"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah.
Jalanan licin membuat mobil tergelincir.
"Kyaaa!!!"
Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang hingga ke dalam.
"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar.
Seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.
"Selamat datang, gadis berambut hitam."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai sekarang,
Semua penumpang pingsan, kecuali Dalian. Dia masih dalam keadaan yang aneh, seolah-olah ada sesuatu yang merasukinya. Tatapannya kosong, pupilnya memudar, seperti sedang dihipnotis.
Mereka berada di tengah kegelapan yang pekat, di hamparan ruang tanpa batas. Tak ada secercah cahaya yang terlihat, seolah mereka terjebak di dalam kehampaan.
Beruntung, mobil hanya mengalami beberapa kerusakan ringan, dengan lecet dan penyok di beberapa bagian, tanpa ada tanda-tanda ledakan.
Dalian perlahan membuka pintu mobil. Saat satu kakinya menyentuh tanah, cahaya lembut menyebar sejauh tiga meter di sekelilingnya. Cahaya itu seakan mengusir kegelapan yang memeluk mereka.
"Hah? Di-dimana ini?" gumamnya, kesadarannya mulai kembali.
Setiap kali Dalian melangkah, cahaya terus terlukis di bawah kakinya. Namun, suasana tetap sunyi, mencekam. Kabut tipis melayang-layang di udara.
"Tempat apa ini?" Suaranya menggema dalam kehampaan. Takut.
"Miao!!"
Tiba-tiba, Dalian terlonjak kaget. "Apa itu?!" Dia melihat ke bawah dan menyadari dia baru saja menginjak ekor seekor kucing. "Ku-kucing? Apa yang kamu lakukan di tempat seperti ini?"
Kucing itu menoleh, dan Dalian terkesiap. Mata kucing itu menatapnya tajam, wajahnya penuh teka-teki. Ketakutan menyeruak dalam dirinya, membuatnya mundur dan berlari kembali ke mobil.
Dia menutup pintu dengan cepat, dan cahaya yang tadi muncul mulai meredup, kembali menyerahkan mereka pada kegelapan.
"Chelsey, bangun! Kio, bangun!!" Suaranya mulai bergetar. "Ibu, ayah! Bangun!"
Perlahan, ibunya bergerak, mengerang pelan, diikuti oleh Chelsey yang mulai sadar. Ayah mereka tak sadarkan diri, dengan luka di dahinya.
"Aduh..." keluh ibu, mencoba duduk tegak.
"Ibu? Syukurlah, ibu sudah sadar!" Dalian merasa sedikit lega.
Chelsey mengeluh sambil memegangi dadanya. "Apa jantungku masih ada?"
"Ibu, Chelsey," panggil Dalian dengan nada cemas, "lihatlah! Kita sedang di mana sekarang?"
Ibu menatap keluar jendela, mengerutkan kening. "Gelap sekali... Aku tidak bisa melihat apa-apa." Lalu, beralih membangunkan ayah. "Ayah, ayah bangun." Pinta Ibu.
Dalian mengangguk sambil membangunkan adiknya seraya menjawab, "Aku juga tidak tahu, semuanya gelap. Kita seperti terjebak di dunia yang berbeda."
"Ayo Kio, bangun!!"
Ayah perlahan mulai sadar, menggerakkan tubuhnya yang kesakitan. "Apa kita selamat?" Dia menyentuh luka di dahinya.
"Iya, kita selamat," jawab ibu, "Ayah, coba nyalakan lampu mobilnya. Mungkin kita bisa melihat lebih jelas."
Ayah meraih kunci dan memutar. Cahaya lampu mobil menerangi kegelapan dengan terangnya. Namun, pemandangan yang tidak mereka harapkan muncul di hadapan mereka. Seketika, sepasang mata terbelalak.
"Uwaa!!" Dalian dan Chelsey berteriak serentak. Kaget dengan apa yang mereka lihat.
Seekor kucing aneh melayang di depan mereka, tubuhnya melayang di udara dengan bulu lebat yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Ekor panjangnya menyerupai kemoceng, wajahnya terbagi menjadi dua warna. Separuh hitam dan separuh putih. Matanya juga tak biasa, mata kanan biru, sementara yang kiri merah darah.
"Kucing itu... menakutkan sekali..." Dalian bergidik, tubuhnya gemetaran.
"Iya, Dalian," suara yang halus dan menyeramkan menjawabnya. Dalian tersentak. Kucing itu berbicara, menyeringai aneh tepat di telinganya.
"W-waa?!"
Chelsey mengamati dengan ragu, "Eh? Kucing itu bisa berpindah tempat? Tadi dia di sana, sekarang di sini? Seperti Pesulap."
"Pergilah!" Dalian memerintahkan dengan suara penuh ketakutan. "Kau terlalu menyeramkan!"
Kucing itu hanya tersenyum lebih lebar, senyumnya nyaris tidak manusiawi.
