NovelToon NovelToon
Aku Masih Normal

Aku Masih Normal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu / TKP / Kontras Takdir / Bercocok tanam
Popularitas:798
Nilai: 5
Nama Author: Ruang Berpikir

Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.

Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13_Sepi

Sepuluh pasang kaki itu melangkah melewati gerbang lapas kembali, suasana hening menghiasi “Sunyi,” celutuk Ainsley.

Langkah mereka terus menapaki, mata memandangi pepohonan besar yang tumbuh bagaikan tersusun rapi “sepertinya kemarin jalan yang kita lewati bagaikan hutan belantara kenapa hari ini pemandangannya indah begini?” Pandangan mata Kaisy memandang kesana kemari.

“Iya ya, baru sadar aku!” Jawab Ainsley, menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

Bangunan bagiakan perumahan klasik tersusun rapi, masing-masing dari rumah tersebut terdapat halaman seluas sekitaran persegi seratus, masing-masing diantaranya di tumbuhi pohon-pohon kecil.

Mereka terus berjalan melewati bangunan tersebut. Jalan yang mereka lewati adalah jalanan aspal hitam pekat tanpa ada garis marka ataupun rambu-rambu lalulintas lainnya.

Ainsley dan Kays jalan di urutan paling terdepan, mereka berdua berjalan beriringan dan tangan mereka yang saling menunjuk jika menemukan hal yang aneh ataupun menarik pandangan mata mereka.

“Disini sepi ya, gak ada kendaraan sama sekali!”

“Iya. Orang-orang disini juga pada kemana ya? Apa gak ada penduduknya disini?”

Kaisy berhenti mendadak, menatap Ainsley lekat “kamu bodoh atau bagaimana? Coba kamu pikir, kenapa ada penjara jika tidak ada manusia?”

Ainsleypun ikut berhenti, menatap balik Kays lekat. Alisnya terangkat satu, dan keningnya terlihat hampir bersatu.

Sedetik.

Sepuluh detik.

Hampir satu menit “sebentar,” memegang tangan Kasy yang hendak melangkah lagi “kenapa ada penjara jika tidak ada manusia!” mengulang pertanyaan Kaisy dengan pernyataan.

Kaisybaim menaikkan sebelah alisnya melihat Ainsley yang terlihat bingung dengan pikirannya sedangkan rekannya yang lain juga ikut berhenti, menyimak apa yang terjadi dan mereka semua menyadari belum satupun manusia yang terlihat semenjak kaki mereka melangkah, melewati gerbang lapas.

“Untuk apa penjara ada jika tidak ada manusia yang menghuninya dan kenapa penjara harus diciptakan jika manusia telah di bekali akal? Bukankah …!”

“Bukankah untuk menyempurnakan akal, manusia harus mencari ilmu dan mengedepankan adab,” ucap potong Irwin. “Jika adab selaras dengan ilmu menghindap dalam diri manusia, penjara tidak ada gunanya.”

“Apakah itu timbal balik dari harga surga dan neraka dari perbuatan manusia di dunia ini? Dan penjara adalah salah satu hukuman pertama yang wajib dijalani” Tanya lagi Ainsley.

“Hukuman pertama untuk manusia adalah penyesalan yang didasarkan kesadaran,” ucap Abi, melangkah pergi “ayo pergi, membuang waktu adalah wujud dari penyesalan manusia di suatu hari nanti,” malangkah pergi.

"Tunggu dulu," mencoba mengejar Abi yang telah berlalu pergi lebih dulu "kau belum menjawab pertanyaanku.

Dari awal melangkah, Anz tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya, hanya menyimak percakapan Ainsley dan Kaisy saja. Sudut bibir Anz sedikit tertarik ke atas, tersenyum kala Abi bersuara, seorang kutu buku ternyata sangat menghargai waktu, monolog Anz.

Albert melirik sekilas pada Anz yang tersenyum, memandang Abi yang sudah berjalan duluan sedangkan mereka berada di urutan paling belakang “sayang tersenyum padanya?”

“Aku suka kepalanya, pola pikirnya,” ucap Anz tanpa melihat Albert yang sudah memasang raut wajah datar.

“Oh,” jawab singkat Albert melepaskan tautan tangan mereka dan berjalan lebih dulu, meninggalkan Anz.

Anz kebingungan sendiri melihat punggung lebar Albert menjauh dari dirinya sedang dirinya masih berdiri di tempat. Beberapa saat kemudian, Anz berdecak kesal dan berlari menghampiri Albert “sayang,” panggil Anz “sayang bukan itu maksudku. Kamu salah paham.”

