Salahkah Aku Mencintaimu?
Salahkah aku mencintai suamiku sendiri, salahkah aku berusaha menjadi istri yang baik untuk suamiku? Tapi kenapa luka terus yang aku dapati, bukannya sebuah kebahagiaan yang aku terima.
...----------------...
“Mas, ampun ... ampun Mas ... sakit Mas.” Rintihan kesakitan Aurelia di bagian punggungnya, sabetan demi sabetan dari tali pinggang suaminya masih mencambuk punggungnya.
“Ampun ... Mas Dhafi,” ucap Aurelia begitu lirihnya serta memohonnya, air matanya sudah deras membasahi kedua pipinya yang berwarna putih susu itu.
Dhafi sang suami menghentikan sabetan dan menarik napasnya dengan kasar. “Ingat Aurelia, kalau kamu masih saja tidak mematuhi semua peraturanku di rumah ini, maka jangan salahkan aku akan menghajarmu seperti ini! Dasar istri kampungan!” maki Dhafi tidak ada ampunnya, sembari mengatur napasnya yang sempat menggebu-gebu. Usai menghajar istrinya yang baru dinikahinya selama tiga bulan, pria yang berkulit coklat tan itu membanting pintu kamar dengan kencangnya.
Aurelia hanya bisa menelungkupkan wajahnya di atas ranjang dengan isak tangis yang memilukan, menahan segala rasa sakit yang masih bisa dia rasakan di punggungnya.
“Ibu ... Bapak,” gumam Aurelia masih dalam isak tangisnya.
Wanita yang masih berusia 18 tahun itu sungguh tidak menyangka suami yang telah menikahinya, ternyata ringan tangan. Ingin rasanya dia memundurkan waktu, dan menolak perjodohan kedua orang tua mereka. Jika dia melakukan kesalahan apa pun baik kecil atau besar, baik disengaja maupun tidak disengaja, maka dia harus siap menerima hukuman dari suaminya.
Aurelia Almashyra, dia adalah bunga desa sebelum menikah dengan Dhafi Basim yang kini berusia 25 tahun. Layaknya gadis desa lainnya, di saat kedatangan Dhafi Basim ke desa mereka, banyak yang terpesona dengan ketampanan Dhafi Basim dan mereka berharap di pinang oleh keluarga yang cukup kaya selama tinggal di desa, akan tetapi sudah sepuluh tahun pindah dan tinggal di kota.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, ternyata rasa kagumnya Aurelia diam-diam terhadap pria kota itu gayung bersambut. Keluarga Dhafi Basim mendatangi keluarga Aurelia Almasyhara, yang rupanya kedua ayah mereka adalah teman sekolah waktu SMP, dan keluarga Dhafi pun meminta Aurelia untuk Dhafi. Sungguh bahagia kedua orang tua Aurelia saat ada keluarga yang terhomat dan kaya raya mau melamar seorang gadis dari keluarga sederhana. Semua itu juga karena jasa ayahnya Aurelia yang pernah menyelamatkan kakeknya Dhafi dari kecelakaan.
Tidak ada kisah pacaran di antara mereka berdua, saat itu mereka dikenalkan, di satu posisi Aurelia tersenyum malu-malu saat berkenalan, sedangkan di posisi Dhafi pria itu lebih banyak mengamati ketimbang mengajak bicara calon istrinya. Hingga akhirnya dua bulan kemudian mereka pun menikah, dan tinggallah di kota.
Perjalanan rumah tangga Aurelia pun dimulailah ketika Dhafi memboyongnya ke ibukota, karena pekerjaan dia ada di sana.
“Ingatlah Aurelia, aku menikahimu itu terpaksa demi baktiku kepada orangtuaku serta permintaan kakekku! Jadi jangan besar kepala dan mengira aku menyukaimu!” sentak Dhafi.
Aurelia masih mengingat sekali kata-kata suaminya ketika mereka sudah tiba di Jakarta, dan tinggal di rumah milik Dhafi yang dibelikan oleh ayah mertuanya. Saat itu hatinya sudah mulai terluka, tapi dia tidak berdaya, untuk meninggalkan rumah suaminya saja dia tak mampu, karena tidak memiliki kenalan siapa pun di Jakarta dan karena rasa cintanya yang tak ingin meninggalkan suaminya.
