Setelah di hianati oleh rekan yang sangat dipercaya nya. Katrina mati mengenaskan ditembak oleh rekan sekaligus orang yang ia cintai. Namun ia mendapatkan kesempatan kedua, dimana ia bertransmigrasi dalam raga seorang Duchess yang gila cinta dan haus akan perhatian sang Duke membuatnya terpaksa hidup di dalam raga tipe wanita yang sangat ia benci.
Author mencoba membuat cerita bertema Transmigrasi seperti ini. Author harap para readers menyukainya. Terima kasih dan selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imelda Savitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09
Cukup lama Katrina terdiam memikirkan antara memberitahukan kebenarannya pada mereka atau tidak. Akhirnya Katrina memilih untuk memberitahukan kebenaran bahwa ia bukanlah Duchess Luxio.
"Hah..." Katrina menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Jujur saja, ia sekarang merasa sedikit gugup. Tapi ia harus jujur pada mereka bertiga, ia tidak mau berbohong.
"Sebenarnya..... aku bukan ibu kalian" Ungkap Katrina akhirnya lalu melihat raut wajah mereka bertiga. Tampak Harrison yang mengerutkan dahi nya, sementara Helena membelalakkan matanya. "Apa maksudmu? Jelas-jelas kau adalah Duchess yang sebenarnya. Kau jangan mempermainkan kami!" Sergah Henry. Seperti biasa, ia lah yang selalu banyak menentang setiap ucapan yang Katrina keluarkan.
"Iya, aku tidak berbohong. Tubuh ini memang milik ibu kalian, tapi jiwa ini adalah milikku" Ucap Katrina. "Namaku Katrina, aku tidak tahu dengan pasti penyebabnya yang pasti saat ini jiwa ku sudah masuk ke dalam tubuh ibu kalian" Timpalnya lagi.
"L-lalu dimana jiwa Duchess sekarang ini?" Tanya Henry. "Aku tidak tahu kemana perginya jiwa ibu kalian" Jawab jujur Katrina. Henry tampak terdiam, raut wajahnya tampak berpikir keras.
"Jadi, orang yang memperlakukan kami dengan baik beberapa waktu ini bukan ibu, melainkan kau?" Tanya Harrison. "Ya" Jawab Katrina. Katrina menoleh ke arah Helena yang saat itu tengah menundukkan kepalanya sembari mengeratkan pelukannya pada kain yang selalu ia bawa. Katrina juga penasaran alasan mengapa Helena selalu memeluk dan membawa lipatan kain itu dimana pun ia berada.
"Apa kalian membenci tentang kebenaran ini?" Tanya Katrina membuka pembicaan setelah mereka berempat cukup lama saling terdiam.
"Tidak! Aku senang kau ada disini. Terima kasih" Ucap Harrison menggelengkan kepalanya lalu pelan-pelan maju dan memeluk Katrina. Helena yang diam tiba-tiba juga langsung melompat dan memeluk tubuh Katrina. "A-apa kami bisa memanggilmu dengan sebutan 'ibu'?" Tanya Henry tiba-tiba dengan kedua matanya yang nampak memerah menahan tangis.
"Ya, tentu saja boleh" Jawab Katrina. Bibir Henry tampak gemetar disertai wajah dan matanya yang memerah diikuti setetes air mata yang jatuh dari matanya. Henry saat ini benar-benar tidak mampu lagi menahan bendungan air mata nya yang tidak bisa ia tahan lebih lama lagi. Dengan cepat, ia langsung memeluk tubuh Katrina seperti kedua saudaranya dan menangis sejadi-jadinya di pelukan Katrina. Akhirnya ia mendapatkan jawaban pasti dari hatinya. Kali ini, ia akan memberikan rasa percayanya dan cinta nya untuk Katrina. Katrina sudah Henry akui sebagai ibunya, begitupun Harrison dan Helena.
.
.
.
Setelah puas menangis dan membuat mata Henry sembab. Kini mereka sudah berkomitmen untuk menjadi satu keluarga yang saling menyayangi dan melindungi. "Apa kalian tidak sedih dengan hilangnya jiwa ibu asli kalian?" Tanya Katrina di sela-sela menjahit, ia akan membuat beberapa setel pakaian lagi untuk mereka, mungkin 3 setelah untuk mereka masing-masing.
"Tidak, aku justru bahagia karena ibu sudah menghilang" Jawab Henry dan diikuti anggukan dari Harrison, sementara Helena sedang tertidur karena sempat ikut menangis tadi lalu kelelahan.
Katrina merasa sedikit sedih juga dengan Duchess Luxio yang tidak sama sekali disayangi oleh anak-anaknya. Andai saja Luxio tidak memperlakukan ketiga anaknya dengan kejam, mungkin ia bisa hidup dengan bahagia walau hanya bersama ketiga anaknya. Tapi sayangnya Luxio malah memilih pilihan dimana ia harus dibenci oleh ketiga anaknya. Sudah cintanya pada Duke Ashley tak terbalaskan kini ia juga harus menangung rasa benci dari ketiga anaknya. Duchess Luxio benar-benar bodoh menurut Katrina.
