Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Berbohong
Di dalam mobil mewah yang melaju di tengah jalan raya yang padat, Govin duduk di kursi depan bersama Xander yang termenung. Tatapan Xander tertuju ke luar jendela, mengamati kerumunan kendaraan yang lalu lalang.
"Tuan Xander, kita bisa memberi pelajaran pada keluarga Voss atas penghinaan mereka, jika Tuan mau," ujar Govin, memecah kesunyian.
Xander menghela napas panjang tanpa mengubah posisi. "Tidak perlu, Govin. Aku sudah terbiasa dengan hal itu," jawabnya tenang. Matanya tetap memandangi jalanan.
Govin tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Tuan, tidak selamanya kita harus diam ketika mendapatkan penghinaan. Ada kalanya kita harus memberi mereka sedikit pelajaran agar mereka belajar menghargai sesama. Kesombongan mereka..."
Ucapan Govin terhenti saat ponselnya berdering. Ia segera mengangkatnya dan membaca pesan yang baru masuk. Ekspresinya berubah serius.
Xander menangkap perubahan itu melalui pantulan jendela. "Ada apa, Govin? Apa sesuatu terjadi?" tanyanya, suaranya mulai meninggi.
Govin meletakkan ponsel di pangkuannya. "Tuan Xander, Tuan Dalton dan Nona Ruby saat ini berada di kediaman Tuan Sebastian. Mereka sedang bertanya tentang identitas Nona Evelyn pada beliau."
Xander mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Apa yang sebenarnya mereka inginkan?" gumamnya geram, tangannya memukul kaca jendela dengan pelan.
Govin melanjutkan, "Menurut pesan yang saya baca, Tuan Dalton bahkan sempat menyebut Nona Evelyn sebagai simpanan Tuan Sebastian."
Mata Xander menyala penuh kemarahan. "Dalton, kau benar-benar keterlaluan! Menghina dua orang penting bagiku sekaligus!" desisnya tajam.
Govin mengotak-atik sebuah remote kecil di tangannya. Tak lama setelah itu, muncul sebuah layar cukup besar di depan Xander dan Govin. Layar itu menampilkan Dalton dan Ruby yang tengah berjalan di sebuah lorong.
"Sepertinya Tuan Dalton dan Nona Ruby sedang menyelidiki sesuatu di rumah, Tuan," ujar Govin sambil menunjuk layar. "Beberapa kali mereka terlihat mengamati foto Tuan Sebastian dan mendiang Tuan Samuel di dinding sambil membicarakan sesuatu. Saya menduga mereka curiga mengenai keberadaan Tuan di rumah itu."
Di layar, Dalton dan Ruby terlihat berhenti di depan salah satu ruangan. Govin menunjuk pintu itu. "Itu kamar Anda, Tuan," katanya, suaranya tegang.
Dalton mencoba membuka pintu, tetapi seorang pengawal segera menghalanginya. Dalam kemarahan, Ruby menampar pengawal tersebut dan menyeret Dalton pergi dengan langkah terburu-buru.
Govin mendapat pesan dari Sebastian yang membenarkan mengenai kecurigaannya.
Di dalam mobil yang melaju mulus di jalanan, Xander melirik jam tangannya. Raut wajahnya menunjukkan rasa tidak sabar. "Butuh waktu berapa lama lagi bagi kita untuk sampai ke rumah, Govin?" tanyanya. "Aku ingin tiba di sana secepat mungkin."
"Sekitar satu jam, Tuan." Govin menghubungi beberapa orang melalui ponselnya. "Aku sudah menyiapkan segala persiapan jika Tuan ingin pergi saat ini. Hanya saja, berdasarkan perintah Tuan Sebastian, Tuan Xander tidak diizinkan memasuki rumah sebelum Tuan Dalton dan Nona Ruby pergi sebagai langkah berjaga-jaga."
Xander mendesah panjang. "Baiklah, aku mengerti." Ada nada enggan dalam suaranya, tetapi ia memilih tidak membantah. Setelah beberapa saat, ia menambahkan, "Govin, apakah ayahku baik-baik saja? Aku tidak ingin dia tertekan dengan keadaan saat ini."
Govin tersenyum kecil, menoleh ke arah Xander. "Tuan Sebastian baik-baik saja, Tuan. Dia adalah orang yang sangat kuat. Selama ini, dia sudah melewati banyak hal yang jauh lebih menyakitkan dan mengerikan. Ancaman dari keluarga Ashcroft tidak akan membuatnya kesulitan, Tuan."
Xander mengangguk perlahan, tetapi sorot matanya masih dipenuhi kekhawatiran. "Kau benar, Govin." Tatapannya kembali ke layar yang menampilkan Dalton dan Ruby tengah berjalan-jalan di kediaman Sebastian. Mereka berhenti sesekali di depan foto Samuel, ayah Xander, dan membicarakan sesuatu.
"Aku sepertinya belum benar-benar mengenal siapa ayahku."