“Aku akan menjadi istrimu yang baik Mas Dhafi, aku juga akan membuat Mas Dhafi mencintaiku karena aku sangat mencintaimu.” Doa yang sering dipanjatkan, tapi apa yang dia dapatkan!
Aurelia yang hanya lulusan SMK dari desanya, dengan kepolosannya tidak mengenal lebih jauh tentang seluk beluk kehidupan di luar rumahnya, karena dia lebih sering berada di rumah, dan kini dia hidup dalam siksaan suaminya.
“Aurelia, mana makan malam ku! Kenapa belum tersedia!” teriak Dhafi yang begitu kencangnya dari meja makan.
Ingin rasanya dia tidak menyahuti teriakan suaminya itu, tubuhnya sudah tidak kuasa untuk bangkit dari ranjangnya karena kesakitan akibat sabetan suaminya.
BRAK!
Dhafi kembali membuka pintu kamar yang ditempati Aurelia dengan kasarnya, dan pria itu pun berkacak pinggang.
“Ck ... masih saja kamu menangis, siapkan makan malam untuk ku sekarang juga!” sentak Dhafi dengan suara teriaknnya.
Masih dalam keadaan terisak, susah payah Aurelia menopang dirinya untuk bangkit dari tempat tidur, melihat pergerakan istrinya lambat Dhafi menarik lengan istrinya dan menyeretnya ke arah dapur.
“Sakit ... Mas,” ucap Aurelia begitu lirih, sembari menahan rasa sakit yang menggelenyar di punggungnya.
“Aku tak peduli! Buatkan aku makanan!” perintahnya dengan gaya bossynya, maklumlah Dhafi memiliki jabatan yang cukup lumayan tinggi di perusahaan tempat kerjanya sebagai manajer marketing walau usianya masih terbilang muda.
Sembari menahan rasa sakit di tubuhnya, Aurelia melihat isi rice cooker, lalu bergerak ke arah lemari pendingin yang isinya tinggal beberapa butir telor sama beberapa sayuran hijau. Diputuskanlah dia memaksakan nasi goreng untuk makan malam mereka berdua, karena memang tidak ada lagi yang bisa dia masak, sedang uang belanja bulanan yang diberikan oleh Dhafi sebesar satu juta sudah habis, tidak ada sisa.
“Ini Mas Dhafi makan malamnya,” ucap Aurelia sembari meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Dhafi.
Dhafi terlihat geram melihat isi piring tersebut, lalu dia menatap tajam ke arah istrinya itu. Aurelia mulai mengusap-usap lengannya, dia sudah bisa memastikan suaminya pasti akan memarahinya kembali.
“Ini yang kamu siapkan makan malam untukku, hanya nasi goreng saja. Mana lauk yang lain! Ini cuma telur saja!” bentak Dhafi kembali memaki Aurelia.
“Mas, uang belanja sudah habis ... isi kulkas juga habis Mas,” jawab Aurelia apa adanya.
BRAK!
Dhafi menggebrak meja makan dengan emosinya. “Dasar wanita gak becus, uang bulanan sudah habis! Kamu habiskan buat foya-foya ya, dasar wanita kampungan kamu!” bentak Dhafi.
Kembali merinding tubuh mungil Aurelia. “Mas, ini sudah sebulan lebih, Mas Dhafi belum kasih uang belanja lagi buat kebutuhan dapur, lalu aku foya-foya apanya,” balas Aurelia menyangggah hal yang tidak benar itu, walau dirinya agak ketakutan.
Dhafi beranjak dari duduknya, dan membuang isi piring itu ke wajah Aurelia, hingga wanita itu terkejut dan gelapan. “Berani ya kamu melawan aku ya! Sudah berani kamu ya! Masih kurang apa aku memberi pelajaran sama kamu ... huh!” sentak Dhafi, pria itu mulai mendekati istrinya, dan Aurelia bergerak mundur agar bisa menghindari pria tampan itu.
“AKHH!” teriak Aurelia, dia tidak bisa menghindar lagi, tangan suaminya sudah berhasil menjambak rambut nya yang terkuncir dan menyeretnya kembali ke kamar.
