Salahkah seorang istri mencintai suaminya? Walau pernikahannya karena perjodohan kedua orang tua mereka berdua. Tentu tidaklah salah!
Aurelia, gadis desa yang baru saja menyelesaikan sekolah tingkat atasnya, dia langsung jatuh cinta pada calon suaminya Dhafi Basim, pria dari desa yang sama tapi sudah lama pindah dan tinggal di Ibu Kota. Namun, apa yang terjadi setelah mereka menikah, lalu Dhafi memboyong Aurelia untuk tinggal di Jakarta?
"Ampun .. Mas Dhafi, maafkan aku ... ini sakit," teriak Aurelia kesakitan saat tali pinggang suaminya menghujami seluruh tubuhnya.
"Dasar istri kampungan!" maki Dhafi.
Cinta membuat orang buta, begitulah Aurelia wanita yang polos. Berulang kali menerima siksaan dari suami, namun dia tetap bertahan. Tapi sampai kapankah dia bertahan? apalagi suaminya juga berkhianat dengan sepupunya sendiri. Mungkinkah ada sosok pria yang lain menolong Aurelia? Ataukah Aurelia berjuang sendiri membuat suaminya membalas cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi janda itu aib!
Emran, malam ini dibuat pusing oleh putranya sendiri, entah bagaimana cara membujuk anaknya untuk tidak menangis karena menginginkan dirinya untuk video call dengan Aurelia. Sementara dia tidak memiliki nomor ponselnya, setelah bertanya dengan Pak Yusuf hasilnya juga sama sang kepala pelayan juga tidak tahu nomor ponselnya, karena Lilis saudaranya yang sempat dia hubungi juga tidak tahu nomor ponsel pria itu.
Rida dan Eka pun maju membantu dan membujuk tuan mudanya agar mau dibacakan buku cerita oleh mereka berdua, tapi tetap tidak mau dan tetap saja merengek minta telepon Aurelia.
Rida salah satu maid yang menyimpan rasa untuk majikannya, berupaya meluluh hati anak majikannya layaknya seorang ibu di hadapan Emran, tapi sayangnya nihil.
“Sepertinya pengasuh baru itu berhasil ambil hati Athallah, sepertinya aku harus lebih waspada,” batin Rida.
Siapapun pasti akan terpesona dengan kharisma sang duda, tidak padang siapa wanita itu, tapi sayangnya Emran mengabaikan tatapan pesona setiap wanita setelah dia gagal menikah dengan wanita yang sangat dia cintai.
Pria berparas tampan itu meraup wajahnya dengan kasar, kemudian menghembuskan napasnya dengan kasar.
“Kenapa aku sampai lupa minta nomor teleponnya,” gumam Emran sendiri, lalu tak lama dia mengendong Athallah dan mencoba membujuknya lagi.
Kembali ke rumah Aurelia ...
Acara makan malam sudah usai dan waktu pun terus bergulir. Faiza yang sejak awal disindir mencari muka pada Dhafi dan mengancam akan pulang ke rumah kontrakkannya, dan menunjukkan rasa kecewanya pada suami sirinya tersebut jika orang tua Dhafi tidak menyukai kehadirannya.
“Ya, kamu kalau mau pulang, ya pulang saja ... aku tidak bisa mengantarkanmu. Yang ada ibu dan kakekku semakin curiga!” kata Dhafi saat mereka berdua berada di lantai 2, bicara dengan berbisik-bisik karena kedua orang tua Dhafi menempati kamar yang ada di sebelah pria itu.
Faiza memasang wajah cemberutnya dan agak merajuk pada Dhafi. “Berarti kamu gak cinta sama aku Mas, masa aku malam-malam begini aku pulang sendiri, tega kamu, Mas,” jawab Faiza begitu pelan, takut terdengar.
Pria itu mendesah, dan menatap lekat istri sirinya. “Kamu gak nyadar kalau dari tadi ibuku curiga sama kamu! Tolong bantu aku jangan cari masalah dulu. Di sini ada kakekku, jangan cari perhatian!” sentak Dhafi namun pelan.
Faiza meremat kedua tangannya karena kesal dan kecewa atas jawaban dari suami sirinya.
“Kalau kamu gak mau pulang, bisa tidur di kamar belakang yang tidak dipakai, dan gak mungkin kamu tidur bertiga di kamarku, memangnya kamu mau lihat aku digantung leherku sama ibuku dan tidak mendapatkan warisan dari kakek ... huh!” geram sudah Dhafi menghadapi istri sirinya, yang terlalu banyak menuntut.
Faiza menatap nanar wajah suami sirinya yang terlihat tidak lembut seperti biasanya. Di saat mereka berdua masih berbicara di depan kamar Dhafi, pintu kamar sebelah terbuka, dan terlihatlah Bu Hana menatap curiga pada putranya dan Faiza.
“Ada apa kalian berdua di sini?” tanya Bu Hana.
Mereka berdua gelagatnya mulai berubah. “Oh ini Bu, Faiza cari Aurelia, aku bilang tidak ada di kamar. Ini juga aku mau ke bawah cari Aurelia mau ajak istirahat,” jawab Dhafi dengan tenangnya, agar tidak terlihat berbohongnya.
“Iya Bu, saya cari Aurelia, kalau begitu saya cari di bawah,” timpal Faiza, dan dia bergegas menuruni anak tangga, sedangkan Bu Hana dan Dhafi memperhatikan Faiza hingga menghilang, kemudian Bu Hana menatap Dhafi.
“Kamu dengan Aurelia sedang tidak ada masalahkan?”
