Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NOMOR TAK DI KENAL
Sementara itu Shavinna masih khawatir dengan keadaan Seanna. Setelah pesan terakhir yang di kirim oleh Ezra itu, Shavinna jadi overthingking. Ia merasa bersalah karena terlambat menjawab pesan darurat Seanna. Shavinna sudah berkali-kali mencoba menghubungi Seanna, tetapi HP nya tidak bisa di hubungi. Shavinna berharap tidak terjadi hal buruk pada Seanna. Karena memikirkan hal ini, Shavinna jadi tak fokus makan.
“Shavinna. Makanan jangan di buat mainan,” ucap Reza yang sudah kesal melihat Shavinna hanya mengaduk makanan nya saja dari tadi.
“Makanan nya ga enak ya? Kamu mau pesen yang lain apa gimana?” tambah Aelin yang tahu bahwa Shavinna tidak nafsu makan.
“Ah, ngga kok. Iya ini aku makan,” jawab Shavinna dengan singkat.
“Kalau kamu ngga nafsu ga usah di makan. Aku pesenin es krim aja ya?” tawar Aelin.
“Dia bukan anak kecil lagi. Harus nya dia bisa ngehargain makanan nya,” bantah Reza dengan tega.
“Iya, ini aku makan. Jangan ribut lagi,” balas Shavinna yang tidak ingin mencari masalah.
“Habis ini kita mampir sebentar ke rumah Glori. Gimana?” ajak Reza yang merasa diri nya terlalu tegas tadi.
“Rumah Glori? Mau,” Shavinna langsung bersemangat mendengar ajakan Reza.
“Tapi ini udah malam loh. Ga enak mampir ke rumah orang malem-malem,” sahut Aelin yang merasa ini bukan lah ide bagus.
“Eh, iya ya. Jangan-jangan Glori nya lagi istirahat. Kalau gitu besok aja deh,” Shavinna langsung berubah pikiran.
“Terus kamu mau kemana nanti? Aku temenin sama Aelin,” Reza masih berusaha membujuk Shavinna.
“Kita nyari boneka yuk? Aku mau ngasih ke Glori,” ajakan Shavinna membuat Reza dan Aelin tak habis pikir.
“Kamu itu umur berapa sih? Masa masih beli boneka. Yang bener aja lah Shav,” Reza berusaha menyembunyikan tawa nya.
“Haha, gapapa lah. Habis ini kita beli ya? Aku juga mau beli nanti,” ucap Aelin yang membela Shavinna.
“Yey, kalau gitu kita makan dulu.” Shavinna tampak sangat senang setelah di perbolehkan membeli boneka nanti.
Reza kira Aelin akan membela nya. Tapi tetap saja Aelin lebih mendukung Shavinna dalam segala hal. Jadi tidak heran bahwa mereka masih bisa sedekat itu setelah perpisahan yang cukup lama. Shavinna jadi lebih menikmati makanan nya sekarang.
Setelah selesai makan Shavinna langsung mengecek notif dari Hp nya yang sudah berbunyi dari tadi. Ternyata itu dari nomor yang tidak di kenal. Shavinna langsung membuka nya karena penasaran.
Shavinna tambah khawatir setelah membaca pesan itu. Ia tidak menyangka bahwa Seanna dan Sebastian terluka cukup parah hingga masuk rumah sakit. Shavinna cukup tenang karena Seanna tetap menghubungi nya meski Shavinna terlambat. Akhir nya Shavinna mengajak Reza dan Aelin untuk menjenguk Seanna saja.
“Hah? Masuk rumah sakit? Kok bisa? Kalau gitu kita langsung pergi kesana,” celetuk Aelin yang terkejut.
“Rumah sakit mana, Shav?” tanya Reza yang langsung bergegas menghubungi supir mereka.
“Ini udah di kirimin alamat nya sama Seanna,” balas Shavinna sambil menunjukan alamat nya pada Reza dan Aelin.
“Dia ganti nomor apa gimana? Kok belum kamu save?” tanya Aelin penasaran.
“Ah, kata nya ini nomor baru nya. Belum sempet aku save, kak.” Jawab Shavinna.
Tapi Aelin merasa ada yang aneh dari nomor itu. Seperti nya Aelin tahu nomor siapa itu, tapi Aelin menganggap bahwa ini hanya kebetulan. Mereka langsung pergi ke rumah sakit yang di kirim Seanna. Di perjalanan Shavinna memberitahu teman-teman nya yang lain soal Seanna dan Sebastian yang masuk rumah sakit. Siapa sangka orang pertama yang langsung membalas pesan Shavinna adalah Riki. Riki bilang ia juga akan menyusul Shavinna menjenguk ke sana. Shavinna tidak bisa berharap lebih pada teman nya yang lain. Glori sudah jelas pasti sedang beristirahat sekarang. Evan sudah pasti tidak akan bisa datang malam ini. Jovan juga tidak bisa di hubungi oleh Shavinna. Sedangkan Jackson masih belum jelas juga. Yang penting Shavinna tidak sendiri menjenguk ke sana.
