WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
---
Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 25
Di sebuah ruangan yang gelap, tepatnya pada sebuah tempat yang mirip semacam gudang yang terbengkalai. Tempatnya jauh dari kota, terletak di pelosok pinggiran kota yang menghubungkan tempat itu pada hutan lebat yang sepi dan tidak ada orang.
Terlihat beberapa mobil mewah yang diparkir di area luar gudang terbengkalai itu dan ketika kita masuk ke dalamnya, disana terdapat seorang pria yang tergeletak di ujung ruangan dengan kaki dan tangannya yang diikat oleh tali.
Sangat kuat dan tersimpul mati, hingga berhasil meninggalkan bercak kemerahan disana.
Keadaan pria itu cukup mengenaskan.
Pria itu tergeletak di lantai semen yang penuh dengan serpihan debu bercampur semen pasir, pakaiannya sudah kotor akan bercak darah yang merembes keluar dari luka di sekujur tubuhnya. Darah segar setia mengalir keluar dari luka-luka pada tubuhnya. Napasnya putus-putus dan berat, seolah setiap tarikan napasnya adalah sebuah perjuangan berat.
Pandangan matanya buram, namun ia tetap berusaha untuk sadar ditengah segala macam rasa sakit yang menyerangnya secara brutal.
“Katakan dimana tuanmu,” ujar seorang pria yang berjalan mendekat ke arahnya kemudian menghentikan langkah tepat di depan tubuhnya yang tergeletak lemah sebelum berjongkok.
Merasa kesal karena tidak ada jawaban yang ia dapat, dengan sekali gerakan yang cepat, pria itu melayangkan tangannya dan menampar keras pipi pria yang tergeletak lemah itu.
Sekali lagi, rasa sakit itu menghampirinya, memberikan sensasi panas dan pipinya berkedut pelan.
Kemudian terdengar lagi langkah kaki seseorang yang berjalan masuk ke dalam ruangan hening itu. Kehadirannya mampu membuat siapa saja menahan napas, aura intimidasi dari pria itu benar-benar hadir disana dan membungkam semua orang dalam hitungan detik.
“Bagaimana?” tanya Damien dengan nada beratnya, tidak ada manik biru yang memberikan kesan ketenangan lagi, yang tersisa adalah kegelapan dan amarah yang menguasai dirinya itu.
“Dia masih tidak mau mengaku,” ujar pria yang berjongkok tadi sebelum berdiri.
“Benar-benar anjing yang setia pada tuannya,” desis Damien rendah, cenderung meremehkan.
“Aku penasaran bagaimana Bernades mendapatkan pengikut setia sepertmu, bagaimana jika daripada aku harus mengotori tanganku untuk membunuhmu, kau bekerja denganku saja?” tanya Damien dengan nada santainya sembari menatap pria yang masih tergeletak tak berdaya itu.
Damien berjongkok, berusaha bertatapan dengan pria itu saat mendapati heningnya pria itu sebagai jawaban atas pertanyaannya.
“Akan kubayar lebih banyak dari dia, bagaimana?” tawar Damien lagi kemudian mengeluarkan senyum miringnya.
Pria lemah itu tetap diam tak berkutik.
“Baik, kusimpulkan kau tidak tertarik dengan uangku sama sekali,” ujar Damien lagi kemudian mengarahkan tangannya mendekati tubuh pria itu, jari telunjuknya terarah pada lengan pria itu yang terluka, kemudian Damien menekan jari telunjuknya pada luka pria itu, membuatnya meringis kesakitan.
Sangat sakit dan perih.
Damien benar-benar serius sekarang dan tidak ada yang bsia menghentikannya ketika dia sudah berubah menjadi sisi gelap dalam dirinya itu.
“Bu…bunuh saja aku,” ujar pria itu sengan sedikit kesusahan, pria itu berbisik pelan kepada Damien.
Damien tahu orang didepannya ini adalah contoh dari orang-orang kesepian dan terbuang dari kejamnya dunia. Mereka tidak memiliki teman. Mereka tidak memiliki keluarga. Mereka tidak memiliki orang yang disayangi atau dicintai. Tidak ada yang perlu dilindungi. Mereka akan selalu sendirian dan tidak takut terhadap ajal yang menjemput mereka.
Kematian adalah sebuah hal yang tidak mereka permasalahkan.
“Sayangnya aku masih ingin bermain-main denganmu,” ujar Damien, mengelus pipi pria itu kemudian bangkit berdiri.