"Masih banyak waktu bagi Tuan untuk mengenal Tuan Samuel dan aku dengan senang hati akan membantu Tuan." Govin kembali mengotak-atik ponsel. "Tuan Xander, saya akan mengirimkan Anda jadwal pertemuan keluarga di ponsel Tuan."
Xander membuka ponsel, mengamati deretan jadwal pertemuan keluarga. Pertemuan itu tidak jauh berbeda dengan acara yang pernah ia ikuti sebelumnya. Tatapannya seketika terlihat pada sebuh tulisan di mana penyerahan kekuasaan sementara di ubah menjadi kekuasaan tetap dan akan dialihkan dari paman Sebastian ke Franco.
"Aku akan membuat mereka terbang tinggi dengan harapan mereka, lalu akan menghancurkan mereka dengan kenyataan yang aku bawa.” Xander menggenggam tangan erat-erat dengan mata yang menyorot tajam. Ia tidak boleh gentar menghadapi kumpulan manusia yang sudah membuat ayah dan ibunya meninggal, meski masih ada ikatan keluarga.
Selepas kepergian Xander dan rombongan, Evelyn menjadi pusat perhatian semua anggota keluarga Voss yang hadir. Wanita itu dibawa ke ruangan keluarga, dikelilingi oleh orang-orang dengan rasa penasaran. Jelas saja mereka membutuhkan penjelasan sedetail-detailnya dari Evelyn mengenai peristiwa yang baru saja terjadi. Banyak ketidakmungkinan yang terjadi dalam waktu hampir bersamaan.
Selene yang baru saja tiba-tiba terkejut ketika melihat Evelyn sudah berada di rumah. Saat akan bertanya, Raven terlebih dahulu menarik tangannya dan mendudukkannya di kursi.
"Evelyn, ceritakan semuanya pada kami," desak Avery yang tampak tidak sabar. "Apa yang sebenarnya terjadi denganmu dan si sampah itu?"
Evelyn menghela napas panjang. Kedua tangannya menggenggam ujung gaunnya, berusaha menenangkan diri meskipun tatapan semua orang membuatnya semakin gugup. "Apa yang kalian dengar tadi adalah kebenaran."
Hampir semua anggota keluarga Voss terperanjat, kecuali Selene yang masih bingung dengan situasi tersebut.
"Evelyn, katakan bahwa si sampah Xander itu hanya membual ketika mengatakan dia bekerja di Phoenix Vanguard," ujar Avery penuh tekanan. Ia menggenggam erat tangan Evelyn. "Cepat katakan, Evelyn. Itu pasti bohong, kan?"
Evelyn melepaskan genggaman Avery dengan lembut. "Bu, dengarkan aku. Aku akan menjelaskan semuanya dari awal," ujarnya sambil memandangi semua orang yang menatapnya penuh harap.
Ia mulai bercerita. "Setelah aku dan Selene menyelesaikan pekerjaan, kami bertemu dengan Tuan Mason di sebuah kafe. Aku memutuskan untuk ikut dengannya ke gedung Phoenix Vanguard, sementara Selene memilih pulang. Tuan Mason langsung melakukan urusan di sana, sedang aku memilih menunggu di ruang tunggu. Tiba-tiba saja aku diajak mengelilingi gedung Phoenix Vanguard oleh seorang pegawai bernama Grace."
"Mengelilingi gedung Phoenix Vanguard? Kau pasti bercanda, Evelyn," potong Raven dengan nada tidak percaya, meskipun matanya menunjukkan rasa iri yang dalam.
"Kau pasti hanya ingin pamer seperti biasanya," ketus Selene seraya memutar bola mata.
Evelyn mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto-foto yang ia ambil selama berada di sana. Declan menjadi yang pertama memeriksanya, sebelum foto itu beralih ke tangan anggota keluarga lainnya. Keterkejutan mereka jelas terlihat saat memeriksa bukti-bukti yang begitu nyata.
Selena menggulirkan layar ponsel beberapa kali bersamaan dengan genggaman tangannya yang semakin mengekang pada gawai. la benar-benar iri karena untuk kesekian kalinya Evelyn lebih beruntung darinya.
"Apa ini?" Selene tiba-tiba berhenti menggulirkan layar ketika melihat foto Xander yang tengah duduk di sebuah kursi. Tatapannya tak berkedip selama beberapa detik lamanya. Ia tidak bisa berbohong jika pria itu begitu tampan dan gagah. Tanpa bisa dicegah, tiba-tiba jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya
"Apa yang terjadi denganku?" gumamnya pelan, buru-buru mematikan layar ponsel Evelyn dan menyerahkannya kepada Raven. Saat menoleh ke arah jendela, ia berusaha mengendalikan dirinya. "Bagaimana mungkin aku bisa berdebar hanya karena melihat foto si sampah Xander? Aku pasti sudah gila."
"Lalu, bagaimana kau bisa bertemu dengan si sampah itu?" tanya Victor.
