Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tania sakit
Tak banyak kata yang ingin diucapkan Bu Mimi, wanita paruh baya itu hanya bisa menggenggam jemari lentik wanita itu, seakan memberikan kekuatan. Namun rupanya Tania kembali meneteskan air mata, setelah semalaman menghabiskan waktu dengan linangan air mata.
Salah satu maid yang di perintah Bu Mimi sudah datang kembali dengan membawa nampan.
“Tania, ini ada teh hangat, diminum dulu. Biar badanmu terasa hangat,” Bu Mimi menyodorkan cangkir teh nya. Dengan tangan gemetar, Tania meraih cangkir tersebut kemudian menyesapnya perlahan-lahan.
Bu Mimi setia menemani Tania, wanita paruh baya itu membantu Tania untuk menyantap sarapan paginya, yang tampak enggan menyuap makanannya.
“Bersabarlah kamu pasti bisa menghadapi semuanya,” ucap Bu Mimi pelan, berusaha mengajak Tania berbincang, yang sedari tadi hanya tersedu sambil makan.
Tania menghentikan makannya, lalu mengusap air matanya. “Apakah Bu Mimi tahu tentang saya, kenapa bisa ada saya di sini?”
Bu Mimi mengangguk pelan sebagai jawabannya.
“Kenapa tidak mencari wanita lain saja, kenapa harus saya!” seru Tania, sambil menepuk dadanya sendiri.
“Kenapa hidup saya dari kecil selalu bernasib malang, memang tidak bolehkah saya bahagia. Kenapa hal yang berharga saya harus hilang di tangan pria bejat itu!” maki Tania.
Bu Mimi segera meraih tangan Tania lalu mencekalnya agar tidak kembali memukul dadanya sendiri.
“Bersabarlah Tania, sekarang semua yang terjadi sama kamu, sudah garis takdir mu. Bertahanlah sesaat,” ucap Bu Mimi, memohon.
“Bu Mimi bilang ini semua garis takdir saya! Garis takdir buruk yang menghampiri saya. Saya juga ingin hidup bahagia, Bu!” Tania menangis sejadi-jadinya meluapkan apa yang dirasa di hatinya. Bu Mimi hanya bisa mengusap dengan lembutnya punggung Tania.
Hati wanita mana yang tak kan hancur berkeping-keping, ketika mahkotanya direnggut paksa dengan cara kasar, walau pria itu berstatus suami sirinya. Impian setiap wanita ingin mereguk malam pertama yang indah dan syahdu, namun itu tak terjadi di diri Tania. Pria itu memperlakukannya bak wanita bayaran, main celap celup tanpa ada rasa cinta, hanya mementingkan kebutuhan sepihak saja.
Perasaan mengagumi Tania terhadap Albert, semakin lama berkurang, terkikis dengan sikap Albert terhadap dirinya.
Cukup lama Tania melampiaskan emosinya dengan tangisan, dan Bu Mimi masih bersabar menunggu reda tangisan wanita itu.
“Kamu masih bisa melakukan hal yang di sukai di luar mansion, masih bisa beraktivitas kerja. Walau hati mu terasa sakit tapi setidaknya kamu punya kehidupan di luar sana. Jadi jangan terlalu bersedih hati Tania, jika kamu tidak bahagia di sini, kamu berhak mencari kebahagiaan di luar sana. Cukup sudah kamu menangisnya, cepatlah bangkit dari keterpurukan ini. Jadikan takdir ini sebagai pecut dirimu agar menjadi wanita yang tangguh,” imbuh Bu Mimi.
Tania tidak berkomentar ketika Bu Mimi berbicara, karena masih merasakan sesak di dadanya.
“Ini minumlah obat paracetamol, badan kamu suhunya panas,” kata Bu Mimi, sembari memberikan satu tablet obat dan air minum. Wanita itu segera mengambil dari tangan Bu Mimi, dan langsung minum obatnya.
“Tenangkanlah dirimu, ingat kamu tidak sendiri di sini, ada saya tempat kamu berbagi. Sekarang istirahat lah, biar panas mu cepat turun.”
Tania hanya menganggukkan kepalanya, dan kembali termenung ketika Bu Mimi keluar dari kamarnya.
Sepeninggalnya Bu Mimi dari kamarnya, wanita itu kembali merebahkan dirinya di atas ranjangnya, tatapan nya begitu kosong ketika menatap langit-langit kamar, pikirannya kembali dengan ingatan semalam, walau kejadian ya matanya tertutupi, namun dia masih teringat jelas ketika Albert melakukan penyatuannya dengan kasar.
Serendah itukah dirinya hingga di perlakukan seperti itu, tak berperasaan! Sejijik itukah pria itu pada wanita itu!
Ini kah jalan hidup ku!
...----------------...
Sedangkan di ruang makan...
Pagi ini wajah Marsha tampak cerah, begitu pun dengan Albert, setelah semalaman mereka menikmati malam syahdunya. Dengan penuh perhatian Albert menyuapi Marsha makan penuh kemesraan, bak pengantin baru.