Abi yang tadi sudah jalan paling depan memutar badannya melirik sekilas Albert yang menghempas tangan Anz yang berusaha merangkul kembali tangannya “kekanak-kanakan,” lirih Abi dan berjalan normal kembali.

Di lain sisi Anz masih sibuk mengklarifikasi “sayang dengerin aku dulu, maksudku.”

“MAKSUDMU APA?” Intonasi membentak.

Mereka semua yang berjalan di depan, berhenti dan dengan serentak melihat ke belakang, menatap Albert dan Anz.

“Waw,” teriak takjub Sulaiman “perdana. Pasangan kekasih kita ini bertengkar.”

Anz melihat Albert tajam dan bola matanya yang terlihat berkaca-kca ingin menangis “jangan kekanak-kanakan Al, aku suka pola pikirnya dia, bukan suka sama dia. Paham.” Anz berjalan cepat seorang diri meninggalkan Albert dan rekannya yang lain.

“Aduuuhhhhh, bakalan repot nih.”

“Kamu bisa diam tidak!” Menunjuk dan memandang tajam Sulaiman.

Sulaiman bukannya takut malah ketawa cekikikan sendiri dan yang lain juga ikut tertawa.

“Sayang, maaf,” berjalan cepat menyeimbangi langkah Anz.

“Tenangkan dirimu dulu Al, aku juga akan menenangkan diriku. Kita ini sedang bertugas bukan sedang berkencan. Professional lah, sayang!”

Albert terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi, diam tidak lagi berkata dan mengikuti kemana langkah Anz menapaki.

Langkah mereka semua kini sedang berada di pusat kota, bangunan klasik bermotif batu bata pada setiap bangunan. Pintu bangunan disini berbeda dengan pintu yang mereka lewati tadi, sekarang bentuk pintunya bagaikan ruko.

Ainsley yang berjalan berdekatan dengan Kaisy, menarik lengan Kaisy mendekat padanya yang kemudian berbisik “di sini tidak ada toko pakaian ya?”

“Entahlah,” balas bisik Kaisy.

Orang berlalu lalang, tubuh mereka tinggi-tinggi dan rata-rata dari mereka bertubuh atletis, berkulit sawo matang dan coklat. Terlihat dari mereka berjalan dengan tujuan mereka masing-masing. Mereka  berjalan sendiri-sendiri dan sebagian kecilnya berjalan dengan teman sesama jenisnya.

“Sley,” panggil Kaisy “kayak ada yang aneh ya.”

“Iya.”

“Kalian berdua berhentilah bisik-bisik,” ucap Anz mengingatkan tanpa mengalihkan pandangan dari pernak pernik perhiasan yang sedang ia lihat di salah satu meja kaki lima depan toko besar. “Pak ini berapa?” Bertanya pada seorang laki-laki tubuh tinggi, berkulit coklat, yang semenjak tadi hanya duduk dan hanya mengamati.

Laki-laki itu berdiri dan mendekati, melihat Anz dari ujung kaki sampai kelapa yang tertutupi kecuali muka, telapak tangan dan punggung tangannya.

Anz memelototkan matanya dan mundur cepat sampai punggungnya menabrak Abi yang berdiri tepat di belakangnya “tolong aku,” berbalik badan.

Abi dan Albert beriri berdampingan dan belum menyadari apa yang terjadi, saling memandang bingung yang kemudian melihat penjual perhiasan tersebut hanya memakai sedikit kain di tubuhnya sehingga sesuatu yang berada antara pangkal pahanya sangat menonjol bagaikan terselip benda di dalamnya.

“Sayang kamu gak apa-apa,” Albert buru-buru mengambil alih mendekati Anz sedangkan Abi, mengambil kalung berhias tulisan AR  itu yang masih berada dalam genggaman tangan Anz dan bertanya harga dan membelinya.

“Ti tidak a pa-apa, aku tidak apa-apa,” gagap Anz.

“Tidak apa-apa bagaimana?” melihat wajah Anz terutama bagian bibir yang berubah warna menjadi putih “tidak ada apanya, ini bibir sayang sampai pucat begini. Masih ada yang sakit?”

“Tidak ada,” jawab Anz cepat.

“Kurasa kamu baru pertama melihatnya,” menyerahkan kalung itu kembali pada Anz yang dengan cepat dianguk Anz mengiyakan.

1
Không có tên
Ceritanya bikin merinding, ga bisa lepas ya!
_Sebx_
Seneng banget nemu cerita sebaik ini, terus berkarya thor!
AcidFace
Jangan tinggalkan aku bersama rasa penasaran, thor! 😩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!