“AMPUN MAS!!” teriak Aurelia kembali kesakitan, semakin lama suara teriakannya sudah tidak terdengar lagi.
...----------------...
Keesokan hari ...
Suara adzan shubuh sudah berkumandang di segala penjuru, suara kokokan ayam pun saling bersahut-sahutan, akan tetapi tetap tidak membuat wanita bertubuh mungil itu beranjak dari lantai yang begitu amat dingin. Dia masih meringkuk bagaikan bayi yang ada di perut ibunya.
Matahari pun datang menggantikan tugasnya sang bulan, sinarnya yang masih terlihat teduh mulai menyapa dunia yang penuh dengan berbagai cerita. Lambat laun, tubuh mungil itu mulai menggeliat dengan suara rintihan yang begitu lirihnya.
“Akkh ...,” ringis Aurelia kesakitan, saat punggungnya bersentuhan dengan dinginnya lantai keramik.
Aurelia mulai mengerjap-ngerjap, lalu membuka kedua netranya perlahan-lahan, terlihatlah kedua netranya bengkak akibat menangis semalaman.
“Auaw ...”
Wanita muda itu berusaha menopang tubuhnya untuk duduk, akan tetapi rasa sakit di punggungnya semakin menjadi-jadi.
“Ya Allah ... ini sangat sakit.”
Saat dia terduduk di lantai, kedua netra menelusuri sudut kamarnya yang dia tempati seorang diri. Ya ... semenjak Aurelia dan Dhafi tinggal di Jakarta, mereka tidak tinggal sekamar. Aurelia tinggal di kamar bawah, sedangkan Dhafi tinggal di kamar utama yang ada di lantai dua, itulah peraturan yang dibuat oleh suami tampannya itu, tanpa ada alasan yang dijelaskan.
Dengan rasa sakit yang menggelenyar di punggungnya, wanita itu berusaha untuk bangkit dari lantai, lalu duduk di tepi ranjang sembari menatap jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan waktu jam 6 pagi. Melihat jam tersebut, Aurelia bergegas ke kamar mandi yang ada di luar kamarnya untuk mengambil wudhu, walau waktu shubuh sudah lewat tetap dia laksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.
“Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, hanya padamu aku berlindung. Hamba memohon lembutkanlah hati suamiku padaku, tolong ubahlah sikap kasarnya padaku menjadi sikap yang lembut. Sebenarnya aku tak kuat Ya Allah, tapi aku sangat mencintai suamiku,” kata Aurelia bermunajat saat usai sholat shubuh.
Cinta! Cinta kadang bikin orang buta, bikin seseorang tenggelam dengan perasaannya cinta itu. Walau dia diterjang hantaman kekerasan, namun tetap bertahan karena mencintai! Sungguh miris.
❤️❤️
Halo Kakak Reader semuanya kembali lagi dengan karya terbaru Mommy Ghina, mohon dukungannya ya untuk selalu mengikuti kisah Aurelia, Dhafi dan Emran, kalau bisa jangan tabung bab ya biar karya ini bisa lulus stay di sini, karena sangat berpengaruh. Dan please jangan kasih rate ⭐⭐⭐⭐⭐ 1 s/d 4, jika tidak suka ceritanya mending tinggalkan saja tanpa kasih rate ya, maklum perjuangannya berat di sini.
Selalu klik tombol LIKE, dan komentar jangan lupa. Terima kasih sebelumnya.
Lope Lope sekebon 🍊🍊🍊🍊🍊
Visual MC
Aurelia Almashyara, usia 18 tahun istri Dhafi Basim
Dhafi Basim, usia 25 tahun, suami Aurelia, Manager Marketing PT. Pasific Indo.
Emran Fathin, usia 35 tahun, pemilik dan CEO PT. Pasific Indo.
Athallah Fathin, usia 4 tahun, anak Emran Fathin.
Faiza Tazka, usia 21 tahun, saudara sepupu Aurelia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Rusmini Rusmini
kabuuuuurrrrrr..../Panic//Panic/
2024-10-30
0
Ita rahmawati
bner² cinta yg buta
2024-10-28
0
223
aaaa
2024-09-28
0