Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelalaian Gaby
Jam dinding di pos penjagaan menunjukkan pukul 03.20 dinihari. Udara dingin menusuk tulang, namun Calista tetap terjaga di ruang kecil dekat kandang sapi sakit. Ia membungkus tubuhnya dengan jaket tebal sambil memeriksa data kesehatan sapi di tablet. Namun, entah kenapa, ada perasaan gelisah yang terus mengusiknya.
Ia mengalihkan pandangan ke arah kandang Elisabeth, sapi hamil yang sekarang dijaga oleh Gaby. Kandang itu terlihat tenang dari kejauhan, hanya terlihat lampu yang menyala terang, tapi Calista tahu instingnya jarang salah. Setelah ragu beberapa saat, ia akhirnya bangkit dari kursinya. Jaka dan Hilman masih sedang mengecek kondisi Debora, sapi sakit yang mereka jaga saat ini. Mereka berjaga enam orang untuk dua kandang, Gaby bersama jaka dan Hilman, sedangkan Calista bersama Mira dan Erzan. Tapi Mira pamit pulang karena mamanya sakit jadi dia hanya berjaga sampai jam 9 malam, dia di antar pulang Erzan yang juga keluar sekalian mencari camilan untuk mereka.
"Ah, biar aku cek aja. Semoga cuma perasaan aku doang," gumamnya.
Calista merapatkan jaket yang ia pakai untuk menghalu dingin yang menusuk, gadis itu melangkah pasti ke arah kandang Elisabeth. Tanpa membuang waktu, Calista masuk ke area kandang. Namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara erangan lemah dari sudut kandang. Jantungnya langsung berdegup kencang. Ia bergegas menuju asal suara dan tertegun melihat pemandangan di depannya.
Seekor sapi betina berbulu coklat tengah terbaring lemah di atas jerami, tubuhnya gemetar. Bagian belakang tubuhnya berlumuran darah, dan janinnya terlihat setengah keluar dari jalan lahir. Napas sapi itu tersengal-sengal, matanya redup seperti kehilangan harapan.
Calista membekap mulutnya, menahan desakan panik yang melanda.
"Ya Tuhan... Kenapa bisa sampai begini?" bisiknya. Ia merogoh saku untuk mengambil ponsel dan langsung menghubungi teman-temannya di pos utama.
"Hilman... Hil cepet ke sini, tolong Elisabeth Hil. Dia udah lahiran tapi kondisinya nggak baik, kalian cepet ke sini!" suaranya tegas namun gemetar.
Sambil menunggu bantuan datang, Calista berlari mendekat kearah sapi yang menatapnya seolah minta tolong, rintih suaranya menyayat hati siapapun yang mendengar lirih penuh rasa sakit. Calista berlutut di samping sapi itu.
"Kuat ya, kamu. Aku di sini. Tolong bertahan sedikit lagi" bisiknya sambil mengelus kepala sapi yang mulai lemah dengan tanganya yang bergetar hebat
"Aku harusnya cek dari tadi... Maafin aku. Seharusnya aku di sini nemenin kamu, maaf." Calista memeluk sejenak leher sapi yang sudah dia rawat sejak pertama kali datang ke FAPET.
Beberapa menit kemudian, Hilman dan Jaka tiba bersama pengawas praktek mereka, Pak samuel. Mereka datang dengan sudah memakai baju obstetrik dan membawa peralatan yang diperlukan. Tak banyak bertanya lagi ketiga pria itu langsung melakukan tindakan, Calista pun segera berlari ke pos kecil yang ada di sisi kiri tempat Elisabeth untuk mengambil baju obstetrik. Dengan kasar ia membuka pintu pos yang tertutup rapat, netra Calista menatap marah pada Gaby yeng tidur dengan nyaman dalam kantong tidur malah dengan telinga yang tertutup earphone. Namun, bukan waktunya untuk mengurus gadis manja ini sekarang, Calista melompati Gaby untuk mengambil baju obstetrik yang tersimpan di kontainer di sudut ruangan.
Setelah memakainya dengan baik, Calista segera keluar dan bergabung dengan teman dan pengawasnya yang sedang berusaha membantu persalinan Elisabeth. Setelah pelumas khusus hewan dioleskan di sekitar jalan lahir, Hilman dan jaka mencoba menarik kaki janin sapi perlahan mengunakan alat khusus sementara Pak samuel memberikan sedikit dorongan dari perut. Calista menenangkan Elisabeth yang gelisah, kelelahan dan kesakitan.Tak lama Erzan pun datang dan turut membantu, setelah hampir satu jam usaha yang mereka lakukan akhirnya janin bisa keluar sepenuhnya. Cukup lama karena mereka harus berhati-hati dan pelan agar tidak menyakiti Elisabeth yang sudah sangat kesakitan sejak tadi.
