WARNING ***
HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN!!!
Menjadi istri kedua bukanlah cita-cita seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun bernama Anastasia.
Ia rela menggadaikan harga diri dan rahimnya pada seorang wanita mandul demi membiayai pengobatan ayahnya.
Paras tampan menawan penuh pesona seorang Benedict Albert membuat Ana sering kali tergoda. Akankah Anastasia bertahan dalam tekanan dan sikap egois istri pertama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memiliki Suamimu Untuk Sementara Waktu
Dengan perasaan takut, Ana membuka pintu. Ia tersenyum melihat Rosalie berdiri di depan pintu rumahnya.
"Kak," sapa Ana.
"Kau di rumah sendirian?" tanya Rosalie.
"Hmm, memangnya kau pikir siapa yang bersamaku, Kak?"
Rosalie tidak menjawab, hanya terdengar hembusan napas kasar dari hidungnya. Tanpa di persilahkan, wanita itu masuk ke dalam rumah Ana, mengamati setiap sudut rumah itu.
"Kau betah tinggal di rumah kecil seperti ini?" tanya Rosalie. Wanita itu enggan duduk saat melihat kursi jelek dan lusuh di ruang tamu Ana.
"Aku nyaman di sini, Kak."
"Apa Ben datang ke sini?"
"Untuk apa dia datang?" Ana balik bertanya.
"Entah, aku pikir kalian sedang melakukan sesuatu di belakangku," ungkap Rosalie.
Ana diam, ia mengamati sosok wanita dengan pakaian mahal nan mewah di hadapannya. Dengan sepatu hight heels, Rosalie terlihat lebih tinggi padahal sebenarnya mereka sejajar.
"Apakah Ben menawarkan rumah baru untukmu? Setahuku, dia tidak akan membiarkanmu tinggal di tempat seperti ini. Aku tahu dia tidak akan membiarkanmu hidup sulit," jelas Rosalie.
"Ya, dia melakukannya. Tapi aku menolaknya, Kak. Aku tahu kau akan membenci hal itu. Lagi pula aku belum hamil, jadi aku belum pantas menerima hadiah sebesar itu," jawab Ana.
"Tentu saja, kau akan mendapatkan segalanya, Ana. Apapun yang kau inginkan akan terwujud setelah kau hamil dan melahirkan anak untuk kami. Dan tentu saja, setelah perceraianmu dengan Ben, kau akan menjadi janda terkaya di negeri ini," ungkap Rosalie sambil tersenyum.
"Kata-katamu terdengar sangat keren namun sedikit menyakitkan," batin Ana.
"Katakan apapun sesuka hatimu, Kak. Sementara ini, aku hanya ingin ayahku segera pulih dan pulang," jawab Ana.
"Ah, tentu. Aku membayar mahal untuk pengobatan terbaik Paman Sam. Jadi jangan kecewakan aku, Ana!"
"Aku sedang berusaha, Kak. Jika kau ingin keinginanmu segera terwujud, maka untuk sementara waktu kendalikan diri dan rasa cemburumu."
"Kau tahu aku tidak bisa," gumam Rosalie.
"Aku tahu, Kak," gumam Ana sambil memegang tangan Rosalie. "Aku paham semua ini berat, tapi kau sendiri yang memutuskan. Harusnya kau memikirkan semua resiko sebelum mengambil tindakan sejauh ini," lanjutnya.
"Aku sudah mendengar kata-kata seperti itu lebih dari lima kali dalam satu bulan terakhir. Berhentilah mengguruiku, Ana!" seru Rosalie. Ia menepis tangan Ana.
"Aku tidak sedang berusaha mengguruimu. Aku hanya memohon padamu untuk bersabar, Kak. Karena kehamilan itu di luar kehendakku!"
"Aku tidak mau tahu, Ana. Aku tidak menerima alasan apapun!" seru Rosalie.
Kini Ana tidak ingin membantah. Bagaimanapun ia berusaha meluruskan semua permasalahan ini, Rosalie tidak akan sepemahaman dengannya.
Rosalie terlahir sebagai anak keluarga kaya. Ia bisa mendapatkan segalanya hanya dengan menjentikkan jari. Wanita itu tidak akan bisa mengerti makna sabar dan ikhlas yang sebenarnya. Maka dari itu, Ana lah yang harus mengalah agar bisa memahami keegoisan dan karakter Rosalie.
Saat Rosalie hendak berjalan menuju ruangan lain, Ana menghentikan langkah wanita itu. Meskipun ini adalah rumah yang Rosalie beli, namun kini rumah ini menjadi hak Ana. Dan Rosalie tidak berhak bersikap seenaknya seolah-olah ini rumahnya.
"Kenapa? Aku hanya ingin melihat-lihat," tanya Rosalie.
"Katakan dengna jujur tujuan kedatanganmu, Kak. Jika kau datang untuk mencari suamimu, maka dia tidak ada di sini."
"Aku ingin memastikannya."
"Memastikannya? Dengan menggeledah rumahku?" tanya Ana. "Sebaiknya kau telepon dia dan tanyakan keberadaannya."
Rosalie menghembuskan napas kasar. Ia pun mengeluarkan ponsel dari dalam tas jinjingnya yang berwarna merah maroon lalu menelepon Ben.
Saat terdengar nada terhubung, Rosalie menajamkan pendengarannya, berpikir jika suaminya sedang bersembunyi di ruangan lain.
"Hai, Sayang. Ada apa?" tanya Ben di sebrang telepon.
"Kau di mana?" Rosalie bertanya khawatir.
"Aku di kantor, sedang meeting. Jika tidak ada sesuatu yang mendesak sebaiknya aku menutup teleponnya."
"Hmm, baiklah, Sayang. Sampai jumpa," ucap Rosalie sambil menutup telepon.
Kini Ana bisa bernapas lega. Paling tidak, ia bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
"Kau sudah selesai, Kak? Jika sudah, silahkan pergi dan berhenti mencurigaiku," tegas Ana.
"Kau harus pulang bersamaku."
"Kenapa? Masa suburku masih satu minggu lagi. Aku senang tinggal di sini."
"Sudahlah, Ana. Ikut denganku," paksa Rosalie. "Aku tunggu kau di depan, kemasi barang yang kau butuhkan dan cepat!"
Wanita itu berjalan keluar dari rumah Ana sambil mengibaskan tangannya di depan wajah. Ia tidak suka tempat sempit dan khawatir debu menempel di kulitnya.
Di dalam rumah, Ana membereskan kamar dan pakaian gantinya. Gadis itu diam sambil merasakan mata yang memanas. Ia memang sudah menjual harga dirinya pada Rosalie, namun bukan berarti wanita itu bisa bersikap semena-mena tanpa mempedulikan perasaannya.
Meski begitu, Ana cukup merasa lega. Jika saja Rosalie datang lima menit lebih awal, mungkin masalah mereka akan semakin rumit. Beruntung, Ben sudah pergi sesaat sebelum kedatangan wanita itu.
"Aku tidak berniat menghianatimu, tapi aku harus segera mewujudkan keinginanmu untuk memiliki anak. Itulah sebabnya aku harus memiliki suamimu untuk sementara waktu," batin Ana.
🖤🖤🖤
karena tidak semua hal di dunia ini terwujud sesuai keinginan mu