Ayah kembali menghidupkan mobil, mencoba untuk maju perlahan, tapi di depan, bayangan-bayangan mulai tampak. Bentuk-bentuk kabur, makhluk berwarna putih yang melayang di udara, menunjukkan senyuman menyeramkan di wajah tak berwujud mereka.
"Kyaaa!!!" teriak seluruh penumpang.
Dalam sorotan lampu mobil, samar-samar terlihat makhluk-makhluk berwarna putih melayang di udara, sosok mereka hampir tak berbentuk, seperti kain usang yang ditiup angin.
Wajah mereka seakan tersembunyi di balik lipatan kain yang berkibar, tetapi dari celah-celahnya terlihat sekilas mata berkilau merah seperti bara api.
Gerakannya lamban, tetapi terus mendekat, dengan tubuh yang berayun-ayun di udara seolah terombang-ambing di lautan kegelapan.
Erangan mereka terdengar rendah, seperti suara rintihan yang berasal dari dasar jurang yang dalam.
"Rrrwww... ggrrr..." Suara itu menggelegar, diiringi bunyi gesekan kain yang seolah menyeret sesuatu di udara.
Sesekali mereka mengeluarkan bunyi mendesis, mirip bisikan dari alam lain. Semakin mendekat, semakin kuat erangan itu, membuat udara di sekitar mobil terasa semakin berat dan dingin, seakan mencekik napas.
Makhluk-makhluk itu tampak lebih menyeramkan saat cahaya dari lampu mobil semakin terang, memperlihatkan sosok wajah mereka yang kosong, hanya berupa rongga hitam tak berdasar.
Senyum tipis yang tak wajar terlihat di beberapa dari mereka, seakan sedang menikmati ketakutan yang mereka ciptakan.
Ketika mobil berhenti, suara gesekan kain semakin keras, dan makhluk-makhluk itu melayang makin dekat, seolah siap menerjang.
Detik itu, satu dari mereka menunduk lebih rendah, wajah tak berbentuknya mendekat ke jendela mobil, hanya berjarak beberapa inci dari kaca. "Rrrwww... ggrrr..." Suaranya bergema, membuat seisi mobil membeku dalam ketakutan yang mencekam.
"Ayaahhh!!" Teriak Dalian ketakutan.
"Ayah, hentikan mobilnya!!" teriak ibu. Mobil berhenti mendadak, membuat suasana semakin tegang.
Makhluk-makhluk itu mendekat, suara geraman mereka menggema di sekitar, membuat bulu kuduk meremang. Dalian yang masih takut, menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya, tidak berani menatap keluar.
"Matikan lampu dan mesin mobilnya, Ayah! Cepat!" perintah Dalian, tiba-tiba suaranya tegas. Tanpa ragu, ayah mematikan lampu dan mesin. Kegelapan pun kembali menyelimuti mereka.
"Fiuh..." desah mereka, sejenak merasa aman dalam kegelapan. Namun, suasana tetap mencekam. Cahaya dari ponsel Chelsey menjadi satu-satunya yang menerangi mereka, cukup untuk saling melihat wajah yang dipenuhi ketakutan.
"Dalian, sepertinya kita sedang berada di tempat yang sangat aneh. Jadi, berusahalah untuk bisa mengendalikan diri ya", pinta ayah.
"Ta-tapi ayah"
"Ibu.. ayah," sahut Kio sudah mulai sadarkan diri. "Apa Dalian takut lagi?", tanya Kio melihat Dalian menyembunyikan mukanya di kedua lutut dan tangannya.
"Iya", balas Ibu seraya tertawa kecil.
"Dasar! Dalian selalu saja takut"
"Diam kau bocil! Jika kau melihat hantu pasti kamu juga akan teriak dan ketakutan!", sahut Dalian kesal.
Suara yang tak terlihat terdengar lagi. "Dalian, keluar dan tunjukkan jalan untuk mereka," bisik kucing itu lagi, nadanya kini terdengar lebih memerintah.
"A-apa? Keluar? Kau bercanda?! Ada makhluk-makhluk mengerikan di luar sana!" Dalian menolak dengan keras.
"Kau tak punya pilihan. Aku akan melindungimu," kata si kucing dengan nada yang lebih serius.
Dalian tidak percaya. "Bagaimana mungkin kucing bisa melindungi manusia?"
"Patuhlah! Aku sudah memilihmu." Suara kucing itu lebih tajam, dan seketika mata Dalian terhipnotis lagi. Manik matanya berubah menjadi abu-abu keunguan. Tubuhnya mulai bergerak dengan sendirinya.
"Dalian?" panggil Chelsey, namun Dalian tidak merespons.
Dengan tatapan kosong, Dalian melangkah keluar dari mobil. Setiap langkahnya menciptakan cahaya tiga meter di sekelilingnya. Si kucing melayang di sisinya, mengawasi setiap gerakannya.
"Mulai sekarang, panggil aku Kaya," kata si kucing dengan senyum misterius.