"Apa kalian tahu kenapa Helena selalu memeluk dan membawa lipatan kain itu kemanapun dia pergi?" Tanya Katrina, sudah lama ia penasaran dengan alasannya.
"Itu potongan baju dari pengasuh kami dulu" Jawab Harrison. "Kalian dulu punya pengasuh? Kukira ibu kalian lah yang mengasuh kalian sendiri" Ucap Katrina. "Hhngg! Duchess tidak mungkin mau mengasuh anak yang tak ia inginkan" Ucap Henry dengan ketus. "Pengasuh itu benar-benar orang yang baik bu. Dia lah yang menyuapkan kami makan, memberikan kami selimut bekas yang hangat dan orang yang selalu mengobati luka kami waktu di lukai ibu" Jelas Harrison.
"Lalu kemana perginya pengasuh kalian? Apa ia juga ikut kemari?" Tanya Katrina penasaran. "Dia...."
"Dia tidak akan pernah kesini dan tidak akan pernah kami temui lagi" Celetuk Henry. "Kenapa?" Katrina semakin penasaran. "Gara-gara dia yang ketahuan mencuri perhiasan Duchess dan dikenai hukuman potong tangan lalu di berhentikan" Ungkap Henry.
"Bagaimana kalau kita mencarinya? Helena pasti senang bertemu dengan pengasuhnya lagi" Ucap Katrina nampak exited. "Hhngg! Mana mungkin bisa ditemukan" Balas Henry lagi. "Mungkin dia sudah lama mati" Timpalnya lagi.
"A-apa?" Tangan Katrina seketika berhenti menjahit dengan memasang ekspreasi terkejut. "Dia ketahuan bekerja sama dengan Duchess untuk meracuni selir Silvia yang hamil" Ungkap Henry. "Anak ini, sikapnya benar-benar terlihat sangat dewasa" Batin Katrina.
"Sejak itulah kami semua di bawa kesini mengikuti ibu yang diasingkan" Tambah Harrison. "Helena waktu itu sangat sedih ketika tahu pengasuh yang dia sayangi diberhentikan" Timpal Harrison dengan raut wajah sedih. "Kain itulah yang bisa jadi penghibur Helena ketika sedih dan selalu dibawanya kemanapun" Jelas Harrison.
Tok! Tok!
Tiba-tiba pintu diketuk oleh seseorang, membuat pembicaraan mereka terhenti. "Nyonya, ini saya Simon" Ucap nya dari balik pintu. "Masuklah Simon" Balas Katrina. Lalu barulah Simon masuk diikuti dengan seorang pria paruh baya yang menggunakan pakaian sederhana berwarna coklat beserta celemek denganw warna cream yang melekat di bajunya.
"Koki Aldoft ingin bicara dengan anda nyonya" Jelas Simon lalu undur diri untuk memberikan kesempatan pria paruh baya yang bernama Aldoft untuk bicara dengan sang Duchess. "Apa yang ingin kau bicarakan dengan ku Aldoft?" Tanya Katrina.
Aldoft yang menunduk hormat lalu perlahan-lahan mengangkat kepalanya sedikit walau tidak benar-benar tegak, sebab orang biasa tidak boleh menegakkan pandangan mereka pada seorang bangsawan.
"Duchess. Ini mengenai persediaan bahan makanan kita yang mulai menipis" Ungkapnya, Katrina bisa melihat dengan jelas raut wajah gelisah yang terukir di wajah koki itu.
Katrina nampak berpikir setelah mendengar ungkapan Aldoft, ia ingat betul jika Duchess Luxio saat ini masih dalam masa pengasingan. Tapi tidak mungkin mereka tidak mendapatkan barang kiriman berupa persediaan makanan yang diberikan dari kediaman Duke. Apakah karena ini tempat pengasingan maka mereka tidak pernah mendapatkan persediaan makanan selain mencarinya sendiri?
"Simon" Panggil Katrina dan Simon langsung berjalan masuk kembali ke dalam. "Ya nyonya" Ucap Simon dengan menunduk hormat. "Apa kita tidak pernah mendapatkan persediaan makanan selama berada di kediaman pengasingan ini?" Tanya Katrina.
"Para ksatria dari kediaman Duke Ashley akan datang untuk mengantarkan bahan makanan mentah kemari setiap satu bulan sekali nyonya" Jelas Simon. "Tapi mereka sudah tidak pernah mengirimkan bahan makanan mentah lagi selama tiga bulan ini" Ungkap Aldoft menimpali. "M-maafkan saya yang lancang ini nyonya" Ucapnya lagi karena sadar karena berani menyela pembicaan Duchess.
"Tak apa" Respon Katrina, membuat Aldoft tertegun. Katrina tampak berpikir, bagaimana pun ia saat ini berada di tubuh sang Duchess seseorang yang memiliki hak untuk memimpin disini serta orang yang bertanggung jawab untuk setiap masalah yang menyangkut tempat tinggalnya saat ini.
ga selidiki lebih dulu ke akar2 nya ujung2 nya percaya sama ulet Keket si selir tuhh
kalau sudah tahu kebenarannya nah nyeseeelllll alamatnya 😂😂😂
lanjut thor
semoga menyesal nanti nya ... dan menyesal pun ga ada gunanya .... mamam tuh selir sampah ...