Setelah menyuapi Marsha, pria itu juga turut makan. Tapi merasa ada yang berbeda dengan masakan pagi ini, rasanya kembali semula, tidak seenak kemarin.
“Pak Firman, maid yang bagian masak masih sama kan orangnya?” tanya Albert kepada kepala pelayannya.
“Masih sama Tuan, tidak ada yang berubah. Kalau boleh tahu, ada masalah dengan masakannya?”
“Rasanya berbeda dengan yang kemarin, yang kemarin saya makan, masakannya enak. Kalau ini rasa yang seperti biasa.”
Pak Firman melirik pandangannya ke maid yang juga berada di ruang makan, maid itu hanya mengangkat kedua bahunya.
“Nanti akan saya sampaikan ke maid bagian dapur untuk lebih baik lagi dalam cita rasa masakannya, Tuan Albert.”
“Ya...segera di sampaikan.”
Pak Firman hanya bisa mengangguk kan kepalanya. Sedangkan Albert kembali menyantap sarapannya.
Bagaimana rasa masakannya tidak berbeda, kalau kemarin Tania ikut memasak untuk sarapan pagi, sedangkan pagi ini Tania sedang sakit di kamarnya.
“Sayang, nanti siang aku syuting iklan di puncak, jadi aku tidak bisa menemani makan siang,” tutur Marsha dengan manjanya.
“Gak pa-pa, tapi ingat jangan pulang terlalu larut malam. Nanti aku kesepian tidurnya,” jawab Albert, menatap damba wanita cantiknya.
Marha mengecup pipi Albert. “Ya sayang, aku tidak akan pulang laut malam. Apalagi pasti nanti malam kamu akan bersama Tania lagi. Aku harus menjagamu dari wanita kampungan itu!” kata Marsha, berada sedikit kesal.
“Kamu tidak perlu cemburu dengan wanita itu, tidak pantas rasanya. Kamu adalah pemilik jiwa dan ragaku,” balas Albert, masih betah menatap Marsha yang mulai merengut.
“Dari pada kamu cemburu, bagaimana kalau besok siang, aku temani kamu shopping. Bukankah kamu sudah lama tidak beli tas baru?” Albert membujuk, agar istrinya tidak terlalu memikirkan Tania.
Sungguh senang sekali ketika telinga Marsha mendengar kata-kata shopping. “Benarkah Kak Albert mau mengajak ku shopping, aku boleh membeli apapun yang aku mau?” tanya Marsha dengan mata yang berbinar senang.
“Iya, kamu bebas belanja apa pun, untuk istriku tercinta.”
Marsha langsung memeluk suaminya. “Makasih, sayang.”
Wanita mana yang tak menolak di ajak shopping oleh suaminya, walau hati jengkel, tapi rezeki tidak boleh di tolak. Tapi miris sekali lihatnya, yang satu sedang kesakitan di kamar, sedangkan yang satu terlihat bahagia walau ada kesedihan di hatinya.
...----------------...
Selesai menikmati sarapan, Albert langsung berangkat ke perusahaan nya. Sedangkan Marsha di temani Gisel menuju kamar Tania.
Istri pertama Albert langsung mendobrak pintu kamar Tania yang tidak terkunci. Wanita itu menyeringai tipis ketika melihat Tania yang masih tidur.
Dengan salah satu kakinya, wanita itu menggoyangkan kan tubuh Tania. “Eh...pela cur bangun lo! Enak banget udah jam sembilan lo masih tidur,” bentak Marsha.
“Nyonya Marsha banguninya kurang kalau pakai kaki, mending di siram aja,” tercetus ide Gisel.
“Boleh juga ide kamu, cepetan ambil air seember,” perintah Marsha.
“Baik Nyonya,” Gisel, segera mengambil air seember dari kamar mandi yang ada di kamar Tania.
“Cepat siram!” kembali memerintah Marsha.
BYUR
Tubuh Tania sudah di siram dengan air seember ukuran sedang, membuat wanita itu tiba-tiba gelagapan bagai orang yang tenggelam di kolam menang.
“T-tolong...” ucap Tania dengan rasa terkejut nya dari tidurnya, sembari mengusap wajahnya dari guyuran air. Kemudian kedua netranya menatap Marsha dan Gisel yang sudah berkacak pinggang.
“Tolong apa...hem! Dasar pela cur gak tahu diri, sudah jam sembilan masih enak-enakan tidur...huh!” maki Marsha.
Keadaan tubuh Tania sudah kuyup, begitu juga dengan ranjang kecilnya, ikutan basah, setelah di guyur oleh Gisel.
“Eh pela cur...kok malah diam aja. Lo jangan mentang suami aku udah campuri lo semalam, jadi merasa seenak dengkul lo aja ya di sini!” kembali memaki Marsha. Gisel tampak senang melihat Tania di caci maki oleh Marsha.
Tania menatap nanar wajah istri pertama Albert, belum usai rasa sakitnya karena Albert, sekarang dirinya di caci maki dengan kata pela cur oleh istri pertama Albert.
*bersambung.....
Kakak readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya 😊😊😊, biar semangat nulisnya.