrakan, Wira langsung mengetuk pintu. Beberapa kali Wira mengetuk tidak ada yang membuka pintu.
"Masa iya Mawar berangkat sepagi ini?" Wira mengerutkan dahinya.
"Mas,...cari Mawar ya...?" tanya bu Wati mengejutkan Wira.
"Eh, iya bu. Mawarnya udah berangkat kerja ya bu?" tanya Wira yang belum tahu kabar tentang Mawar.
"Sepuluh hari yang lalu Andini meninggal dan Mawar di usir dari kontrakan. Jadi, Mawar udah gak tinggal di sini lagi," kata bu Wati memberitahu Wira. Tentu saja lelaki ini terkejut.
"Andini meninggal?" tanya Wira tidak percaya.
"Iya mas!" jawab bu Wati dengan tegas.
"Apa ibu tahu di mana Mawar tinggal sekarang?" tanya Wira mulai khawatir pada Mawar.
"Maaf mas, ibu gak tahu!"
Wira menghembuskan nafas kasar lalu pria ini memaksa senyumnya kemudian pergi begitu saja. Masih tidak percaya jika adik Mawar meninggal. Wira membuka ponselnya, bermaksud ingin menghubungi Mawar namun sayang jika Wira tidak memiliki nomor ponsel Mawar.
"Ah, sial!" umpat Wira yang kesal pada dirinya sendiri.