Naya seorang wanita yang ceria seketika berubah hidupnya setelah mengalami kecelakaan kerja. Tak hanya mengalami kelumpuhan, satu persatu nasib malang mulai hadir di hidup Naya. Meskipun atasan tempat Naya bekerja bertangung jawab atas Nanya namun itu tidak mampu membuat hidup Naya lebih baik.
Lalu bagai manakah Naya menjalani hidup dengan nasibnya yang malang itu ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadis Scorpio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Candra
"PERGI !" usir Naya dengan suara yang keras.
"Tapi, Naya .."
"Pergi ! Keluar ! Keluar !" hiks hiks hiks kali ini Naya mengusirnya sambil menangis.
Saat ini Naya benar-benar tidak ingin melihat wajah Candra yang sangat ia benci. Ya, perasaan Naya pada Candra bukan lagi rasa cinta melainkan rasa benci. Gara-gara Candra dan kedua orang tuanya membuat ayahnya meninggal.
Pak Budiman yang memang memiliki riwayat penyakit jantung jadi terkena serangan jantung ketika keluarga Candra datang dengan tanpa perasaan membatalkan pernikahannya. Tak hanya itu mamanya Candra juga menghina Naya karena lumpuh.
Dua orang perawat yang di minta untuk menjaga Naya oleh Damar segera datang ketika mendengar keributan dari kamar rawat Naya.
"Tuan, sebaiknya anda pergi demi untuk ketenangan pasien. Nona Naya sepertinya tidak ingin melihat anda." usir salah satu perawat itu.
"Baik, sus." jawab Candra patuh.
Dia pun tak ingin membuat Naya bertambah sedih. Tapi juga dia harus bicara untuk memperbaiki hubungan mereka.
"Oh ya, suster. Di mana ayah Naya ?" tanya Candra sebelum benar-benar keluar dari kamar.
Jika tidak bisa bicara dengan Naya, setidaknya ia bisa bicara dengan Pak Budiman dan meminta maaf.
Suster itu tak langsung menjawab. Ia lebih dulu menutup pintu kamar Naya setelah mereka keluar.
"Pak Budiman meninggal dunia tadi pagi." jawab perawat apa adanya.
"APA ?" Canda sangat terkejut mendengar kata perawat itu.
"Astaga. Apa itu benar ?" tanya Candra memastikan.
Ia seperti tidak percaya dengan berita kematian Pak Budiman. Padahal kemarin masih baik-baik saja. Candra tidak tahu jika Pak Budiman langsung mendapatkan serangan jantung setelah ia dan keluarganya pergi dari kamar Naya kemarin.
"Benar, beliau meninggal karena serangan jantung dan jenazahnya sudah di bawa untuk di makamkan." jawab perawat itu lagi.
Candra langsung tersandar di dinding karena begitu terkejut. Kini bertambah lagi rasa bersalah dalam hatinya. Mungkin Pak Budiman meninggal karen ulah kedua orang tuanya yang membatalkan pernikahannya dan Naya.
Candra berjalan dengan langkah gontai meninggalkan rumah sakit. Ingin bertemu dengan Naya juga tidak bisa karena ia tidak di izinkan masuk sama sekali oleh perawat yang menjaga Naya.
"Naya maafkan aku." lirih Candra seolah Naya bisa mendengarnya.
Candra kemudian membawa mobilnya menuju ke daerah pemakaman terdekat. Mungkin Pak Budiman di makamkan di sana. Candra menemui penjaga makam dan menanyakan apakah ada yang baru di makamkan di sini hari ini atau tidak. Lalu penjaga makam itu mengantarkan Candra pada makam yang tanahnya masih basah.
"Maafkan aku om." Candra berjongkok sambil memegang nisan papan yang bertuliskan nama Budiman Bin Parjo.
Sementara itu Damar dan kedua orang tuanya sudah tiba di rumah. Setelah selesai mengurus pemakaman Pak Budiman, Damar memilih pulang karena ada hal yang harus ia bicarakan dengan ke dua orang tuanya.
"Pa, ma, aku akan menikahi Naya." kata Damar tiba-tiba yang membuat Awan dan Maudy terkejut.
"Bukankah Naya sudah memiliki tunangan dan bulan depan mereka akan menikah ?" tanya Awan yang memang mengetahui tentang rencana pernikahan Naya.
Tak hanya Awan, malah seluruh karyawannya juga tahu tentang itu.
Damar kemudian menceritakan tentang pembicaraan antara Pak Budiman dan Bu Indah yang sempat ia dengar kemarin. Maudy mengusap air matanya karena sedih mendengar cerita Damar.
"Kasihan sekali Naya, pa." kata Maudy melihat ke arah suaminya berharap jika Awan akan mengizinkan Damar menikahi Naya.
"Papa tidak setuju." kata Awan membuat keputusan.
"Jika kau hanya ingin bertanggung jawab, kau bisa membantu membiayai pengobatannya sampai sembuh dan bisa berjalan. Berapa besar pun biayanya papa tidak keberatan." lanjutnya lagi.
Damar menghela napas setelah mendengar keputusan papanya.
"Bukan hanya karena itu pa." ucapan Damar yang membuat Awan tidak jadi beranjak.