Erzan memeriksa keadaan rahim dengan memasukan tangan yang sudah terbungkus sarung tangan karet panjang, Hilman mencatat hasil pemeriksaan Erzan, Jaka memeriksa konsisi janin yang sudah tak bernyawa bersama Pak samuel dan Calista bertugas memberikan minuman iso tonik pada Elisabeth.
“kamu kuat Elisabeth, kamu hebat," lirih Calista sambil terus mengusap sayang kepala sapi yang masih lemah itu. Satu tangan Calista memegang botol dengan ujung khusus agar mudah menyuapkan minum pada Elisabeth.
Keadaan Elisabeth baik secara keseluruhan, dia juga sudah cukup minum. Mereka pun membiarkan Elisabeth istirahat. Kini perhatian ke lima orang itu tertuju pada anak sapi berwarna coklat dengan variasi warna putih di bagian kepala.
"Apa penyebab kematian pada sapi Jaka?" tanya Pak samuel.
"Kemungkinan dystocia. lebih tepatnya "dystocia hipoksia"' jawab Jaka.
"Penyebabnya Hilman?"
"Kondisi Elisabeth yang kemungkinan kelelahan hingga tidak kuat mengejan dengan efektif pak, apalagi ini adalah kelahiran pertamanya. Dikelahiran pertama, saluran lahir induk sapi masih relatif sempit dan belum terbiasa dengan proses melahirkan yang bisa menjadi salah satu sebab dystocia. Jalan lahir yang belum siap dan sapi yang kelelahan membuat janin terperangkap di saluran lahir dan tidak dapat menerima cukup oksigen untuk bertahan hidup, dan itu yang menyebabkan kematian janin," jawab Hilman dengan pasti.
"Keadaan induk sapinya Erzan?"
"Sejauh ini baik Pak, tidak ada pembekan rahim dan cairan yang juga normal. Hanya sedikit dehidrasi dan kelelahan, Calista sudah memberikan cairan isotonik iya kan Cal?"
"Siap sudah, sekarang Elisabeth cuma butuh istirahat," sahut Calista sembari menoleh sekilas pada Elisabeth yang terbaring lemah.
Pak samuel mengangguk puas dengan semua jawaban dari mahasiswanya.
"Kalian semua sudah tahu ini kali pertama Elisabeth melahirkan, walaupun perkiraan masih dua hari lagi tidak seharusnya kalian membiarkan kandang ini kosong. Kalian harus siaga, kenapa bisa sampai telat seperti ini? Apa tidak ada yang berjaga sama sekali, kemungkinan induk sapi itu sudah mengerang dan coba mengejan sejak satu jam lebih sebelum kita menolongnya, dan selama itu pula janinnya terjebak sampai kehabisan nafas. Bisa saja induk sapi juga ikut mati tadi," tutur Pak samuel yang membuat ke limanya menunduk.
"Pos di sini tanggung jawab saya dan Hilman, tapi kami sedang mengontrol keadaan sapi yang dikarantina mengantikan Erzan kami minta mencari makanan untuk kami. Calista seharusnya di pos sapi sakit."
"Saya di sana sama Mira dan Erzan pak, tapi Mira izin pulang lebih awal untuk menjaga ibunya yang sakit dan sedang dalam keadaan kritis. Saya beristirahat sebentar setelah jaga," sela Calista.
Jaka mengangguk membenarkan ucapan Calista yang menyelanya.
"Jaka, Erzan, Hilman, Mira, Calista ... kurang satu orang lagi. Seharusnya yang berjaga malam ini ada enam orang kan?" tanya Pak hilman penuh selidik.
Para jejaka melempar pandangan tidak tahu kemana hilangnya si ke nomer enam ini. Sementara Calista, gadis itu mengepalkan tangannya marah.
"Dia ada Pak, silahkan Anda melihat ke pos jaga," jawab Calista yang membuat Pak samuel mengerutkan alis.
Pak samuel bersama empat jejaka fapet itu pun berjalan ke arah pos yang pintunya tidak tertutup rapat. Pak samuel menghela nafas panjang, sementara ke empat jejaka Fapet itu menatap nyalang pada wanita yang bergulung nyaman dalam kantung tidur.
