Kematian kakak Debora, Riska, sungguh membuat semua keluarga sangat berduka.
Riska, meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Tubuhnya yang lemah, membuat dia tidak bisa bertahan.
Karena keadaan, semua keluarga menginginkan Debora, menggantikan
posisi kakaknya yang sudah meninggal, menjadi istri kakak iparnya.
Debora terpaksa menerima pernikahan itu, karena keponakannya yang masih bayi, perlu seorang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8.
Debora memandang Pelayan yang bernama Ira itu dengan tajam, wajah datarnya terlihat begitu dingin memandang pelayan tersebut.
"Mulai hari ini, aku yang akan memasak makanan ku sendiri, dan kamu...tetaplah melayani Tuan mu, sebagaimana biasanya, karena layananmu sangat memuaskan Tuanmu!" sahut Debora menunjuk pelayan yang bernama Ira tersebut.
Setelah selesai mengatakan, apa yang seharusnya di katakannya. Debora mengambil piring makan siangnya, yang di sajikan tadi padanya.
Prangg!
Debora membuang piring itu ke lantai, dan tepat di depan kaki Pelayan itu, yang hampir saja mengenai kakinya.
"Bersihkan itu, lalu layani lah lagi Tuanmu makan siang!" sahut Debora dengan dinginnya.
Lalu dia pun pergi menuju ke ruang dapur, untuk memasak makan siangnya.
"Tuan!" panggil Pelayan itu dengan suara yang lemah, dengan wajah yang begitu menyedihkan.
Victor yang membeku di tempatnya, tersadar mendengar suara Pelayan wanita yang selama ini, menurutnya memiliki kinerja yang sangat bagus.
Ternyata Pelayan itu khusus hanya ingin terlihat sempurna di matanya, dan selalu menunjukkan pekerjaan yang baik, agar dia selalu memperhatikan Pelayan itu.
"Tuan, saya...tidak bermaksud untuk mencelakai Nyonya, saya sudah bersusah payah melakukan yang terbaik, tapi saya tidak tahu, siapa yang melakukan hal curang di belakang saya!" sahut pelayan itu dengan suara yang begitu sangat lemah, penuh dengan perasaan terluka.
Victor mengedipkan matanya, dia melihat pelayan itu, seperti memakai topeng penuh kebohongan yang sangat menakutkan, dan itu sangat tidak masuk akal.
Victor tidak menanggapi perkataan pelayan itu, dia berbalik, dan pergi dari ruang makan tersebut.
Pria itu pergi ke ruang kerjanya, ingin menenangkan dirinya.
Sementara itu, Debora memasak makan siangnya, sesuai seleranya sendiri.
Setelah selesai, dia pun membawanya ke ruang makan.
Dia melihat piring yang dia lempar ke lantai tadi, sudah di bersihkan oleh pelayan yang bernama Ira itu.
Debora menarik kursinya, lalu mulai memakan makan siangnya.
Debora sudah terbiasa memasak sendiri, dia belajar memasak, saat tinggal sendiri di kota kecil tempat dia bekerja.
Karena hidup sendiri, dia bisa memasak apa pun yang ingin dia makan, dan bahkan menciptakan masakan ala dirinya sendiri.
Terkadang juga dia mencoba masakan luar, hanya dengan melihat caranya melalui televisi, atau melalui video media sosial.
Otaknya dengan cepat, dapat menghapal apa yang dia lihat.
Saat dia baru saja memakan tiga sendok nasinya, kakak iparnya muncul di pintu ruang makan.
Mau apa lagi dia? pikir Debora pura-pura tidak melihat pria itu, dia terus saja memakan hasil masakannya.
Pria itu menarik kursi, tempat dia biasa duduk, dan memandang ke arah Debora.
"Untukku mana?" tanya Victor, membuat Debora hampir saja tersedak.
Dia terus saja makan, tanpa sedikitpun memperdulikan pertanyaan Victor.
"Aku juga mau, aku masih lapar!" sahut pria itu lagi, memandang Debora yang begitu menikmati makan siangnya.
Menyebalkan! pikir Debora begitu kesal, mendengar perkataan Victor tersebut.
Debora merasa, kakak iparnya itu tidak punya rasa malu, atau memang dia tipe pria yang sangat menjengkelkan.
"IRA!!" teriak Debora dengan suara yang begitu kuat, dan kencang.
"Iya Nyonya?" pelayan yang bernama Ira itu masuk ke dalam ruang makan, dengan wajah yang terlihat jengkel.
Tapi, begitu melihat Victor ada di sana, raut wajahnya langsung berubah.
"Tuan kesayanganmu masih lapar, kamu buatkan dia lagi makanan yang baru!" sahut Debora dengan santainya.
Debora kembali melanjutkan makannya dengan santai, dan tidak perduli dengan sikap Ira yang berusaha menarik perhatian Victor.
Pria itu sudah terang-terangan membela pelayan itu di depan hidungnya, jadi dia tidak perduli lagi dengan sikap kurang ajarnya, yang tidak menjaga perasaan kakak iparnya tersebut.
Pria itu saja tidak perduli dengan perasaannya, untuk apa dia berusaha untuk menjadi istri yang baik, padahal sedikitpun dia tidak di anggap sama sekali.
Bersambung.....