Evelyn memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. "Aku bertemu dengan Xander di taman gedung. Kami berbicara sebentar, dan dari situ aku tahu bahwa dia bekerja di sana sebagai pengawal. Xander bilang dia mendapat pekerjaan itu setelah menyelamatkan atasannya dari orang-orang jahat."
"Ini benar-benar sangat tidak masuk akal." Raven menatap Evelyn dengan tajam, nada suaranya mengandung kecurigaan yang jelas. "Lalu bagaimana kau bisa pulang dengan mobil Eclipse Valoria, Evelyn? Bukankah kau seharusnya pulang dengan Tuan Mason?"
"Ya, kenapa kau meninggalkannya di gedung Phoenix Vanguard?" sambung Victor.
Evelyn menunduk dalam, Ia tahu kalau keluarganya tidak akan percaya saat ia mengatakan hal ini. "Tuan Mason mengatakan urusannya akan memakan waktu lama di Phoenix Vanguard. Jadi, dia memintaku untuk pulang lebih dulu. Hanya saja, pihak Phoenix Vanguard sedikit memaksa untuk mengantarku pulang menggunakan jet pribadi mereka."
"Jet pribadi?" Semua anggota keluarga Voss tampak terperangah.
"Evelyn, apa kau sudah tertular kebodohan si sampah Xander?" Raven tiba-tiba berdiri, wajahnya memerah. "Bagaimana mungkin Phoenix Vanguard mau mengantarmu dengan jet pribadi? Kau pikir siapa dirimu dan siapa keluarga kita bagi mereka? Itu benar-benar tidak masuk akal."
"Evelyn, berkatalah yang jujur." Avery menenangkan. "Kau tidak perlu membuat cerita yang..."
"Aku mengatakan yang sebenarnya, Bu. Aku memang diantar oleh jet pribadi mereka. Aku sama sekali tidak berbohong." Evelyn menatap tegas semua anggota keluarga Voss di perpisahan yang masih menatap tak suka dan tak percaya padanya.
"Evelyn, hentikan. Kau tidak perlu berbohong hanya untuk menaikkan posisimu di mata orang lain." Declan berdiri dengan berkacak pinggang. "Jangan mengecewakan, Evelyn."
Evelyn ikut berdiri. "Aku sama sekali tidak berbohong, Paman Declan." Evelyn mengulurkan tangan erat-erat . "Akan sangat wajar jika kalian tidak mempercayaiku. Saya juga merasakan hal yang sama ketika mendapat perlakuan istimewa dari Phoenix Vanguard. Tapi setelah aku bertanya pada Tuan Govin, barulah aku tahu kenapa hal itu bisa terjadi."
"Govin?" Raven terkekeh sinis. "Maksudmu, atasan dari si sampah Xander? Sekarang kau menggantungkan cerita absurd ini pada nama orang itu?"
Beberapa anggota keluarga ikut tertawa, dan Victor menyeringai. "Kenapa kau jadi sebodoh ini, Evelyn? Ceritamu semakin tidak masuk akal."
Evelyn menarik napas panjang. "Kakek Ethan adalah sosok yang pernah membantu pemilik Phoenix Vanguard di masa-masa sulitnya."
Ruangan kembali sunyi. Setiap orang di sana tampak terkejut.
"Apa?" suara Avery bergetar, ia memandang suaminya, Declan. "Declan, apa itu benar?"
"Evelyn, berhenti berbohong!" tegas Declan, "Jika ucapanmu benar, maka akulah orang pertama yang mengetahuinya dari ayahku sendiri. Sampai hari kematiannya, Ayah tidak pernah mengatakan apa pun mengenai Phoenix Vanguard. Selain itu, jika ucapanmu benar, maka keluarga kita tentu sudah berada di kelas lebih tinggi karena memiliki hubungan dengan Phoenix Vanguard."
"Berhenti berbohong, Evelyn," sergah Raven, wajahnya semakin merah, suaranya penuh kemarahan. "Ucapanmu benar-benar tidak masuk akal!"
"Ya, Evelyn, cukup," Victor ikut menimpali dengan nada menyudutkan.
Di sudut ruangan, Selene menyilangkan tangan dengan senyum puas di wajahnya, menikmati bagaimana Evelyn menjadi pusat kemarahan keluarga.
"Evelyn, kau tidak perlu mengatakan hal itu untuk membuat orang lain terkesan," ujar Avery, mencoba menenangkan putrinya dengan mengelus bahunya. "Posisimu di keluarga ini sudah cukup kuat tanpa cerita seperti itu."
Evelyn menggelengkan kepala. "Aku tidak berbohong dan tidak mengada-ada. Aku mengatakan yang sebenarnya. Tuan Govin yang memberitahuku secara langsung bahwa—"
"Kalau begitu, buktikan kalau ucapanmu benar, Evelyn," sela Selene tiba-tiba dengan senyum licik. Ia seolah memiliki kesempatan untuk menjatuhkan posisi Evelyn saat ini. "Kau harus menghubungi petinggi Phoenix Vanguard di hadapan kami semua."