Dhafi melayangkan padangan ke ibunya. “Gak ada kok Bu, paling hanya ribut kecil, selisih paham ... bukankah hal biasa dalam rumah tangga, lagipula kami cepat berbaikan Bu,” jawab Dhafi penuh dusta.
Bu Hana menatap lekat wajah Dhafi seperti mencari sesuatu yang menganjal dibenaknya, apalagi setelah beberapa kali melihat gelagat Aurelia dan Faiza.
“Kamu jangan pernah mengikuti kesalahan ayahmu di masa lalu, diam-diam telah menikah lagi dengan wanita lain! Kamu pasti tahukan bagaimana kejamnya kakekmu pada ayahmu saat melihat ibu menderita,” tegur Bu Hana.
Masa lalu Bu Hana yang amat kelam ketika dia baru saja melahirkan Dhafi, ternyata suaminya sudah mendua dengan menikahi sahabatnya. Hati Bu Hana benar-benar hancur saat itu, sudah sakit habis melahirkan, batinnya dibuat sakit. Tak elak perceraian diajukan oleh Bu Hana, tanpa pikirkan statusnya yang akan menjadi janda. Kakek Dwi turun tangan menghancurkan usaha perkebunan ayahnya Dhafi hingga jatuh miskin dan istri keduanya meninggalkannya karena sudah jatuh miskin.
Dikhianati oleh suami itu sangat sakit rasanya, walau hati masih mencintai, penuh perjuangan ayahnya Dhafi untuk rujuk dengan Bu Hana bertahun-tahun, dan butuh pengorbanan hingga berdarah-darah agar bisa kembali dengan Bu Hana, dan meluluhkan Kakek Dwi.
“Kamu tidak menutupi sesuatukan, Dhafi? Hati seorang ibu sangat sensitif walau kamu tidak mengatakan! Ibu hanya mengingatkan kami memilih Aurelia sebagai istrimu karena dia punya kepribadian yang baik, masalah cantik atau tidak cantiknya itu tugas seorang suami yang membantu merubah penampilan istrinya, mulai dari memberikan baju yang layak pakai, keperluan perawatan tubuhnya. Jangan karena alasan dia tidak cantik maka kamu mencari kepuasan pada wanita lain, yang ada kamu akan menyesal jika menilai wanita dari sampulnya saja, padahal hatinya sangat busuk, dan menyesal telah membuang berlian yang sesungguhnya,” tutur Bu Hana dengan nasehatnya.
Dhafi sedikit tertegun tapi berusaha terlihat biasa saja. “Tenang aja Bu, aku gak seperti ayah kok, lagian punya satu istri saja sudah repot ngurusnya.”
“Baguslah kalau kamu bilang begitu, jangan kecewakan Ibu.” Dhafi mengangguk cepat.
Sementara itu di kamar bawah, Ibu Ida mengajak Aurelia untuk berbicara, sementara para bapak-bapak sedang ngobrol di teras depan sambil menghisap rokok.
Ibu Ida menatap intens wajah putrinya yang sudah jauh berbeda, tidak ada sirat bahagia dan keceriaan yang selalu dia lihat selama dikampung.
“Aurel, Ibu tahu kamu pasti kaget dengan mengurus rumah tangga di usiamu yang masih muda ini. Belajarlah untuk dewasa dan bijak, jangan seperti itu kamu bicaranya, dengan mudahnya bilang kata cerai. Ingat jangan mempermalukan keluarga, jadi janda itu aib keluarga,” tukas Ibu Ida.
Di berapa bagian di pelosok Indonesia, ada beberapa daerah yang memang tabu dengan status janda, dan masih beranggapan jadi janda itu aib. Dan jangan salah jadi janda pun bisa dikucilkan bagaikan penyakit menular. Miris bukan! Padahal menjadi janda ada sebab akibat, lalu bagaimana jika jadi janda karena suaminya sudah meninggal kalau hal seperti ini tidak masalah, yang masalah janda muda tanpa ditinggal mati oleh suaminya. Pikiran masyarakat langsung buruk, apalagi banyak kumbang yang menghampiri janda muda, bisa diprediksikan jika mereka akan mencemooh sebagai janda muda gatal!
Wanita muda itu mengangkat wajahnya dan menatap dalam ibunya. “Ibu lebih baik lihat anaknya jadi janda muda atau mati di tangan suaminya sendiri?” tanya Aurelia begitu tenang.
Bu Ida menepuk lengan anaknya. “Jangan ngawur ngomongnya Aurel, ngadi-ngadi aja,” gerutu Bu Ida dengan wajah masamnya.
“Aku hanya bertanya saja Bu, apa jawaban Ibu?”
“Ya gak keduanya lah Nak, ingat jangan asal ngomong kamu. Dan ingat sudah berapa banyak keluarga besan bantu keluarga kita, Ibu udah bosan hidup miskin terus. Semenjak kamu menikah dengan Dhafi ayah diberikan toko sembako cukup besar dari Kakeknya Dhafi, kehidupan Ibu sama ayah jauh lebih baik sekarang, ketimbang hanya ngurus kebun orang yang gak seberapa bayarannya.”
Aurelia tersenyum getir mendengarnya, memang keluarga mereka jauh dari kata sederhana atau kaya, mereka hanya keluarga yang memiliki ekonomi bawah yang serba kekurangan. Jika sudah seperti ini semakin sulit Aurelia mengatakan kebejatan suaminya, kedua orang tuanya pasti tidak akan percaya dan minta untuk mempertahankan rumah tangganya.
“Kamu harus patuh sama suami, jangan pernah melawan, awas aja kalau kamu minta bercerai! Kita bisa miskin lagi!” ancam Bu Ida.
Bersambung ...
suka 🥰