“Bastian, siksa dia hingga dia mau mengaku. Pastikan jangan sampai mati,” perintah Damien pada Bastian dan pria itu menangguk.
Benar, Bastian yang bekerja sebagai barista di kafe yang sering Amara kunjungi itu. Bastian tidak memiliki rambut kriwilnya lagi, Bastian yang sekarang sudah berubah dari pria yang ramah menjadi pria yang serius dan tak kenal belas kasihan.
Bastian dan Damien merupakan sahabat dekat, persamaan mereka adalah mereka berdua sama-sama memiliki bisnis gelap yang dijalankan sedangkan perbedaannya adalah Damien juga memiliki bisnis legal seperti perhotelan yang ia jalankan itu. Sedangkan Bastian selalu hidup menjauh dari sorot kamera, semua orang di dunia bisnis ilegal mereka itu tahu tentang Damien dan Bastian.
Bisnis ilegal mereka mencakup perjudian, penjualan obat-obat terlarang seperti narkoba dan nikotin. Mereka selalu berhubungan dengan para pebisnis gelap, pembunuh bayaran dan menghadapi gelapnya dunia bisnis.
Dan pekerjaan berbahaya mereka itu membuat orang-orang menyebutnya sebagai mafia kejam yang tidak memiliki belas kasihan. Banyaknya musuh yang ingin membalaskan dendam atau iri dengan bisnis mereka tidak akan segan-segan melakukan segala cara untuk membunuh mereka berdua.
Oleh karena itu, perkelahian, bau amis darah, pistol, uang, pembunuhan sudah menjadi hal biasa yang Damien dan Bastian alami selama menjalani bisnis gelap mereka itu.
Damien kemudian melirik pada seorang pria berkacamata yang sibuk mengotak-atik komputernya itu, “Bagaimana perkembangannya Yoel?” tanya Damien.
Yoel merupakan seorang peretas handal, dimana komputer miliknya itu adalah dunianya dan pria itu tidak bisa hidup tanpa komputernya itu.
“Jejaknya sekarang sudah tidak terdeteksi, terakhir kali dia hilang di kelab malam,” ujar Yoel dan Damien mengepalkan tangannya kuat.
Itu adalah malam dimana mereka melakukan pengejaran terhadap Bernades dan berakhir menangkap salah satu dari pengawal setianya itu.
“Dia mendirikan bisnis kotornya di kelab malam itu, termasuk penjudian ilegalnya,” ujar Yoel lagi kemudian jarinya mengetik cepat di komputer sekana mengecek sesuatu dan beberapa detik kemudian muncullah kode-kode yang bermunculan secara berurutan di layar komputernya.
“Besok kita akan kesana,” putus Damien.
“Damien,” panggil Bastian akhirnya.
“Jangan gegabah, itu adalah salah satu markas mereka. Orang-orang Bernades pasti sangat banyak disana. Kita bisa mati jika salah mengambil langkah,” peringat Bastian, mengingat terakhir kali berapa banyak anak buah mereka yang mati ditembak ataupun terluka.
Tiba-tiba ditengah percakapan serius mereka, seseorang berlari cepat menghampiri mereka berdua. Itu adalah Harlos.
Harlos masuk dengan langkah lebarnya, raut wajahnya terlihat panik dan napasnya ngos-ngosan sehabis berlari. Sorot matanya langsung tertuju pada Damien, menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
“Kantor Mrs. Amara diledakkan dengan bom,” ujar Harlos, suaranya cukup besar hingga semua yang ada di ruangan bsia mendengarnya, termasuk Bastian.
Kalimat itu berhasil menyita perhatian smeua orang, tak terkecuali Damien yang benar-benar terguncang dengan informasi itu.
Ketakutan dan kepanikan segera menyerang Damien. Rahang Damien mengeras, ekspresinya berubah dingin dan tak tersentuh. Urat-urat di lehernya tampak menegang, sementara rasa khawatir mulai menguasai Damien dan berakhir membuat pikirannya kosong.
Bastian juga terkejut dengan berita itu, ia melirik ke arah Damien dan dalam sekali pandang, ia tahu Damien benar-benar sedang dalam keadaan terburuknya.
“Pesankan aku tiket untuk balik ke Los Angeles, sekarang juga!!” Damien berhasil memecah keheningan dengan nada tajam dan menuntutnya.
Sementara itu Harlos langsung menangguk, tangannya sudah bergerak mengambil ponsel dari sakunya untuk segera melaksanakan perintah dari Damien.