"Dia siapa? tanya pak samuel, karena merasa asing dengan wajah Gaby.
"Dia anak fakultas hukum yang menjalani hukuman karena menghina FAPET tempo hari Pak. Saya memintanya berjaga sementara saya keluar, saya meminta dia menelfon Calista atau teman-teman yang berjaga jika dia terjadi sesuatu pada Elisabeth," jawab Erzan datar mencoba menyembunyikan emosinya.
Pak samuel hanya menghela nafas panjang lalu meninggalkan mereka.
Calista mematung. Matanya terpaku pada Elisabeth yang masih terbaring lemah, matanya mulai berkaca-kaca.
"Aku... Harusnya aku bisa cegah ini." Suaranya bergetar, menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi.
Tak lama, suara langkah berat terdengar dari belakang Calista. Tepukan pelan mendarat di bahunya.
"Sabar Cal, ini sudah takdir," ucap Hilman.
Calista hanya mengangguk kecil.
"Terus kita gimanain beban satu itu," tukas Jaka yang mencoba meredam emosi.
"Siram aja pake air biar bangun!" Seru Erzan.
Jika Gaby laki-laki mungkin sudah sejak tadi ketiga jejaka itu akan menyeret dan menghajarnya. Calista kembali melihat Elisabeth, amarahnya berubah menjadi rasa kehilangan yang mendalam. Ia kembali berlutut di samping sapi, mengelus kepala sapi itu yang masih bertahan dengan napas lemah. "Maafin aku ya, aku telat... Aku gagal."
"Lu nggak salah Cal."
"Lu nggak gagal Cal, Lu yang pertama datang buat nyelamatin dia."
Tiga jejaka Fapet itu mencoba menyemangati Calista, mereka tahu betapa dekat Calista dan sapi coklat itu. Elisabeth adalah sapi yag Calista rawat sejak pertama sapi itu datang ke Fapet.
Tiba-tiba Calista berdiri, dengan mata merah ia melangkah cepat kearah pos penjaga. Dengan kasar ia membuka pintu.
"Gaby bangun kamu!" Teriak Calista.
Gadis itu tak merespon membuat Calista semakin marah.
"Bangun kamu!" Teriak Calista lebih keras, hingga membuat tiga jejaka Fapet itu terkejut.
Calista mungkin bawel tapi dia bukan tipe anak yang gampang marah, ini pertama kalinya mereka melihat Calista marah seperti itu, cukup mengerikan.
"Apa-apaan sih—" Gaby belum selesai bicara saat Calista melempar sarung tangan kotor ke arahnya.
"Kamu tahu sapi yang kamu jaga itu hampir mati?! Anak sapinya nggak tertolong gara-gara kamu!"
"A-aku kan nggak tahu—" Gaby berusaha membela diri.
"Tugas kamu cuma satu: dengarkan kalau ada suara erangan. Itu aja kamu nggak bisa. Kamu pikir ini main-main?! Ini nyawa, Gaby. Nyawa!" bentak Calista dengan emosi yang memuncak.
Gaby terdiam, jujur kali ini dia ciut melihat wajah garang Calista.
Keesokan harinya, kasus Gaby menjadi bahan perbincangan panas di Nolite University. Anak-anak Fapet melaporkan kejadian itu ke BEM dan dekan institusi. Kali ini, bahkan anak-anak Hukum yang biasanya melindungi Gaby enggan membela.
"Udah kelewatan, sih," ujar salah satu anak Hukum di kantin.
"Dia bikin nama kita jadi jelek terus. Sekarang sampai anak Fapet, gimana kita mau respect lagi?" sahut yang lain.
Nama Gaby jadi trending di grup kampus. Di sudut ruang kelas Fakultas Hukum. Dan kampus memberi catatan pelanggaran serius pada riwayat akademik Gaby, yang dapat mempengaruhi reputasi atau peluang di masa depan. Selain itu juga Dia juga diskors sementara sebagai bentuk sanksi, hingga dia tersebut menunjukkan sikap tanggung jawab atau mengikuti pelatihan terkait etika dan keprofesian.
lalu paman nya Calista mna knpa gk ada yg belain Calista
kasian km cal Malang sekali nasib km udah mah kurang tidur blum LG harus kuliah semoga km sehat selalu ya cal
kan jadinya kehilangan jejaknya Caca
fix sih Evan sama Calista gaakan cuma hubungan sementara 2bulan tapi lanjooot terus wkwk