Saat Shavinna tiba di sana, ternyata Riki sudah datang duluan. Ia sengaja menunggu Shavinna di luar. Shavinna tersenyum lebar melihat Riki yang sudah menunggu nya.
“Temen mu?” tanya Reza dengan serius.
“Iya, nama nya Riki. Riki ini Reza sama Kak Aelin,” balas Shavinna.
Riki langsung bertegur sapa dengan Reza dan Aelin. Entah mengapa tampak nya Reza dan Aelin sama-sama tidak menyukai Riki. Begitu pula sebalik nya. Karena di luar terasa sangat dingin, Riki dan Reza sama-sama ingin mengalungkan jaket nya pada Shavinna. Mereka saling menatap tajam satu sama lain.
“Maaf Shavinna ga bisa make jaket murahan,” sahut Reza dengan nada mengejek.
“Tapi selama ini Shavinna juga make jaket saya,” balas Riki yang tak mau kalah.
“Dingin kan Shav? Lain kali langsung bawa jaket dari rumah,” celetuk Aelin yang memakai kan cardigan nya pada Shavinna.
“Kakak ga dingin?’ tanya Shavinna yang merasa tidak enak.
“Dingin? Ngga tuh, rasanya malah panas di sini. Kaya nya bentar lagi ada kompor yang mau meledak. Ayuk kita masuk aja,” ajak Aelin yang bosan melihat drama Reza.
Reza langsung menyusul Aelin dan Shavinna masuk, begitu pula dengan Riki. Di sepanjang lorong mereka tampak seperti ingin saling mencekik satu sama lain.
“Kalian jangan ke kanak-kanakan bisa ga sih? Reza, kamu itu udah besar. Masih aja nakutin anak kecil,” ucap Aelin.
“Iya tuh,” Riki tersenyum puas mendengar Shavinna ikut membela nya.
“Kamu juga Riki. Kan kita mau jenguk Seanna sama Sebastian, bukan malah ngajak kakak ku berantem,” sekarang mereka berdua sama-sama impas.
“Iya maaf Shavinna,” jawab Riki.
“Bentuk nya aja kaya preman gitu, gimana ngga kesel,” lagi-lagi Reza mulai mengajak bertengkar.
Shavinna dan Aelin merasa malu karena mereka menjadi tontonan di sana. Tiba-tiba semua perhatian orang-orang teralihkan pada Kakek tua yang di kawal oleh banyak bodyguard. Reza dan Aelin terkejut melihat kakek itu.
“Itu kan,” sahut Aelin yang terkejut.
“Ngapain ketua keluarga Immanuel kesini?,” tanya Reza.
Aelin dan Reza berharap mereka tidak di kenali oleh orang itu. Namun sejak tadi Riki berusaha menyembunyikan wajah nya dari Kakek tua itu. Dan tampak nya usaha Riki sia-sia. Kakek itu dan para bodyguard nya mendekat ke arah Riki. Awal nya Aelin dan Reza kira kakek itu mengenali mereka. Ternyata tujuan utama kakek itu adalah Riki. Riki memberikan isyarat pada kakek itu.
“Tu- eh, Nak Riki kamu ngapain ke sini?” tanya Kakek itu dengan gugup.
“Sama seperti tujuan anda. Saya ke sini mau jenguk cucu anda,” balas Riki pada Kakek nya Sebastian.
“Eh, ini Reza sama Aelin kan? Kok kalian bisa barengan?” tambah Kakek nya Sebastian yang tampak mengalihkan pembicaraan dengan Riki.
“Kami ke sini sama-sama mau jenguk cucu anda. Saya ngga nyangka ternyata cucu anda satu sekolah dengan anak nya ketua saya,” jelas Reza yang merasa tak nyaman.
“Jadi selama ini cucu anda itu teman nya Shavinna?” tanya Aelin ynag terkejut.
“Ah, Sebastian memang suka begitu. Dia tertutup soal keluarga nya. Jadi wajar ga ada yang tahu kalau saya berdiri di belakang nya,” Reza dan Aelin sangat paham dengan maksud ucapan Kakek nya Sebastian.
“Udah basa-basi nya, Shavinna ngga nyaman di sini,” celetuk Riki.
“Oh ini anak nya ketua kalian? Cantik,” ucap Kakek nya Sebastian. Shavinna tampak tak nyaman dengan kehadiran Kakek nya Sebastian di sana.
“Saya bilang cukup basa-basi nya.” Aelin dan Reza terkejut melihat sikap Riki yang begitu berani melawan Kakek nya Sebastian.